Suara.com - Tragedi yang sampai membuka mata dunia ini disebut publik sebagai keteledoran Polri. Ratusan korban di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada Sabtu (1/10/2022) diduga tewas karena penembakan gas air mata yang terlalu banyak.
Sejumlah pihak juga menyinggung bahwa ada larangan dari FIFA terkait penggunaan gas air mata untuk mengamankan massa di dalam stadion. Aturan ini tertuang pada Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19.
Dengan kata lain, tim kepolisian yang berjaga saat laga antara Arema FC dan Persebaya Surabaya itu dianggap telah melanggar aturan FIFA. Buntut perkara ini, sepak bola Indonesia terancam menerima sanksi.
Namun, polisi melalui laman resmi polri.go.id, Senin (3/10/2022), menyampaikan penjelasan versi mereka. Penjelasan polisi dalam bentuk opini ini dipampang di laman resmi dengan judul "Yang Luput Perhatian Publik dari Tragedi Kanjuruhan".
Penjelasan itu terkait mengapa pemakaian gas air mata di Kanjuruhan wajar, meski dilarang FIFA. Alasan polisi menggunakan gas air mata disebut untuk menghentikan tindakan anarkis sebagian Aremania (suporter Arema). Atas dasar ini, mereka memilih bersikap fair play (bermakna profesional atau sportif).
Polisi menyebut, Aremania yang kecewa karena tim kesayangan kalah dari sang rival merupakan hal lumrah. Namun, menjadi tidak wajar bahkan berakibat buruk jika melampiaskannya dengan tindakan anarkis.
Disebut polisi dalam penjelasan itu, ada sejumlah suporter yang mengejar serta mengancam para pemain Arema FC. Tindakan seperti itu, katanya, tidak dapat dibenarkan.
Maka, menurut polisi, wajar jika para personel yang ditugaskan saat itu memakai gas air mata. Sebab untuk menghentikan aksi anarkis sebagian Aremania yang turun ke lapangan dan menghampiri para pemain.
"Oleh karena itu wajar pula bila kemudian personel kepolisian bertindak segera untuk menghentikan aksi anarkhis sebagian suporter Aremania yang meyerbu kedalam lapangan hijau dan mengejar para pemain usai laga Arema FC kontra Persebaya.
Baca Juga: Liga 2 Disetop Dua Pekan, PSMS Medan Tetap Berbenah
Polisi punya alasan juga kemudian menggunakan gas air mata untuk menghalau tindakan anarkhis sebagian suporter Aremania itu. Walaupun aturan FIFA melarang penggunaan gas air mata untuk menghalau tindakan anarkhis para suporter di stadion,"demikian isi opini di laman Polri tersebut.
Pori juga meminta agar publik tidak hanya menyudutkan personel polisi yang bertugas mengamankan situasi dengan gas air mata. Perilaku anarkis dari para suporter Arema pun menurutnya perlu disorot.
Misal, mengapa suporter bisa melampiaskan kekecewaan atas kekalahan tim kesayangannya dengan tindakan anarkis. Padahal, kalah menang dalam pertandingan sepak bola adalah sesutu yang umum.
"Dalam peristiwa tragedi Kanjuruhan yang menyebabkan hilangnya nyawa 130 orang suporter dan korban luka, kita mesti bersikap fair play pula. Kita tidak bisa hanya menyudutkan personel polisi yang bertugas mengamankan situasi yang anarkhi, walaupun menggunakan gas air mata saat menghalau para suporter Aremania yang turun dari tribun kemudian hendak 'menyerbu' para pemain karena rasa kecewa dan tidak terima atas kekalahan.
Perilaku anarkhis para suporter juga harus menjadi titik perhatian publik. Mengapa suporter bisa melampiaskan kekecewaan atas kekalahan tim kesayangannya itu kemudian harus menimbulkan tindakan anarkis. Bukankah kalah dan menang dalam pertandingan sepak bola adalah sesutu yang biasa saja," lanjut isi opini tersebut.
Di akhir penjelasannya, Polri masih akan mengusut sampai tuntas tindakan sebagian suporter di stadion Kanjuruhan. Diantaranya, mencari tahu apakah ada pemicu yang membuat Aremania merasa panas hingga berperilaku anarkis.
Di sisi lain, evaluasi penggunaan gas air mata juga perlu diadakan. Penyelidikan itu, kata Polri, akan dilakukan menyeluruh. Jadi, siapa saja yang melanggar, maka bisa ditindaklanjuti demi keadilan.
Adapun penjelasan versi Polri yang diunggah di laman resmi mereka bisa diakses di sini: polri.go.id.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti