Suara.com - Tertangkapnya seorang hakim Mahkamah Agung (MA) atas kasus dugaan suap telah mengguncang dunia peradilan. Dunia pendidikan hukum juga dinilai ikut miris dengan kasus Hakim Agung Sudrajad Dimyati yang terjaring OTT KPK.
Meski demikian, OTT KPK terhadap Sudrajad Dimyati dinilai bisa dijadikan pintu masuk reformasi perubahan paradigma selamatkan peradilan. Ini dikatakan oleh Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi dan Good Governance (Parang) Universitas Lambung Mangkurat, Ahmad F Hadin.
"Budaya negosiasi penangan perkara kerap terjadi sehingga paradigma judicial independency dan judicial accountability menjadi keharusan," kata Ahmad di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu (1/10/2022).
Ahmad menjelaskan bahwa judicial independency diartikan sebagai kekuasaan kehakiman yang merdeka alias tidak adanya ketergantungan. Sedangkan judicial accountability adalah pertanggungjawaban hakim atas putusannya berdasarkan prinsip keadilan yang sesuai.
Baca Juga: KPK Jago Bisa Lumpuhkan Kejahatan Suap Hakim Agung Sudrajad Dimyati
Menurutnya, masalah pengawasan hakim dan pembinaan hakim menjadi porsi besar yang harus diperbaiki melalui Komisi Yudisial yang memiliki peran strategis bersama Mahkamah Agung.
Selain itu, Ahmad juga menyoroti proses rekrutmen hakim agung di Indonesia. Ia menilai kualitas proses rekrutmen hakim agung di Tanah Air harus dijalankan dengan transparan dan partisipatif.
Hal tersebut dilakukan demi menghasilkan para "Yang Mulia" yang memiliki prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, sepaket dengan pertanggungjawaban hakim atas putusannya berdasarkan prinsip keadilan yang sesuai.
Dosen hukum tata negara di Fakultas Hukum ULM ini menyebut kasus OTT KPK terhadap Sudrajad sangat menyedihkan. Bahkan membuat Mahkamah Agung tertimpa bencana serius, .
Tak cuma dunia peradilan yang terguncang, Ahmad juga menyebut dunia pendidikan hukum pun ikut miris dengan adanya hakim agung yang terjerat tindak pidana korupsi.
Baca Juga: Marak PNS Main Kasus di Mahkamah Agung, Anggota Komisi III: Bisa Jadi Celahnya DIsitu
Risiko besar korupsi di tingkat Mahkamah Agung itu juga akan membuat tingkat kepercayaan publik terhadap institusi peradilan juga semakin besar.
"Banyak sekali kita dengar bagaimana pencari keadilan mempunyai pengalaman dan tantangan yang beragam macam saat berperkara di pengadilan lingkup di bawah Mahkamah Agung sampai tingkat kasasi sekalipun," ucapnya.
Ia khawatir kasus kali ini hanya puncak gunung es. Ia berharap ke depan "pabrik yurisprudensi hukum" di Indonesia benar-benar melahirkan putusan yang putusan penting, berupa keadilan hakiki. [ANTARA]