Suara.com - Inilah profil AH Nasution, seorang perwira TNI berhasil lolos dari serangan Gerakan 30 September 1965 atau G30S PKI. Pemilik nama lengkap Abdul Haris Nasution ini merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia yang merupakan salah satu tokoh TNI AD yang menjadi sasaran dalam peristiwa G30S PKI.
Seperti apa profil AH Nasution selengkapnya hingga menjadi target serangan G30S PKI? Langsung saja simak ulasannya di bawah ini.
Latar Belakang AH Nasution
Abdul Haris Nasution adalah putra kedua dari pasangan H Abdul Halim Nasution dan Zahara Lubis, yang lahir pada tanggal 3 Desember 1918 di Kotanopan, Sumatera Utara.
Baca Juga: Ucapan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2022 untuk Diunggah ke Sosial Media
Abdul Haris Nasution berhasil menyelesaikan pendidikannya di Hollandsche Inlandsche School (HIS) pada tahun 1932. Kemudian melanjutkan pendidikannya di Sekolah Raja Hoofdenschool, yaitu sekolah pamong praja di Bukit Tinggi.
Lalu pada tahun 1935, Abdul Haris Nasution melanjutkan pendidikannya di Hollandsche Inlandsche Kweekschool (HIK), yaitu sebuah sekolah guru menengah di Bandung. Setelah itu, dirinya mengikuti ujian Algemene Middelbaare School B (AMS) di Jakarta, sehingga hal itulah yang menyebabkan Nasution memperoleh dua ijazah sekaligus pada 1938.
Setelah berhasil menempuh dan menyelesaikan pendidikannya, AH Nasution kemudian menjadi guru di Bengkulu dan Palembang. Pada saat itu, Abdul Haris Nasution mulai dikenal dengan nama Pak Nas.
Namun, ternyata pekerjaan sebagai seorang guru kurang cocok baginya. AH Nasution mulai tertarik dengan militer dan mengikuti Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) KNIL atau Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Bandung, pada 1940-1942.
Baca Juga: Fakta Lubang Buaya dan Kaitannya dengan G30S PKI dan Propaganda Politik
Jabatan yang pernah diemban oleh AH Nasution dilansir dari situs Pusat Penerangan Markas Besar TNI adalah sebagai berikut:
- Kepala Staf Komandemen I/Jawa Barat, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) (1945)
- Komandan Divisi I/Jawa Barat (1945)
- Panglima Divisi III TKR (kemudian: Tentara Republik Indonesia, atau TRI) Bandung (1945)
- Panglima Divisi I/SIliwangi (1946-1948)
- Wakil Panglima Besar Angkatan Perang Mobil )1948)
- Wakil Panglima Besar Angkatan Perang/Kepala Staf Operatif, Markas Besar Angkatan Perang, RI (1948)
- Panglima Markas Besar Komando Djawa (MBKD) (1948)
- Panglima Tentara dan Teritorium Djawa (PTTD) (1948)
- Kepala Staf AD (KSAD) Jakarta (1949-1952) dan (1955-1962)
- Menteri Keamanan Pertahanan, Kabinet Kerja (1959-1960)
- Menteri Keamanan Nasional, Kabinet Kerja II (1960-1962)
- Wakil Panglima Besar (1961-1962)
- Wakil Menteri Pertama/Koordinator bidang Pertahanan-Keamanan, Kabinet Kerja III (1962-1963)
- Menteri Koordinator Kompartemen Pertahanan Keamanan, Kabinet IV (1963-1964)
- Menteri Koordinator Kompartemen Pertahanan Keamanan, Kabinet Dwikora (1964-1966)
- Wakil Panglima Besar Komando Operasi Tertinggi (Koti)/Kepala Staf Angkatan Bersenjata RI (1966)
- Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) (1966-1972)
Selamat dari Serangan G30S PKI
Dalam peristiwa G30S PKI, Abdul Haris Nasution memang selamat. Namun, AH Nasution harus kehilangan putrinya, yaitu Ade Irma Nasution dan ajudannya, Lettu Pierre Tendean. Pada saat itu, ada tentara yang melepaskan tembakan, namun ternyata terpeleset.
AH Nasution berhasil memanjat dinding lalu terjatuh ke halaman Kedutaan Irak untuk bersembunyi. Akibat kejadian tersebut, dirinya mengalami patah pergelangan kaki. Abdul Haris Nasution meninggal dunia di Jakarta, 6 September 2000 umur 81 tahun.
Seperti itulah profil AH Nasution, sosok perwira TNI yang lolos dari G30S PKI meskipun akhirnya kehilangan putrinya.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama