Suara.com - Tragedi Kanjuruhan memang menyimpan duka mendalam bagi seluruh masyarakat Indonesia, terutama bagi keluarga korban.
Duka atas tragedi Kanjuruhan juga dirasakan oleh M. Munif, seorang bapak yang kehilangan putrinya usai pamit nonton laga Arema dan Persebaya itu.
Munif mulanya mengizinkan putrinya menonton sepakbola untuk yang pertama kali. Dia pikir, jika sudah memiliki tiket sang putri akan dijamin keselamatannya oleh petugas keamanan.
"Anak saya sudah punya tiket, itu harusnya dia aman. Tapi lain pas di lapangan, justru anak saya meninggal, meninggalnya anak saya karena serangan gas air mata," ujar Munif dalam perbincangan di TV One.
![Sejumlah coretan berisi kekecewaan menghiasi dinding Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, Selasa (4/10/2022). Mereka minta agar kasus Tragedi Kanjuruhan yang menelan lebih dari 100 orang meninggal dunia diusut tuntas. [Suara.com/Dimas Angga]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/10/04/55685-coretan-berisi-kekecewaan-menghiasi-dinding-stadion-kanjuruhan-malang-tragedi-kanjuruhan.jpg)
Dia menyatakan adanya penembakan gas air mata ke tribun penonton yang notabene dalam situasi yang masih kondusif.
"Yang saya tahu kan enggak boleh ada gas air mata. Suporter bawa korek aja enggak boleh kenapa aparat bisa masukin gas air mata," kata Munif.
"Apa itu diperbolehkan apakah itu kesengajaan mau bunuh suporter Arema termasuk anak saya," tambahnya.
Lebih lanjut dia merasa anaknya sebagai korban pembunuhan tim pengamanan yang tak lain adalah aparat kepolisian dan tentara.
"Yang jelas anak saya ini bukan mati karena apa, ini jelas-jelas dibunuh anak saya sama keamanan di lapangan, padahal aparat harusnya melindungi bukan untuk membunuh kenapa harus begitu jadinya," kata Munif.
Baca Juga: Ini Daftar dan Identitas Lengkap Korban Meninggal dan Luka Tragedi Kanjuruhan Malang
"Jelas-jelas itu anak saya kena tembakan gas air mata itu fakor utamanya seharunya enggak perlu kan," tambahnya.