Suara.com - Wakil Ketua MPR Yandri Susanto mengakui pembahasan ihwal evaluasi sistem Pilkada langsung menjadi lewat DPRD, dipantik oleh Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Wantimpres dalam pertemuan dengan MPR pada Senin (10/10/2022) turut menyinggung soal Pilkada melalui DPRD. Sebenarnya, ada hal lain yang turut didiskusikan dalam pertemuan tersebut, mulai kehidupan berbangsa dan bernegara hingga persoalan perang Ukraina-Rusia.
"Masalah PPHN, masalah kemudian pilkada kemudian masalah yang lain, banyak. Salah satunya pilkada langsung," kata Yandri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (12/10/2022).
Tetapi ditegaskan Yandri bahwa Wantimpres hanya sekadar mendiskuikan hal tersebut. Belum ada pembahasan lanjutan, apalagi hingga sampai pada kesimpulan.
Baca Juga: MPR Dan Wantimpres Wacanakan Pilkada Kembali Dipilih DPRD, Pengamat: Bentuk Penghianatan Reformasi
"Mereka juga belum kesimpulan. Ini perlu dikaji. Wantimpres juga belum kesimpulan," kata Yandri.
Bukan untuk Pilkada 2024
Yandri memastikan, evaluasi pilkada langsung menjadi pemilihan lewat DPRD masih sebatas diskusi dengan Wantimpres. Diskusi itu belum melebar, apalagi sampai direalisasikan untuk Pilkada serentak 2024.
"Untuk tahun 2024 pasti tetap pemilihan langsung," ujar Yandri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (12/10/2022)
Yandri mengemukakan, Pilkada serentak 2024 tetap tetap diadakan langsung dengan merujuk Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Yandri menegaskan, tidak akan ada perubahan dari pelaksanaan pilkada.
Baca Juga: MPR-DPR Pastikan 2024 Tetap Pilkada Langsung Tak Bisa Diutak-atik, Tapi...
"Tahun 2024 Pilkada langsung itu menjadi sesuatu yang tidak mungkin diutak-atik lagi. Tetap berpedoman di UU 10/2016 dan tata cara pemilihan, saksi dan sebagainya di UU 7/2017," kata Yandri.
Walau pada Tahun 2024 dipastikan pelaksanaan Pilkada tetap dilakukan langsung, namun menurut Yandri, bukan berarti diskusi soal Pilkada melalui DPRD ditutup.
"Kajian, pendapat, diskusi tentang Pilkada langsung saya kira enggak ada apa-apa. Di buka di ruang publik apa sih manfaatnya, apa mudaratnya, apa solusinya, apa yang harus kita lakukan terhadap perbaikan-perbaikan terhadap Pilkada, itu enggak apa-apa," tutur Yandri.
Gegara Banyak Kepala Daerah Korup
Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) sempat menyinggung tentang evaluasi terhadap sistem demokrasi atau sistem pemilihan umum. Bamsoet menegaskan pemilihan umum yang dimaksud yakni, pilkada bukan pilpres.
"Jadi bukan Pilpres atau Pilegnya tapi kita lebih kepada Pilkada. Pemilu Pilkadanya," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (10/10/2022).
Bamsoet mengatakan pembahasan tentang evaluasi sistem Pilkada dari langsung menjadi dipilih lewat DPRD itu baru sebatas diskusi bersama Dewan Pertimbangan Presiden.
Ia menyoroti salah satu alasan yang menjadi dasar dibahasnya evaluasi sistem Pilkada. Salah satunya ialah banyak kepada daerah yang korupsi. Perilaku korupsi itu disinyalir tidak terlepas dari biaya politik yang tinggi.
Biaya politik tinggi untuk mengikuti pemilihan itu yang kemudian bisa menjadi pemicu kepala daerah terpilih berperilaku korup.
"Masih banyak korupsi kepala daerah yang ditangkap kemudian banyak pengusaha yang mengeluh dengan sistem pemilihan langsung di daerah.
"Ini rata-rata dia harus menyumbang tidak hanya satu calon tapi dua, tiga calon di daerah yang sama. Kalau di beberapa daerah pada saat yang sama serentak ini pusing lah barang itu," sambung Bamsoet.
MPR dan Wantimpres dikatakan Bamsoet, tentu akan melibatkan para akademisi dan pihak-pihak terkait yang memang ahli di bidangnya untuk mengkaji permasalahan tersebut lebih lanjut. Hasil kajian itu nantinya diharapkan dapat disampaikan ke DPR untuk kemudian dibuat aturan perundang-undangnya.
"Jadi kita persilakan nanti DPR untuk mengkajinya kembali. Apakah sistem Pemilu yang hari ini kita jalankan, lebih banyak manfaatnya atau justru lebih banyak mudaratnya," kata Bamsoet.
Sementara itu, Ketua Wantimpres Wiranto mempertegas bahwa evaluasi sistem Pilkada secara langsung itu memang masih bahasan awal.
"Kita bicara dalam tatanan kebijakannya, bukan tatanan operasional. Jadi kembali tadi masalah teknis tentu tidak kami bicarakan ya," ujar Wiranto.