Suara.com - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) dan Polri kini telah mengantongi hasil investigasi terbaru mereka terkait Tragedi Kanjuruhan.
Berbagai bukti telah dikumpulkan dan sejumlah pihak telah memberikan keterangan mereka masing-masing kepada kedua pihak yang kini mengusut tuntas Tragedi Kanjuruhan tersebut.
Baik TGIPF dan Polri kini sama-sama menyebut bahwa gas air mata yang ditembakkan oleh oknum kepolisian dalam tragedi tersebut ternyata telah kedaluwarsa.
Namun, terdapat juga beberapa informasi lainnya yang masing-masing kedua belah pihak tersebut temukan dalam investigasinya.
Baca Juga: Diduga Demi Iklan, Siapa yang Bertanggung Jawab soal Jadwal Laga Malam Hari di Kanjuruhan?
Berikut perbandingan hasil investigasi Tragedi Kanjuruhan yang ditemukan oleh TGIPF vs Polri.
TGIPF temui sejumlah penyintas, beberapa masih mengalami dampak Tragedi Kanjuruhan
Selain memeriksa dan menemukan gas air mata kedaluwarsa di Stadion Kanjuruhan, anggota TGIPF telah melawat beberapa penyintas dan saksi lainnya terkait insiden tersebut.
Adapun TGIPF telah memperoleh informasi penting dari suporter Aremania yang tergabung dalam Tim Gabungan Aremania (TGA). Akmal Marhali selaku anggota TGIPF telah bertemu dengan sejumlah pihak tersebut dan menerima beberapa kesaksian penting.
"Kepada TGIPF, teman-teman Aremania ramai secara bergantian memberikan kesaksian dari berbagai tribun, dan juga tuntutan kepada penyelenggara kompetisi," ujar Akmal dalam keterangannya di Jakarta, Senin (10/10/2022).
Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan Akhiri Sepak Terjang Nico Afinta Sebagai Kapolda Jatim
"Saat kami bertemu dengan para saksi dan korban, kami menerima berbagai alat bukti penting. Ini nantinya akan memperkuat dan mempertajam analisis kami, sehingga peristiwa Kanjuruhan ini dapat kami ungkap secara menyeluruh dan independen,” lanjut Akmal.
Adapun Rhenald Kasali, anggota TGIPF lain juga telah menerima laporan terkait penyintas yang kini masih menjalani pemulihan dari dampak insiden berdarah itu.
Ia melaporkan adanya mata korban yang mulai menghitam lalu menjadi merah, dan ada korban yang masih sesak dada. Kondisi itu membuat pihaknya curiga polisi telah menggunakan gas air mata kadaluwarsa di Stadion Kanjuruhan.
"Ini sedang dibahas di dalam (tim). Jadi, memang ada korban yang hari itu dia pulang tidak merasakan apa-apa, tetapi besoknya matanya mulai hitam," kata anggota TGIPF Rhenald Kasali di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (10/10/2022).
"Setelah itu, matanya menurut dokter perlu waktu sebulan untuk kembali normal. Itu pun kalau bisa normal," sambungnya.
Polri mengaku adanya gas air mata kedaluwarsa, tetapi bukan sebagai biang kerok kematian penonton
Menyambung informasi sebelumnya, Polri juga mengakui adanya pemakaian gas air mata kedaluwarsa oleh oknum aparat pada Tragedi Kanjuruhan.
"Ya, ada beberapa yang ditemukan ya. Yang tahun 2021, ada beberapa," ungkap Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Dedi Prasetyo.
Kendati mengakui penggunaan gas air mata kedaluwarsa, Dedi mengaku bahwa hal tersebut tidak berbahaya.
Dedi juga menyebut pihaknya telah menerima laporan dari dokter bahwa gas air mata bukan penyebab kematian ratusan korban jiwa di Stadion Kanjuruhan.
"Dari dokter spesialis penyakit dalam, penyakit paru, penyakit THT, dan juga spesialis penyakit mata, tidak satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata," aku Dedi.
Adapun Dedi menyebut penyebab dari kematian para korban Tragedi Kanjuruhan adalah kekurangan oksigen yang diakibatkan karena mereka berdesak-desakan.
"Tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen, karena apa? Terjadi berdesak-desakan, terinjak-injak, bertumpuk-tumpukan mengakibatkan kekurangan oksigen," kata Dedi kepada wartawan
Kontributor : Armand Ilham