Makin Meluas, WNI di Iran Diimbau Tak Ikut Demonstrasi yang Dipicu Kematian Mahsa Amini

Jum'at, 07 Oktober 2022 | 14:40 WIB
Makin Meluas, WNI di Iran Diimbau Tak Ikut Demonstrasi yang Dipicu Kematian Mahsa Amini
Aksi unjuk rasa atas kematian Mahsa Amini. (AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Warga Negara Indonesia (WNI) di Iran diimbau untuk tidak ikut dalam demonstrasi yang dipicu kematian Mahsa Amini, perempuan yang meninggal usai ditahan polisi moral terkait pelanggaran aturan hijab.

Imbauan untuk seluruh WNI di Iran itu disampaikan oleh KBRI Teheran. Pihak KBRI Teheran mengimbau seluruh WNI untuk tetap waspada dan tidak ikut dalam kegiatan politik di sana.

“KBRI Teheran menyampaikan imbauan kepada seluruh masyarakat Indonesia di Iran untuk tetap waspada, berhati-hati, dan tidak ikut serta dalam kegiatan politik di sana,” kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha, Jumat (7/10/2022). 

Melalui konferensi pers, Judha menyebut bahwa saat ini tercatat ada 397 WNI yang berada di Iran. Mereka tersebar di 14 kota dan sebagian besar mereka adalah mahasiswa.

Baca Juga: Kemlu Pastikan WNI dalam Kondisi Aman usai Putin Umumkan Pencaplokan 4 Wilayah Ukraina

“KBRI Teheran terus memantau dan menjalin komunikasi dengan seluruh WNI, dan sampai saat ini tidak ada informasi WNI menjadi korban dari berbagai macam aksi demonstrasi tersebut,” ujar dia.

Saat ini, demonstrasi makin meluas ke provinsi lain di Iran. WNI diimbau untuk terus berhati-hati. Apabila menghadapi keadaan darurat, WNI diimbau untuk segera menghubungi otoritas setempat atau hotline KBRI.

Demonstrasi untuk merespons kematian Mahsa Amini berkembang menjadi bentrokan antara para pengunjuk rasa dengan polisi antihuru-hara dan pasukan keamanan Iran.

Perempuan berusia 22 tahun asal kota Kurdi Saqez itu ditangkap polisi moral pada 13 September di Teheran lantaran dianggap berpakaian tak pantas.

Amini meninggal di rumah sakit tiga hari setelah mengalami koma. Kematiannya memicu aksi protes besar-besaran pertama dari kubu oposisi sejak otoritas menindas demonstran yang menentang kenaikan harga bensin pada 2019.

Baca Juga: Blokir Akses Internet, Menteri-menteri Iran Disanksi AS

Sementara jumlah korban tewas bertambah dan pasukan keamanan menggunakan gas air mata, pentungan --dan bahkan di sejumlah kasus menggunakan peluru tajam, video yang diunggah di media sosial menunjukkan massa menyerukan agar lembaga ulama bubar.

Bentrokan terjadi di Tehran, Tabriz, Karaj, Qom, Yazd, dan di banyak kota lainnya

Kelompok HAM Amnesty International menuliskan di Twitter bahwa pasukan keamanan Iran merespons massa dengan "kekuatan yang melanggar hukum, seperti menggunakan peluru tajam dan senapan, sehingga menewaskan puluhan orang dan melukai ratusan lainnya."

Media pemerintah melabeli pengunjuk rasa "orang munafik, perusuh, preman dan provokator," sementara stasiun TV pemerintah melaporkan bahwa polisi bentrok dengan "perusuh" di sejumlah kota.

Video yang diunggah di media sosial dari Iran menunjukkan massa meneriakkan, "Perempuan, Kehidupan, Kebebasan", seraya kaum perempuan melambaikan dan membakar kerudung mereka. [ANTARA]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI