Suara.com - Isu Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan melakukan reshuffle di Kabinet Indonesia Maju, khususnya menteri dari Partai NasDem berhembus kencang. Kabar ini mencuat setelah Partai NasDem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres 2024.
Hal tersebut pun mendapatkan tanggapan menohok dari Partai Demokrat. Juru Bicara Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra justru meminta Presiden Jokowi dan partai politik di kabinetnya untuk fokus bekerja.
Menurut Herzaky, sebaiknya Presiden Jokowi dan jajaran menterinya mulai bersiap mengantisipasi ancaman resesi yang diprediksi terjadi pada tahun 2023.
"Lebih baik presiden dan koalisi parpol pendukung pemerintahan fokus saja bekerja mengantisipasi ancaman resesi global 2023," kata Herzaky dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip Wartaekonomi.co.id -- jaringan Suara.com, Jumat (14/10/2022).
Baca Juga: Presiden Jokowi Beri Respon Soal Ancaman Shin Tae Yong Bakal Mundur, Investigasi Baru Mulai
"Belum resesi global saja, kondisi rakyat Indonesia sudah susah benar saat ini," sambungnya.
Pernyataan tegas itu diungkap sebagai respons wacana reshuffle menteri Jokowi yang dinilai kental dengan kepentingan politik.
Padahal, Herzaky menilai seharusnya reshuffle dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja kabinet pemerintahan demi kebaikan masyarakat.
Herzaky sendiri sadar isu reshuffle menteri Jokowi menguat setelah NasDem mendeklarasikan Anies sebagai capres. Ia pun meminta para partai politik tidak mengooptasi kewenangan partai politik yang kadernya masuk dalam jajaran kabinet Jokowi.
"Jangan malah presiden ataupun para pembantunya sok-sokan mencoba mengkooptasi, menggergaji hak dan kewenangan parpol sebagai entitas berdaulat di negeri ini," tegas Herzaky.
Baca Juga: Repons Jokowi Soal Laporan TGIPF Terkait Tragedi Kanjuruhan Malang
"Dengan memberikan tekanan atau intimidasi kepada parpol yang sedang berupaya melaksanakan tugas dan tanggung jawab politiknya kepada rakyat," sambungnya.
Terakhir, Herzaky mengingatkan agar tidak ada bentuk intimidasi dari partai pemerintah kepada parpol yang mengusung capres berlawanan dengan pemerintahan.
Menurutnya, tekanan atupun intimidasi menunjukkan kecenderungan kekuasaan oligarki tidak boleh ada sosok lain di luar koalisi partai pendukung pemerintah. Intimindasi juga dinilai hanya akan membuat demokrasi semakin bobrok.
"Seakan-akan, semuanya harus dibaku atur oleh segelintir elite saja. Jika benar ini yang terjadi, demokrasi Indonesia yang sudah rapuh 8 tahun ini, menjadi makin bobrok," tandasnya.