Dikutip dari laman PWMU, DR Syamsuddin dosen UIN Sunan Ampel Surabaya mengungkapkan hadist tersebut rupanya tidak memiliki sanad dan rawi sehingga dikategorikan sebagai hadist palsu.
Hadist tersebut biasanya disebarluaskan untuk meyakinkan umat tentang manfaat memperingati maulid nabi.
Tujuannya mungkin baik agar umat Islam kembali mengingat Nabi Muhammad SAW. Namun, menyebarkan hadist palsu merupakan perbuatan yang salah.
3. Nabi adalah Rahmat
Dalam Tafsir Ruuhul Ma’aani juz VIII halaman 41, karya Syeikh Al Alusi (wafat tahun 1270 H) disebutkan.
Imam Abusysyeikh meriwayatkan dari shahabat Ibnu Abbas –radhiyallaahu Ta’aalaa ‘anhumaa- :
“Sesungguhnya al fadhl (karunia Allah) adalah ilmu dan sesungguhnya arrahmah (rahmat Allah) adalah Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam”.
Allah memberikan Rahmat kepada umat Islam, maka sudah menjadi kewajiban untuk mensyukuri dan menerima dengan bahagia. Terlebih ada sebuah ayat yang memerintahkan manusia untuk bergembira setelah mendapatkan anugerah.
“Katakanlah: ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah (dengan itu) mereka bergembira’ “. (QS.Yunus: 58)
Baca Juga: Li'annaka Muhammad: Memetik Hikmah Maulid Nabi
Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW bukanlah bid'ah. Hukumnya diperbolehkan. Apalagi jika memperingati Maulid Nabi dengan diisi dengan kegiatan yang mendekatkan diri kepada Allah SWT.