Suara.com - Berbagai media asing turut memberitakan kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada Sabtu (1/10) yang menewaskan 130 orang, dan beberapa di antaranya menyoroti penggunaan gas air mata oleh pihak kepolisian yang menyalahi aturan FIFA.
Tragedi ini sendiri terjadi usai berakhirnya pertandingan Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya. Usai peluit panjang dibunyikan wasit, ribuan Aremania (pendukung Arema) menerobos masuk ke dalam stadion usai timnya kalah 2-3 atas Persebaya.
Untuk mengurai massa, aparat kepolisan menembakan gas air mata. Alih-alih membubarkan kerumunan di dalam stadion, tembakan gas air mata itu malah membuat suporter yang berada di atas tribun stadion berjatuhan. Desak-desakan juga tidak dapat dihindari ketika ribuan pendukung mencoba meninggalkan area staion.
Total 130 supporter dinyatakan tewas dalam tragedi ini.
Kejadian ini mendapat perhatian berbagai media asing, dan beberapa di antara menyoroti penggunaan tear gas atau gas air mata oleh aparat kepolisian yang menyalahi aturan organisasi sepak bola internasional FIFA.
Salah satunya adalah media asal Inggris, The Guardian, yang memberitakan penggunaan gas air mata di Stadion Kanjuruhan di tengah upaya para suporter untuk meninggalkan lokasi.
“Beberapa gambar yang diambil dari dalam stadion menunjukkan gas air mata dalam jumlah besar serta orang-orang yang mencoba memanjat pagar,” sebut The Guardian dalam artikelnya.
Media Inggris lainnya, BBC, juga mengkritik keputusan aparat kepolisian untuk menembakkan tear gas di saat FIFA telah secara tegas melarang penggunaannya dalam pertandingan sepak bola.
“FIFA, badan sepak bola dunia, menyatakan bahwa ‘gas pengendali massa’ tidak boleh dibawa atau digunakan oleh panitia pertandingan atau polisi,” tulis BBC.
Artikel BBC itu juga menyebut bahwa kekerasan bukan hal yang asing di sepak bola Indonesia dan membandingkan tragedi di Stadion Kanjuruhan dengan tragedi di Stadion Hillsborough tahun 1989 yang menewaskan 97 suporter Liverpool.
Kapolda Jawa Timur, Irjen Nico Afianta, mengklaim pihaknya telah memperingati ribuan suporter yang turun ke lapangan dan menyerang pemain dan ofisial Arema serta pihak keamanan. Namun, Nico mengatakan peringatan itu tidak dihiraukan sehingga aparat memutuskan untuk menggunakan tear gas.
“Kemudian aparat keamanan mengambil tindakan dengan menembakkan gas air mata ke arah suporter Aremania yang menyerang tersebut,” katanya.