Suara.com - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim tampaknya menjadi salah satu pihak yang kerap mendapat kritikan publik.
Kali ini Nadiem kembali menjadi buah bibir karena peraturan terbaru Kemendikbudristek soal seragam sekolah murid jenjang SD sampai SMA/SMK.
Dilihat di akun Instagram @undercover.id, Nadiem lewat Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022 mengatur tiga jenis seragam yang dikenakan siswa, yakni seragam nasional, seragam pramuka, serta pakaian adat.
Disebutkan bahwa aturan baru seragam sekolah ini bertujuan untuk meningkatkan kesetaraan di kalangan siswa, sehingga tidak lagi memerhatikan latar belakang sosial ekonomi orang tua atau wali.
Baca Juga: Kerja Sama dengan Swasta, Kemendikbudristek Berikan Pelatihan Kelistrikan untuk Pengajar dan Siswa
Selain itu, pemakaian seragam sekolah dimaksudkan untuk meningkatkan disiplin dan tanggung jawab siswa.
"Pakaian adat yang ditetapkan tersebut wajib memperhatikan hak siswa untuk menjalankan agama dan kepercayaannya," sambung Kemendikbudristek dalam peraturannya, dikutip Suara.com pada Rabu (12/10/2022).
Aspek ini dijelaskan lebih detail di Pasal 4, di mana pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur pengenaan pakaian adat bagi peserta didik di sekolah.
Pakaian adat ini, seperti diatur di Pasal 10, dikenakan siswa pada hari-hari atau di acara adat tertentu.
Sedangkan untuk pemakaian seragam nasional, Kemendikbudristek mengatur agar dipakai minimal pada hari Senin, Kamis, dan upacara bendera.
Baca Juga: DPR Desak Pemerintah Selesaikan Guru Lolos PPPK Tapi Tidak Dapat Formasi
Khusus untuk siswa beragama Islam di Provinsi Aceh, seperti diatur di Pasal 6, wajib mengenakan pakaian seragam nasional sesuai kekhususan Aceh serta peraturan perundang-undangan yang berlaku di wilayah tersebut.
Bukan hanya itu, Nadiem juga mengatur perihal pengadaan pakaian seragam di Pasal 12. Disebutkan bahwa pemerintah pusat, pemda, sekolah, sampai masyarakat juga bisa ikut membantu penyediaan seragam serta pakaian adat untuk siswa yang kurang mampu secara ekonomi.
Tanggapan Warganet
Peraturan inilah yang membuat Nadiem kembali menjadi sasaran kritik banyak pihak, terutama orang tua dan wali murid yang merasa tanggungan untuk bersekolah semakin membengkak.
Publik menilai Kemendikbudristek terlalu fokus pada hal-hal yang kurang krusial ketika seharusnya mereka fokus meningkatkan mutu pendidikan.
"Fokus ke kualitas pendidikannya, kok malah ribet urusan tampilan," kritik warganet.
"Menambah anggaran rumah tangga rakyat yang sudah terengah-engah dengan kondisi yang ada sekarang... Sebenernya seragam sekolah itu nomor sekian... Yang utama semua ilmu di sekolah bisa diserap, dicerna, dan diamalkan oleh para siswa," kata warganet.
"Duh jangan makin bebanin orang tua lagi dong.. cukup seragam sekolah, baju batik dan pramuka.... Masa baju daerah lagi.. aneh," kecam warganet.
"Out of the box. Nasionalisme diukur dari pakaian. Program kepak sayap kebhinnekaan ini pasti," sindir warganet lain.
"Bukan tidak cinta indonesia ya dengan segala budayanya. Tapi saya rasa jangan membebani anak anak dengan seragam adat begini mereka sekolah bukan buat pawai," timpal yang lainnya.
Klarifikasi Kemendikbudristek
Terkait berita siswa wajib memakai pakaian adat pada hari-hari tertentu telah mendapat klarifikasi dari pihak Kemendikbudristek.
Humas Kemendikbudristek menegaskan bahwa pihaknya tidak mewajibkan siswa untuk mengenakan baju adat sebagaimana yang diberitakan.
"Kalau dibaca, Permendibudristek 50/2022 tidak ada mewajibkan pakaian adat. Terkait pakaian adat ini bisa dicek di Pasal 4, 9, 10, 12, dan 13," bunyi keterangan yang diterima Suara.com, Kamis (13/10/2022).
Ditinjau lebih jauh di Pasal 4, disebutkan bahwa pemerintah daerah, sesuai dengan kewenangannya, dapat mengatur pengenaan pakaian adat bagi peserta didik di sekolah.
Pakaian adat ini, seperti dijelaskan di Pasal 9, ditetapkan dengan memerhatikan hak setiap peserta didik yang menjalankan agama dan kepercayaan kepada Tuhan sesuai keyakinannya.
Kemudian di Pasal 12 diterangkan pula bahwa pemerintah pusat, pemda, sekolah, hingga masyarakat juga dapat membantu pengadaan baik seragam sekolah dan pakaian adat, terutama memprioritaskan peserta didik yang kurang mampu secara ekonomi.
Selain itu, ditegaskan di Pasal 13, sekolah juga tidak diperbolehkan mengatur kewajiban dan/atau memberikan pembebanan kepada orang tua atau wali untuk membeli pakaian seragam baru setiap kenaikan kelas atau penerimaan peserta didik baru.
Catatan Redaksi: Artikel ini sudah mengalami revisi. Sebelumnya artikel terdapat kesalahan tafsir yang menyebut siswa wajib memakai baju adat di hari tertentu, padahal sesuai Permendikbudristek tidak ada kewajiban tersebut. Untuk itu redaksi memohon maaf.