Suara.com - Sempat mencuat kabar soal seorang Aremania atau suporter klub sepak bola Arema bernama Kelpin diculik pihak kepolisian. Musababnya, Kelpin merupakan sosok yang merekam detik-detik Aremania terjebak di pintu stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang pada Sabtu (1/10) lalu.
Kepolisian pun telah membantah soal adanya kabar penculikan tersebut. Polisi menyatakan cuma mengamankan Kelpin untuk menjadi satu dari 29 saksi yang diperiksa.
Ketua Divisi Hukum KontraS, Andi Rezaldi menyebut, apa yang dilakukan polisi patut diduga sebagai bentuk intimidasi. Tentunya, pola-pola semacam ini kerap menyasar kepada orang-orang yang bicara fakta terkait sebuah peristiwa.
"Kami menduga apa yang dilakukan pihak kepolisian ini sebagai bentuk intimidasi terhadap orang-orang yang bicara fakta terkait peristiwa kekerasan yang telah terjadi. Mungkin bagi mereka, cara-cara seperti ini ampuh untuk memberangus suara-suara kritis," kata Andi saat dihubungi Suara.com, Rabu (5/10/2022).
Menurut Andi, cara-cara membungkap suara kritis sebetulnya tidak akan bisa menutupi suatu fakta. Terlebih, fakta-fakta kekerasan yang dilakukan aparat terhadap para Aremania di Stadion Kanjuruhan pasti akan terungkap.
"Padahal sebetulnya tidak, kebenaran pasti akan terungkap. Salah satunya berkaitan dengan keterlibatan dan pertanggungjawaban hukum pimpinan dan anggota aparat keamanan yang melakukan kekerasan," jelas dia.
Untuk itu, KontraS mendorong pihak kepolisian untuk menghentikan cara-cara intimidatif seperti itu.
Respons LPSK
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK meminta Kelpin perekam kengerian Pintu 13 saat Tragedi Kanjuruhan untuk mengajukan permohonan. Beredar kabar bahwa Kelpin sempat diculik.
Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu mengatakan kabar dugaan penculikan Kelpin telah diterimanya sejak Senin (4/10) kemarin.