Suara.com - Mark Galeotti
Akademisi dan penulis
Dalam ulang tahun ke-70 pada Jumat (07/10) ini, bagaimana jejak Presiden Vladimir Putin menjadi autokrat tertutup yang meluncurkan invasi ke Ukraina?
Tujuh momentum penting dalam hidup Vladimir Putin yang membentuk pandangannya, dan menunjukkan bagaimana keterasingannya semakin besar terhadap Barat.
Baca Juga: Dikutuk Komunitas Internasional, Vladimir Putin Tetap Umumkan 4 Wilayah Ukraina yang Dicaplok
Mengikuti Judo, 1964
Lahir di Leningrad - daerah yang masih mengalami trauma oleh pengepungan selama 872-hari dalam Perang Dunia Kedua, Vladimir muda adalah anak bermuka sangar dan agresif di sekolah - teman dekatnya menyebut demikian karena "dia bisa terlibat perkelahian dengan siapa pun" karena "dia tak punya rasa takut".
Kendati demikian, anak laki-laki yang langsing tapi suka berkelahi di kota yang dipenuhi dengan gangster itu perlu punya kelebihan. Saat menginjak usia 12 tahun, Putin mengikuti latihan sambo, olahraga bela diri Rusia, dan juga judo.
Ia berusaha keras dan disiplin sehingga pada usia 18 tahun sudah mendapatkan sabuk hitam judo, serta menempati posisi ketiga dalam kompetisi junior nasional.
Tentu saja, hal ini telah digunakannya sebagai citra macho yang dikelola secara hati-hati.
Tapi ini juga mengkonfirmasi pada keyakinan awalnya, bahwa di tengah dunia yang berbahaya, Anda harus percaya diri dan menyadarinya.
Baca Juga: Eks Anak Asuh David Moyes Diperintah Vladimir Putin Turun ke Medan Perang Lawan Ukraina
Melalui perkataannya, ketika pertarungan tak bisa dihindari, "Anda harus pertama yang memukul, dan pukul dengan keras sampai lawan Anda tidak bisa berdiri dengan kakinya sendiri".
Cari kerja di KGB, 1968
Secara umum, orang-orang menghindari untuk pergi ke 4 Liteyny Prospekt, markas polisi politik KGB [badan intelijen Rusia] di Leningrad.
Begitu banyak orang yang melewati interogasi di sini untuk menuju penjara kerja paksa di era Stalin.
Dalam lelucon getir yang disebut Bolshoi Dom sebagai "Rumah Besar", bangunan tertinggi di Leningrad, di mana orang bahkan bisa melihat Siberia dari rubanahnya. Namun begitu, ketika berusia 16 tahun, Putin berkesempatan masuk ke sana dalam suatu acara, dan bertanya kepada petugas di belakang meja, bagaimana caranya bisa bergabung.
Dia diberitahu, syaratnya harus menyelesaikan sekolah dinas militer, atau memperoleh gelar sarjana, dan ia pun bertanya jurusan apa yang terbaik. Hukum, kata petugas itu - dan dari sini, Putin berusaha keras untuk lulus di bidang hukum, setelah itu dia direkrut sesuai prosedur.
Bagi Putin, KGB merupakan gangster terbesar di kota, yang menawarkan keamanan dan kemajuan kepada seseorang yang bahkan tak punya koneksi di partai politik. Tapi bekerja di KGB merupakan kesempatan baginya untuk menjadi orang kuat sekaligus memiliki kekuasaan dan pengaruh - seperti yang ia sendiri katakan tentang film mata-mata yang ditonton saat remaja, "satu mata-mata bisa menentukan nasib ribuan orang".
Dikepung massa, 1989
Terlepas dari semua harapannya, karir Putin di KGB tidak benar-benar melesat. Dia adalah pekerja keras, tapi tidak melejit dalam karir.
Kendati demikian, ia telah bertekad belajar bahasa Jerman, dan hal ini telah membawanya ke kantor penghubung KGB di Dresden pada 1985.
Di sana, ia menetap dalam kehidupan ekspatriat yang nyaman, tapi pada November 1989, rezim Jerman Timur mulai runtuh dengan cepat.
Pada 5 Desember, sekelompok orang mengepung bangunan KGB Dresden.
Putin dengan putus asa menelpon garnisun Tentara Merah untuk meminta perlindungan, dan mereka tanpa daya menjawab "kami tak bisa berbuat apa-apa tanpa perintah dari Moskow.
Dan Moskow masih diam".
Dari situ, Putin belajar untuk khawatir mengenai keruntuhan tiba-tiba pemerintahan pusat - dan bersikeras tidak pernah mengulangi apa yang ia alami saat pemimpin Soviet, Mikhail Gorbachev membuat kesalahan, tidak merespon dengan cepat dan bertekad menghadapi oposisi.
Menjadi broker pertukaran 'Minyak dengan Pangan', 1992
Putin meninggalkan KGB saat Uni Soviet runtuh, tapi segera mengamankan posisinya sebagai penasihat wali kota baru yang reformis, yang saat ini bernama St Petersburg.
Perekonomian sedang ambruk, dan Putin ditugasi mengelola kesepakatan untuk membantu warga kota bertahan hidup, dengan program pertukaran minyak dan logam senilai $100 juta [Rp1,5 triliun-kurs saat ini] dengan pangan.
Baca Juga:
- Invasi Rusia ke Ukraina: Presiden Vladimir Putin isyaratkan dukungan China 'ada batasnya'
- Rusia habiskan banyak uang untuk melindungi Putin dari CovidSiapa anak perempuan Presiden Putin dan apa yang diketahui tentang keluarganya?
Dalam praktiknya, tak ada satu pun yang melihat pangan hasil pertukaran tersebut. Tapi menurut sebuah penyelidikan, Putin bersama rekan-rekannya serta gangster di kota itu telah mengantongi uangnya.
Di "tahun 90-an yang liar", Putin dengan cepat mengetahui bahwa pengaruh politik adalah komoditas yang dapat diuangkan, dan gangster bisa menjadi sekutu yang berguna.
Ketika orang-orang yang berada di sekelilingnya mendapat keuntungan dari posisi mereka, lantas kenapa dia tidak?
Menyerang Georgia, 2008
Saat Putin menjadi presiden Rusia pada 2000, ia berharap dapat membangun hubungan positif dengan Barat - Dengan caranya sendiri, termasuk lingkup pengaruh di seluruh negara pecahan Uni Sovidet.
Tapi ia segera kecewa, kemudian murka, meyakini Barat secara aktif telah berusaha mengisolasi dan merendahkan Rusia.
Ketika Presiden Georgia, Mikheil Saakashvili berkomitmen untuk bergabung dengan Nato, Putin nampak begitu marah.
Ketika Georgia mengirim pasukan untuk meraih kembali kendali atas wilayah Ossetia Selatan yang memisahkan diri pada 2008, Rusia menginvasi Georgia sebagai penghukuman.
Dalam lima hari, pasukan Rusia menghancurkan militer Georgia, dan memaksakan perdamaian yang memalukan di wilayah Saakashvili.
Barat marah, namun belum ada setahun, Presiden Barack Obama menawarkan untuk "mengatur ulang" hubungan dengan Rusia, dan Moskow bahkan memperoleh penghormatan untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018.
Bagi Putin, ini sudah jelas bahwa keputusan yang diambil benar - dan Barat yang lemah dan tidak konstan akan gusar, tapi pada akhirnya akan mengakui kesalahan di hadapan tekad yang bulat.
Protes di Moskow, 2011-13
Terdapat keyakinan luas dan bisa dipercaya, bahwa pemilu legislatif 2011 berlangsung curang, lalu memicu protes yang memacu Putin mengumumkan pencalonan dirinya di pilpres 2012.
Aksi demonstrasi yang disertai pendudukan massa di alun-alun Moskow ini dikenal sebagai "Protes Bolotnaya". Aksi unjuk rasa mewakili ekspresi oposisi publik terbesar di bawah pemerintahan Putin.
Putin yakin aksi unjuk rasa ini diprakarsai, didorong dan diarahkan oleh Washington.
Ia menuduh Menteri Luar Negeri AS saat itu Hillary Clinton secara pribadi berada di belakangnya.
Bagi Putin, ini merupakan bukti terang benderang, Barat datang langsung kepadanya, dan sebagai akibatnya, dia sekarang dalam posisi berperang.
Isolasi dari Covid, 2020-21
Saat virus Covid-19 menyebar ke seluruh dunia, Putin menjalani cara isolasi yang tak biasa, bahkan bagi seorang autokrat.
Bagi orang yang ingin bertemu dengannya harus menjalani isolasi selama dua minggu di bawah penjagaan, dan kemudian mereka harus melewati koridor bermandikan sinar ultraviolet untuk membunuh kuman, dan disemprot dengan disinfektan.
Saat ini, jumlah sekutu dan penasihat yang menemui Putin mengalami penurunan secara dramatis, baik itu pejabat yang mengikuti perintah maupun sesama politikus brutal.
Terpapar sedikit pandangan alternatif, dan bahkan hampir menutup mata dari suara warganya sendiri, Putin nampaknya telah "belajar" bahwa semua asumsinya adalah benar, dan semua prasangkanya harus dibenarkan, dan benih-benih serangan ke Ukraina telah ditanamkan.
Professor Mark Galeotti adalah seorang akademisi dan penulis, termasuk buku "We Need To Talk About Putin" dan "Perang Putin" yang di masa mendatang.