Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang turut memantau kasus Tragedi Kanjuruhan menduga ada pihak-pihak yang mencoba mengaburkan fakta. Tentunya, hal ini dilakukan agar pertanggungjawabatan soal proses hukum menjadi kabur.
Ratusan orang tewas dalam insiden yang terjadi usai laga antara Arema Malang melawan Persebaya Surabaya itu pada Sabtu (1/10/2022) lalu.
"Jika dilihat perkembangan yang ada, saya menduga sepertinya ada pihak-pihak tertentu yang mencoba mengaburkan fakta. Bisa jadi, hal ini dilakukan agar menghindari pertanggungjawaban hukum terkait peristiwa yang terjadi," kata Ketua Divisi Hukum KontraS Andi Rezaldi dalam pesan singkat, Rabu (5/10/2022).
Teranyar, ada kabar yang menyebut kalau Aremania bernama Kelpin yang merekam insiden di Stadion Kanjuruhan diculik. Polisi pun membantah adanya penculikan dan berdalih hanya memeriksa sosok Kelpin sebagai saksi.
Andi menyebut, apa yang dilakukan polisi patut diduga sebagai bentuk intimidasi.
Tentunya, pola-pola semacam ini kerap menyasar kepada orang-orang yang bicara fakta terkait sebuah peristiwa.
"Kami menduga apa yang dilakukan pihak kepolisian ini sebagai bentuk intimidasi terhadap orang-orang yang bicara fakta terkait peristiwa kekerasan yang telah terjadi. Mungkin bagi mereka, cara-cara seperti ini ampuh untuk memberangus suara-suara kritis," sambungnya.
Menurut Andi, cara-cara membungkap suara kritis sebetulnya tidak akan bisa menutupi suatu fakta. Terlebih, fakta-fakta kekerasan yang dilakukan aparat terhadap para Aremania di Stadion Kanjuruhan pasti akan terungkap.
"Kami mendorong pihak kepolisian hentikan cara-cara intimidatif seperti itu," papar dia.
Dari Ade Armando Hingga PSSI
Pegiat media sosial, Ade Armando kembali menyedot perhatian dengan menuding Aremania sebagai penyulut kericuhan yang berakhir dengan tewasnya 125 orang di stadion Kanjuruhan, Malang.
Pernyataan itu disampaikan Ade dalam video yang tayang dalam kanal YouTube COKRO TV.
Dalam video itu, Ade Armando mengajak untuk bersikap objektif dalam melihat tragedi Kanjuruhan. Dia secara blak-blakan menilai dan menyebut Aremania lah yang menjadi akar masalah serta pemicu peristiwa memilukkan tersebut.
Ade juga menyebut pendukung Arema sombong seperti preman masuk lapangan karena dianggap melanggar peraturan stadion.
"Yang jadi pangkal masalah adalah suporter Arema yang sok jagoan melanggar semua peraturan dalam stadion dengan gaya preman masuk ke lapangan, petentengan,," ujar Ade Armando dilihat Suara.com, Selasa (04/10/2022).
Buntut tragedi di Stadion Kanjuruhan, Komdis PSSI memberikan sanksi kepada Ketua Panpel dan Security Officer Arema FC. Keputusan ini dibacakan oleh Ketua Komdis PSSI, Erwin Tobing dalam konferensi pers virtual pada Selasa (4/10/2022) kemarin lusa.
Hukumannya, Ketua Panpel maupun Security Officer Arema FC dilarang melakukan aktivitas di lingkungan sepakbola seumur hidup. Hal ini bisa dibilang sama saja dengan pemecatan.
Abdul Haris selaku Ketua Pelaksana disebut harus bertanggung jawab atas kelancaran event besar seperti Liga 1 ini. Ia sepatutnya bisa mengantisipasi segala kemungkinan.
"Kami melihat Ketua Pelaksana tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan cermat, dan tidak siap. Gagal mengantisipasi kerumunan orang datang padahal punya steward. Ada hal-hal yang harus disiapkan, pintu-pintu yang seharusnya terbuka, tapi tertutup," tulis keterangan tersebut.
Erwin juga menyebut bahwa panpel Arema FC tidak melakukan penggeledahan secara ketat. Ini lantaran pihaknya menemukan puluhan botol minuman keras (miras) yang diduga dibawa masuk oleh suporter ke dalam stadion.
Miras itu dianggapnya sebagai pemicu kekerasan yang berkaitan dengan kerusuhan Kanjuruhan, Sabtu lalu.
Ia menyayangkan hal tersebut, terlebih jumlahnya yang mencapai puluhan botol.
"Ditemukan ada banyak minuman keras, botol badek dalam botol plastik. Itu sampai ada 42 botol belum sempat diminum di dalam stadion," katanya dalam konferensi pers virtual.