Suara.com - Tragedi menewaskan ratusan penonton sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022), salah satunya disebabkan oleh tembakan gas air mata.
Gas air mata memang dapat menimbulkan bahaya bagi siapapun yang terpapar. Namun, apakah benar bahwa gas ini bisa memicu kematian seperti yang terjadi di Stadion Kanjuruhan?
Sebelum itu, aparat kepolisian disebut menembakkan terlalu banyak gas air mata lantaran Aremania (sebutan untuk supporter Arema FC) protes ke para pemain dengan turun langsung ke lapangan sebab klub yang didukung kalah dari Persebaya 2-3.
Lantas, apa saja bahaya gas air mata dan seperti apa pelarangan penggunaannya dalam pengamanan pertandingan sepak bola? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini.
Gas air mata mengandung senyawa kimia aktif berupa halogen organic sintetik. Zat ini bukan gas biasa, tetapi sejenis benda cair atau padat yang dapat menyebar secara halus di udara. Tepatnya melalui pemakaian semprotan, generator, dan granat.
Senyawa halogen organic sintetik yang umum ditemukan pada gas air mata ini adalah Chlorobenzylidenemalononitrile (CS) dan Chloroacetaphenone (CN).
Senyawa CN menjadi kandungan yang paling sering ditemukan pada gas air mata sehingga lebih cepat menyebabkan gangguan pada mata. Berbeda dengan senyawa CS yang hanya menimbulkan sensasi panas.
Tepatnya pada saluran pernafasan. Dengan kata lain, senyawa jenis ini bisa lebih cepat hilang dalam waktu sekitar 5-10 menit begitu orang yang terpapar mencium udara segar.
Adapun cara kerja gas air mata menurut Perhimpunan Dokter Emergency Indonesia, bisa berpengaruh jika terhirup oleh manusia. Sejumlah ahli juga menyatakan bahwa senyawa kimia yang ada di dalam gas ini terhirup, tubuh akan bereaksi secara alami.
Diantaranya, mendadak batuk, tersedak, hingga lendir mengalir dari hidung. Apabila senyawa kimia tersebut telah mengenai bagian tubuh lain, maka akan memicu rasa sakit, seperti peradangan.