Suara.com - Tragedi meninggalnya ratusan suporter Arema FC di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10/2022) malam menjadi sorotan publik.
Salah satu yang sangat disorot adalah penggunaan gas air mata oleh pihak kepolisian. Bahkan di salah satu video terlihat suasana tribun penonton yang sampai seolah tertutup awan putih akibat pekatnya gas air mata yang ditembakkan.
Publik lantas mempertanyakan mengapa polisi memakai gas air mata untuk penanganan massa sepak bola. Padahal induk organisasi sepak bola internasional, FIFA, telah melarang penggunaan gas air mata di pertandingan.
Masalah ini pun turut ditanggapi oleh Ketua Komisi Disiplin Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Erwin Tobing. Dikutip dari tayangan di kanal YouTube CNN Indonesia, Erwin mengaku PSSI tidak pernah mencampuri prosedur operasional standar (SOP) pengamanan pertandingan sepak bola.
"Kita tidak mengatur kepolisian. Kita hanya meminta keamanan, nah dia ada SOP itu terserah," jelas Erwin, seperti dikutip Suara.com pada Minggu (2/10/2022).
"SOP polisi saya tidak campuri. Nanti ada pihak yang menilai itu," sambungnya.
Erwin sendiri justru menegaskan larangan membawa gas air mata tersebut utamanya berlaku untuk para penonton. Dalam hal ini, penonton tidak diperbolehkan membawa gas air mata maupun flare yang dapat membahayakan jalannya pertandingan.
"Di FIFA itu ditentukan tidak boleh ada flare, penonton. Kalau urusan pengamanan itu nanti biar ada tim sendiri yang akan menilai sendiri SOP kepolisian," jelas Erwin.
"Penonton tidak boleh bawa gas, tidak boleh pakai flare, itu ada hukumannya denda berat, bisa sampai 100 juta lah, dendanya," lanjutnya.
Baca Juga: Tragedi Kerusuhan dalam Sepak Bola Dunia, Termasuk Peristiwa di Stadion Kanjuruhan Malang
Karena itulah nanti SOP pengamanan oleh pihak kepolisian akan kembali dievaluasi oleh pihak yang berwenang. Karena itu pula PSSI langsung membentuk tim investigasi khusus untuk memeriksa penyebab terjadinya tragedi di Stadion Kanjuruhan.