Suara.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal memeriksa Asisten Direktur Marina Bay Sands (MBS) atau casino Singapura, Defry Stalin yang telah dipanggil pada Selasa (11/10/2022) kemarin.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut mendapatkan informasi Defry Stalin tidak hadir dalam pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka GUbernur papua Lukas Enembe.
"Defry Stalin informasi yang kami terima yang bersangkutan belum bisa hadir," kata Ali dikonfirmasi, Rabu (12/10/2022).
Ali menyebut tim penyidik akan kembali menjadwalkan pemanggilan terhadap Defry Stalin.
"Tim penyidik akan menjadwalkan pemanggilan ulang terhadap saksi," imbuhnya
Seperti diketahui, KPK juga tengah menyiapkan kembali surat panggilan kedua untuk Lukas Enembe dalam kapasitasnya sebagai tersangka agar mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Proses pemanggilan terhadap Lukas Enembe sudah dilakukan penyidik antirasuah sejak 12 September 2022 di Kantor Mako Brimob Polda Papua. Namun, Lukas Enembe berhalangan hadir karena sedang sakit dan diwakili oleh tim kuasa hukumnya.
Kemudian, KPK juga telah kembali melayangkan panggilan terhadap Lukas pada 26 September 2022. Lukas rencana diperiksa sebagai tersangka di Gedung Merah Putih KPK. Namun, Lukas kembali tak hadir dan hanya diwakilkan oleh tim hukum dengan membawa surat penundaan pemeriksaan serta membawa rekam medis penyakit yang diderita oleh Lukas.
Minta Lukas Enembe Penuhi Panggilan KPK
Baca Juga: Rombongan Tenaga Medis Singapura Tiba di Papua Periksa Kesehatan Lukas Enembe
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengimbau Gubernur Papua Lukas Enembe penuhi panggilan pemeriksaan oleh KPK. Selain itu, Mahfud menegaskan, kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Papua Lukas Enembe yang kini diselidiki KPK bukan rekayasa politik.
"Kasus Lukas Enembe bukan rekayasa politik. Tidak ada kaitannya dengan parpol (partai politik) atau pejabat tertentu, tetapi merupakan temuan dan fakta hukum," kata Mahfud dalam keterangan pers di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (19/9/2022).
"Kasus Lukas Enembe bukan rekayasa politik. Tidak ada kaitannya dengan parpol (partai politik) atau pejabat tertentu, tetapi merupakan temuan dan fakta hukum," kata Mahfud dalam keterangan pers di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (19/9/2022).
Ia juga menekankan, kasus Lukas Enembe telah diselidiki oleh Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) jauh sebelum mendekati tahun politik 2024 seperti sekarang. Bahkan, lanjut Mahfud, dia pada 19 Mei tahun 2021 telah mengumumkan adanya 10 korupsi besar di Papua yang di dalamnya termasuk kasus Lukas Enembe.
"Sejak itu, saya mencatat setiap tokoh Papua datang ke sini (Jakarta), baik tokoh pemuda, agama, maupun adat, itu selalu nanya kenapa didiamkan, kapan pemerintah bertindak, kok sudah mengeluarkan daftar 10 tidak ditindak," kata Mahfud.
Karena itu, Mahfud mengimbau agar Lukas Enembe segera memenuhi panggilan pemeriksaan yang dilayangkan oleh KPK.
"Menurut saya, jika dipanggil KPK datang saja. Kalau tidak cukup bukti, kami jamin dilepas dan dihentikan. Tapi, kalau cukup bukti harus bertanggung jawab karena kita bersepakat membangun Papua bersih dan damai sebagai bagian dari program pembangunan NKRI," jelas Mahfud
Imbauan serupa juga disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Ia mengimbau Lukas Enembe beserta penasihat hukumnya bisa memenuhi panggilan pemeriksaan dari KPK.
"Kami akan melakukan pemanggilan kembali. Mohon Pak Lukas dan penasihat hukumnya untuk hadir di KPK ataupun ingin diperiksa di Jayapura," kata Alex.