Suara.com - Dalam catatan sejarah, tragedi tanggal 30 September yang kemudian dinamakan G30S selalu diikuti dengan nama Partai Komunis Indonesia (PKI). Sebagian orang mungkin bertanya, benarkah PKI satu-satunya dalang dibalik peristiwa G30S?
Dilansir dari berbagai sumber, masyarakat Indonesia di doktrin bahwa dalang dari peristiwa berdarah yang terjadi pada 30 September 1965 adalah PKI. Bahkan selama masa orde baru, tragedi pahit yang menjadi sejarah kelam bangsa Indonesia itu selalu ditulis dengan istilah G30S/PKI, di mana hal itu merujuk doktrin bahwa PKI adalah satu-satunya dalang dari peristiwa berdarah tersebut.
Bahkan, penayangan film G30S PKI menjadi suatu agenda yang wajib pada masa Orde Baru. Namun setelah 6 tahun sejak masa Orde Baru tumbang, tepatnya pada tahun 2004, kurikulum pendidikan tidak lagi mencantumkan "/PKI" di belakang G30S. Selain itu, film G30S PKI yang sejak 1984 pada masa Orde Baru yang selalu ditayangkan setiap tahun, penyangannya kemudian dihentikan.
Hal itu disebabkan oleh berbagai penelitian yang mengungkapkan fakta bahwa PKI ternyata bukan dalang tunggal peristiwa tersebut.
Baca Juga: Kisah Cucu Musso dan Kerabat Kiai Korban PKI Madiun 1948
Siapa Dalang G30S yang Sebenarnya?
Dikutip dari artikel berjudul Lima Versi Pelaku G30S, tertulis bahwa ada lima versi dalang yang bertanggung jawab terhadap peristiwa berdarah pada 30 September 1965 lalu.
Lima versi dalang itu menyebut selain PKI, nama CIA, Soekarno, Soeharto juga ikut serta dikaitkan dengan peristiwa G30S. Berikut ini adalah dugaan lima dalang peristiwa berdarah yang menjadi sejarah kelam Indonesia tersebut:
1. Partai Komunis Indonesia (PKI)
DN Aidit, selaku pemimpin PKI melambaikan tangannya, di mana hal ini merupakan versi rezim Orde Baru. Literatur pertama dibuat oleh sejarawan Nugroho Notosusanto dan Ismael Saleh bertajuk Tragedi Nasional Percobaan Kup G30S/PKI di Indonesia (1968).
Baca Juga: Beredar Video Bertuliskan G30S PKI Versi Sepakbola, Dimana Nuranimu Pak
Buku ini juga menjadi acuan pembuatan film Pengkhianatan G30S/PKI garapan Arifin C Noer. Selain itu, rezim Orde Baru membuat Buku Putih yang dikeluarkan oleh Sekretariat Negara dan Sejarah Nasional Indonesia suntingan Nugroho Notosusanto yang kemudian diajarkan di sekolah-sekolah semenjak Soeharto berkuasa. Oleh karena itu, versi Orde Baru mencantumkan “PKI” di belakang G30S.
2. Konflik Internal Angkatan Darat Ahmad Yani dan Abdul Haris Nasution
Sejarawan Cornell University, Benedict ROG Anderson dan Ruth McVey, mengemukakan bahwa peristiwa G30S adalah puncak konflik internal Angkatan Darat.
Dalam Army and Politics in Indonesia (1978), sejarawan Harold Crouch mengatakan, bahwa menjelang tahun 1965, Staf Umum Angkatan Darat (SUAD) pecah menjadi dua faksi. Kedua faksi ini sama-sama anti-PKI, namun berbeda sikap dalam menghadapi Presiden Soekarno.
3. Presiden Soekarno
Presiden Soekarno dan Presiden John F Kennedy dalam lawatan tahun 1961. Setidaknya ada tiga buku yang menuding Presiden Soekarno terlibat dalam peristiwa G30S. Untuk menyanggah buku-buku tersebut, Yayasan Bung Karno lantas menerbitkan buku Bung Karno Difitnah pada 2006.
4. Letjen Soeharto
Letjen TNI Soeharto, pada waktu itu menjabat Menpangad, menerima delegasi KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), salah satu organisasi antikomunis. Adanya fakta bahwa Soeharto bertemu dengan Latief dan mengetahui rencana G30 namun tidak melaporkannya kepada Ahmad Yani atau AH Nasution, menjadi titik masuk bagi analisis “kudeta merangkak” yang dilakukan oleh Soeharto.
5. Central Intelligence Agency (CIA)
Sebagai konsekuensi dari Perang Dingin tahun 1960-an, Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya seperti Australia, Inggris, dan Jepang berkepentingan agar Indonesia tidak jatuh ke tangan komunis.
AS lantas menyiapkan beberapa opsi terkait situasi politik di Indonesia. Keterlibatan AS melalui operasi CIA dalam peristiwa G30S telah terang benderang diungkap berbagai sumber.
Itulah ulasan mengenai dalang G30S PKI yang perlu diketahui. Menurut pendapat pribadi Anda, siapa aktor dibalik tragedi berdarah tersebut?
Kontributor : Rishna Maulina Pratama