Suara.com - Tragedi Stadion Kanjuruhan masih menyisakan duka dan trauma bagi seorang suporter Arema FC, Andi Hariyanto. Kepedihannya yang kehilangan empat anggota keluarganya itu diangkat oleh media asing, Reuters.
Menyadur Reuters, Andi Hariyanto merupakan seorang petani berusia 36 tahun. Dalam rangka pergi bertamasya dengan keluarga, ia pun menonton Arema FC pada hari Sabtu, 1 Oktober 2022.
Ia membawa istri, tiga anak; dua orang putri dan seorang putra, beserta sepupunya. Naas, momen keenam anggota keluarga pecinta bola itu berakhir mengenaskan.
Andi pun bersumpah tidak akan menonton pertandingan sepak bola lagi. Kematian istri, dua putri yang masih remaja beserta sepupunya akibat terinjak-injak benar-benar membuat hidupnya seolah berhenti.
Baca Juga: Nikita Mirzani Yakin Baim Wong Ingin Bikin Konten Korban Tragedi Kanjuruhan: Seribu Persen
Stadion Kanjuruhan yang berada di Malang, Jawa Timur tersebut menjadi porak poranda pasca penonton berhamburan menyelamatkan diri. Tragedi itu menjadi sejarah kelam persepakbolaan dunia.
Megap-megap akibat gas air mata sembari mencari istri dan anak
Saat itu, Andi sempat bertahan di tribun penonton sambil menggendong anak lelakinya yang masih balita. Matanya pedih dan beberapa kali ia tersandung saat gas air ditembakkan ke arah tribunnya.
Tembakan gas air mata itu telah membuatnya terpisah dari istri, dua putri dan sepupunya. Ketika keadaan mulai lebih tenang dan asap mulai menghilang, Andi mulai mencari istri dan anak perempuannya.
Perlahan ia membalikkan korban-korban yang telah terinjak dan tercekik saat berusaha melarikan diri. Saat itulah ia menemukan fakta ternyata beberapa pintu terkunci.
Baca Juga: Nikita Mirzani Yakin Baim Wong Ingin Datangi Korban Tragedi Kanjuruhan: Seribu Persen!
Andi terus berjalan melewati semua mayat. Selang beberapa waktu kemudian, ia melihat putrinya yang bernama Natasya dan Naila yang telah meninggal. Dalam keadaan duka, Andi tetap terus berjalan untuk menemukan istrinya.
Saat istri Andi ditemukan, ia sudah terluka. Andi pun membawa istrinya ke rumah sakit. Sayangnya sang istri meninggal dunia. Kedua putrinya yang berusia 16 dan 13 tahun itu merupakan anak angkat.
Andi bersumpah tak akan menonton sepak bola Lagi
Ia hanya akan memikirkan anaknya dan berjuang hidup. Baginya ini seperti mimpi, tetapi setiap kali terbangun, istrinya tidak ada lagi di rumah.
"Di mimpiku, semuanya masih nomrla dan yang terjadi ini terasa seperti kebohongan. Tapi setiap aku bangun, aku menyadari mereka sudah tidak ada lagi di sini," ungkap Andi.
Andi menyayangkan tindakan aparat dan seharusnya tidak pernah menembakkan gas air mata ke tribun karena kekacauan terjadi di lapangan.
Andi pun bersumpah tidak akan pernah menonton sepak bola lagi. Ia kini hanya ingin fokus membesarkan putranya yang masih kecil.
"Aku tidak akan pernah menonton sepak bola lagi. Sekarang aku hanya bisa memikirkan putraku dan aku tidak bisa memikirkan hal yang lain. Sekarang yang paling penting adalah bagaimana mendapatkan makan untuk besok," ucapnya.
Atas tragedi tersebut, pemerintah memberikan santunan sebesar Rp 50 juta rupiah kepada masing-masing korban. Presiden Joko Widodo juga telah mengunjungi Malang.
Padahal diketahui FIFA telah melarang penggunaan gas air mata dalam pertandingan bola. Polisi pun menyatakan penggunaan gas air mata di dalam stadion merupakan kekeliruan. Mereka mengaku tak pernah memerintah penggunaan gas tersebut.
Pihak berwenang mengatakan sebanyak 33 korban adalah anak-anak dalam rentang usia 4 hingga 17 tahun. Sejak saat itu, Andi berjanji tidak akan pernah menonton sepak bola lagi.
Kontributor : Annisa Fianni Sisma