Suara.com - Para driver mitra ojek online kini merasakan penurunan pendapatan yang luar biasa. Hal tersebut diketahui dari hasil survey Badan Penelitian dan Pengembangan atau Balitbang Kementerian Perhubungan tahun 2022.
Hasil survei ini dibocorkan oleh Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Djoko Setijowarno yang dikutip Suara.com, Minggu (9/10/2022).
"Sekarang pendapatan rata-rata driver ojek daring di bawah Rp3,5 juta per bulan dengan lama kerja 8-12 jam sehari. Dan selama 30 hari kerja tanpa adanya hari libur selayaknya mengacu aturan ketenagakerjaan yang sudah diatur oleh Kementerian Tenaga Kerja," sebut Djoko.
Padahal kata Djoko pendapatan ojek daring yang rata-rata masih dari Rp 3,5 juta per bulan, tidak sesuai dengan janji aplikator angkutan berbasis daring pada tahun 2016 yang mencapai Rp8 juta per bulan.
"Sulit rasanya menjadikan profesi pengemudi ojol menjadi sandaran hidup. Pasalnya, aplikator tidak membatasi jumlah pengemudi, menyebabkan ketidakseimbangan supply dan demand," tambah Djoko.
Tak hanya itu kata dia menjadi mitra aplikasi ojek online bekerja tidak dalam kepastian, status keren sebagai mitra akan tetapi realitanya tanpa penghasilan tetap, tidak ada jadwal hari libur, tidak ada jaminan kesehatan, jam kerja tidak terbatas.
"Jika ingin sebagai angkutan umum, otomatis segala persyaratan dan hal-hal yang berlaku bagi angkutan umum juga berlaku pula bagi sepeda motor yang berfungsi sebagai angkutan umum, seperti wajib melakukan uji berkala (kir), wajib dilengkapi perlengkapan, SIM C Umum, plat nomor kendaraan berwarna kuning, tarif ditetapkan perusahaan angkutan umum (bukan aplikator seperti sekarang) atas persetujuan pemerintah," paparnya.
Mencontohkan Mota Agats (Kab. Asmat) sejak 2011 sudah menerapkan ojek sebagai angkutan umum dan kendaraan pelat kuning. Kendaraan yang digunakan sepeda listrik, karena hampir 100 persen kendaraan di Kota Agats menggunakan kendaraan listrik. Kab. Asmat sudah memiliki Perda dan Perbup yang dapat mengatur ojek sebagai angkutan umum.
"Jika pemerintah ingin melindungi warganya, dapat dibuatkan aplikasi dan diserahkan ke daerah untuk dioperasikan. Seperti halnya yang dilakukan Pemerintah Korea Selatan membuat aplikasi untuk usaha taksi. Dalam upaya untuk melindungi sopir taksi yang kebanyakan tidak berbahasa Inggris dan rata-rata sudah berusia tua," pungkasnya.
Baca Juga: Donghae SUJU Kedapatan Antre PeduliLindungi Bareng Ojol, Warganet: Aneh Tapi Nyata