Suara.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanggapi pernyataan kuasa hukum terdakwa Roy Suryo yang melaporkan tim JPU ke Komisi Kejaksaan lantaran dianggap belum menyerahkan berkas perkara. Meski saat itu, tim kuasa hukum telah bersurat kepada tim JPU.
Salah satu JPU, Tri Anggoro mengatakan, pihaknya telah menerima surat permohonan tersebut pada Jumat (30/9/2022).
Kemudian pada Senin (3/10/2022), berkas tersebut telah dikirimkan dan diterima langsung oleh terdakwa Roy Suryo yang dithan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba.
"Terkait dakwaan maupun surat pelimpahan pada tanggal 3 Oktober itu kita serahkan pada pihak terdakwa dan diterima langsung oleh terdakwa di Rutan Salemba," ungkapnya ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (12/10/2022).
Baca Juga: Kasus Meme Stupa Mirip Jokowi, Roy Suryo Didakwa Langgar UU ITE dan Penodaan Agama
Tri Anggoro menyebut, hal ini sebetulnya tidak akan menjadi masalah jika komunikasi antara terdakwa Roy Suryo dengan kuasa hukumnya berjalan dengan baik.
"Apabila ada komunikasi yang baik antara kuasa hukum dengan terdakwa, saya kira tidak akan ada masalah mengenai permintaan berkas perkara. Karena tanggal 3 Oktober sudah kita serahkan ke pengadilan," pungkasnya.
Laporkan JPU ke Komisi Kejaksaan
Diberitakan sebelumnya, Kuasa Hukum Roy Suryo, Pitra Romadoni Nasution telah melaporkan JPU dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat ke Komisi Kejaksaan lantaran tidak mendapatkan berita acara pemeriksaan (BAP) atau berkas perkara lengkap sebelum sidang.
"Menyatakan keberatan karena JPU tidak memberikan berkas perkara lengkap kepada tim advokasi Roy Suryo hal tersebut sebagai mana amanat undang-undang yang diatur dalam Pasal 143 ayat 4 Kitab Hukum Acara Pidana," kata Pitra di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (12/10/2022).
Baca Juga: Roy Suryo Jalani Sidang Perdana Kasus Meme Stupa Borobudur Mirip Jokowi
Menurut dia, berkas perkara seharusnya diberikan kepada kuasa hukum agar bisa melihat jelas hasil pemeriksaan Roy Suryo oleh penyidik.
Tidak hanya itu, penyerahan berkas perkara ke pihak kuasa hukum juga merupakan bentuk keterbukaan jaksa kepada publik dalam beracara di pengadilan.
"Saya minta kepada jaksa agung agar memberikan sanksi keras terhadap oknum jaksa penuntut umum yang tidak memberikan berkas perkara lengkap kepada tim advokasi Roy Suryo," kata Pitra.
Kasus Meme Stupa Candi Borobudur Mirip Jokowi
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo melanggar Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 A UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 tentang ITE.
Saat dakwaan dibacakan, Roy Suryo dianggap telah menyebarkan meme stupa Candi Borobudur yang wajahnya telah diedit mirip Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selain itu Roy Suryo juga menambahkan kata "lucu" dan "ambyar".
Hal itu dianggap telah menyakiti umat Buddha. Karenanya, Roy Suryo juga dijerat dengan Pasal 156A tentang Penodaan Agama.
"Dakwaan kedua itu Pasal 156A UU Hukum Pidana atau ketiga pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana," kata JPU Tri Anggoro di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (12/10/2022).
Dari kedua dakwaan yang dibacakan oleh JPU, Roy Suryo terancam hukuman penjara paling lama 5 tahun penjara. Meski demikian, hal tersebut masih harus dibuktikan melalui pemeriksaan ahli dan saksi.
"Terkait masalah yang unsur pasal tadi, yang kita bacakan tadi, akan kita lakukan pembuktian melalui pemeriksaan ahli dan saksi," jelasnya.
Dalam pembacaan dakwaan yang dilakukan di ruang sidang utama (Kusuma Atmaja) Pengadilan Negeri Jakarta Barat, JPU menyebut Roy Suryo dianggap dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 2 UU ITE.
Untuk diketahui, Roy Suryo ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya karena mengunggah meme stupa mirip Jokowi.
Roy Suryo dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penodaan Agama dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946.