Analisis Media Asing: 'Tak Bisa Dimaafkan' Polisi Pakai Gas Air Mata di Kanjuruhan

Selasa, 04 Oktober 2022 | 11:29 WIB
Analisis Media Asing: 'Tak Bisa Dimaafkan' Polisi Pakai Gas Air Mata di Kanjuruhan
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk lapangan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/tom.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Media asing Channel News Asia menyorot tajam tragedi Kajuruhan yang menewaskan 125 orang. Aksi polisi yang menggunakan gas air mata dalam pertandingan antara Arema vs Persebaya tanpa ragu disebut fatal dan "tidak bisa dimaafkan".

CNA menuliskan headline "'Tidak dapat dimaafkan' bagi polisi untuk menggunakan gas air mata dalam penyerbuan sepak bola Indonesia yang mematikan: Analis". Judul itu berdasarkan hasil wawancara dengan seorang analisis.

Menyadur CNA, Departemen Bisnis Olahraga Internasional di Universitas Victoria, Profesor Hans Westerbeek menjelaskan lingkungan stadion Kanjuruhan yang tertutup menawarkan sedikit pelarian bagi para korban. Padahal, dalam kejadian itu, mereka berusaha melarikan diri dari efek tersedak dan terbakar gas air mata.

Terbatasnya akses keluar menyebabkan sedikitnya 125 orang tewas, termasuk dua orang polisi. Westerbeek pun menegaskan jika penyelidikan harus dipusatkan pada peran pihak berwenang, di mana ini adalah polisi.

Baca Juga: Selain "Liga Indonesia Dibekukan 8 Tahun", Ini 6 Sanksi FIFA Imbas Tragedi Kanjuruhan

Menurutnya, gas air mata memicu kepanikan yang luar biasa di tengah kerumunan. Situasi ini diperparah saat gas air mata ditembakkan di ruang terbatas seperti stadium.

“Fakta bahwa orang tidak bisa bernapas, bahwa mereka berjuang untuk mendapatkan oksigen. Tentu dari sudut pandang kebijakan dan prosedur polisi, harus diketahui bahwa (gas air mata) menciptakan jumlah kepanikan terbesardi ruang terbatas,” kata Profesor Hans Westerbeek mengatakan kepada CNA Asia First, Senin (5/10/2022).

"Tentu saja, tidak bisa dimaafkan menggunakan gas air mata," tegasnya.

Diketahui, kekacauan bermula saat para suporter menyerbu lapangan. Situasi itu rupanya ditanggapi polisi dengan tembakan gas air mata yang diarahkan ke tribun. 

Alhasil, suporter di tribun yang tidak ikut merangsek ke tengah lapangan terkena dampak fatal. Mereka panik berusaha bernapas dan menghindari semburan gas air mata.

Baca Juga: 3 Oknum Polisi dan 1 TNI Jadi Pelaku Pencurian Kabel Telkom di Solo, Total 11 Orang Ditangkap

Tak sedikit yang terinjak-injak hingga terhimpit kehabisan napas saat mereka menyerbu ke arah gerbang di Stadion Kanjuruhan di Malang.

Dalam kejadian itu, polisi menyebut banyak korban yang hancur atau mati lemas. Tak terkecuali 32 anak-anak yang meninggal dunia. Ini menjadi salah satu bencana stadion paling mematikan di dunia.

“Di ruang terbatas, mengapa Anda memutuskan untuk membuat tingkat kepanikan, di mana pada dasarnya Anda menggiring orang ke area yang tidak ada jalan keluar?” tanyanya.

"Saya pikir itu akan menjadi fokus investigasi internal dan lokal dari tindakan polisi," tandas Profesor Hans Westerbeek.

Sementara itu, Badan Sepak Bola Dunia, FIFA  mengatakan dalam peraturannya bahwa polisi atau otoritas keamanan dilarang membawa atau menggunakan senjata api atau gas pengendali massa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI