Suara.com - Kerusuhan besar di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10/2022) malam masih menyisakan duka mendalam.
Tercatat 170 orang lebih meninggal dunia dalam peristiwa ini, yang bukan hanya menyebabkan Indonesia berduka melainkan juga komunitas sepak bola di berbagai penjuru dunia.
Publik menduga kuat kerusuhan terjadi karena polisi yang menggunakan gas air mata untuk memukul mundur massa yang turun ke lapangan setelah Arema FC kalah dari Persebaya Surabaya.
Apalagi karena menurut salah satu penonton yang selamat, pintu masih sempat terkunci ketika sejumlah tribun di Stadion Kanjuruhan mulai diselimuti dengan gas air mata yang tebal.
"Banyak dari suporter yang menyelamatkan diri dengan melompat dari tribun, sehingga banyak yang terinjak ataupun terkena dari kaki dan tendangan dari suporter yang ingin menyelamatkan diri," ujar Muhammad Imron, kontributor yang melaporkan langsung dari Kabupaten Malang.
"Akan tetapi pada saat itu kondisi pintu stadion ini masih tertutup. Dari petugas sendiri untuk berusaha membuka pintu stadion, sehingga berjubel atau terjadi kerumunan dari penonton yang berusaha menyelamatkan diri," sambungnya, dikutip Suara.com dari kanal YouTube tvOneNews, Minggu (2/10/2022).
Menurut Imron, saat itu justru pintu di dekat Tribun VIP lah yang dibuka terlebih dahulu oleh petugas. Padahal tembakan gas air mata justru mengarah ke tribun-tribun umum.
"Suporter yang ada di Tribun VIP ini berbeda dari yang di Tribun Umum. Mereka berusaha menyelamatkan diri dari pintu yang telah dibuka oleh petugas dan panitia, sehingga ada jalur sendiri untuk menyelamatkan diri," jelasnya yang mengutip penjelasan dari salah seorang korban selamat.
Gambaran Kerusuhan Penonton di Pintu Keluar Stadion
Baca Juga: Berduka Tragedi Stadion Kanjuruhan, Suporter Sepak Bola di Sumsel Sesalkan Tembakan Gas Air Mata
Salah satu tribun yang ditembakkan gas air mata adalah Tribun 12, membuat para penontonnya dengan panik berusaha menyelamatkan diri.
Dilihat dari akun Instagram @majeliskopi08, terlihat sejumlah penonton yang nekat meloncat dari pagar tribun sambil terbatuk-batuk. Tampak para penonton kocar-kacir menyerbu pintu keluar.
Situasi ini pun membuat pintu keluar stadion begitu rusuh dipadati massa. Penonton mendesak ingin segera bisa keluar tetapi terhalang oleh besi dan pintu yang masih terpasang.
"Hei kasihan itu! Pinggirkan besinya!" seru seorang pemuda karena melihat besi-besi di pintu keluar menghalangi keluarnya massa.
Tampak mereka saling berebut untuk keluar, menyebabkan pintu jadi mampet dan malah menghalangi suporter lain yang berusaha menyelamatkan diri.
Situasi seperti inilah yang membuat ratusan nyawa melayang di Tragedi Kanjuruhan. Tim medis menyebut kebanyakan penonton meninggal dunia akibat trauma, sesak napas, terinjak-injak, hingga terpapar gas air mata.
Warganet Tuntut Polisi Bertanggung Jawab
Meski tragedi disebut bermula dari sejumlah suporter yang turun karena tidak terima Arema FC kalah di kandang sendiri, publik tetap mendesak kepolisian untuk ikut bertanggung jawab.
Apalagi karena induk organisasi sepak bola dunia, FIFA, telah dengan tegas melarang penggunaan gas air mata di pertandingan. Hal ini tercantum di FIFA Safety and Security Regulations, tepatnya di poin 19B.
"Usut yang nembakkan gas air mata..." kecam warganet.
"Memang aneh aparatnya,, kan posisinya di dalam stadion kenapa harus menghunakan gas air mata? Kok semacam gak mikir akibatnya gitu.." kata warganet lain.
"Padahal FIFA larang gas airmata di dalam stadion," komentar warganet.
"ASTAGHFIRULLAH... Aduhhh ga tega liat nya... serasa ada di dalam suasana itu. Sesak," timpal yang lainnya.