Cerita Adanya Intervensi Politik, AHY Pertanyakan Kasus Lukas Enembe Murni Hukum atau Ada Muatan Politis

Kamis, 29 September 2022 | 11:56 WIB
Cerita Adanya Intervensi Politik, AHY Pertanyakan Kasus Lukas Enembe Murni Hukum atau Ada Muatan Politis
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mempertanyakan soal dugaan kasus suap dan gratifikasi yang membelit kadernya Lukas Enembe. (Suara.com/Bagaskara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mempertanyakan soal dugaan kasus suap dan gratifikasi yang membelit kadernya Lukas Enembe murni soal hukum atau ada muatan politiknya. Pasalnya Demokrat miliki pengalaman tersendiri berkaitan dengan Lukas Enembe.

"Setelah mendengarkan penjelasan beliau (Lukas) tersebut serta membaca pengalaman empiric pada 5 tahun terakhir ini, kami melakukan penelaahan secara cermat, apakah dugaan kasus pak Lukas ini murni soal hukum atau ada pula muatan politiknya," kata AHY dalam konferensi persnya di Kantor DPP Demokrat, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).

"Mengapa kami bersikap seperti ini? Karena partai Demokrat memiliki pengalaman berkaitan dengan pak Lukas Enembe," sambungnya.

AHY lantas membeberkan soal adanya dugaan intervensi elemen negara untuk memaksakan salah seorang bakal calon wakil gubernur Papua menemani Lukas Enembe.

Baca Juga: "Siapa yang Mau Tanggung Jawab Kalau Tensi Gubernur Lukas Enembe Naik 200?"

"Pada 2017, partai Demokrat pernah memberikan pembelaan terhadap pak Lukas Enembe ketika ada intervensi dari elemen negara untuk memaksakan salah seorang bakal calon wakil gubernur sebagai wakilnya pak Lukas dalam pilkada tahun 2018 yang lalu," tuturnya.

AHY mengatakan, soal penentuan calon gubernur dan calon wakil gubernur Papua dalam Pilkada Papua, tentu sepenuhnya merupakan kewenangan partai Demokrat, apalagi waktu itu Demokrat bisa mengusung sendiri calon-calonnya.

"Ketika itu, pak Lukas diancam untuk dikasuskan secara hukum apabila permintaan pihak elemen negara tersebut tidak dipenuhi," tuturnya.

Namun menurutnya upaya intervensi itu bisa teratasi. Hanya saja AHY mengklaim tak sampai di situ. Upaya intervensi juga terjadi ketika wakil gubernur Papua yang menemani Lukas meninggal dunia.

"Upaya untuk memaksakan cawagub yang dikehendaki oleh pihak yang tidak berwenang hidup kembali. Saat itu pun Partai Demokrat kembali melakukan pembelaan secara politik terhadap pak Lukas. Kami berpandangan, intervensi dan pemaksaan semacam ini tidak baik untuk kehidupan demokrasi kita," tuturnya.

Baca Juga: AHY: Jokowi Cuma Sibuk Gunting Pita, KSP: Mestinya Ucapan AHY untuk Refleksi Diri

Lebih lanjut, AHY mempertanyakan, soal penetapan tersangka terhadap Lukas oleh KPK yang diklaimnya dilakukan tanpa dilakukan pemeriksaan sebelumnya.

"Pada tanggal 5 September 2022, tanpa pemeriksaan sebelumnya, pak Lukas langsung ditetapkan sebagai tersangka. Beliau dijerat dengan pasal baru, yakni pasal 11 atau 12 Undang-Undang Tipikor tentang delik gratifikasi," pungkasnya.

KPK sebelumnya menyatakan pihaknya sampai saat ini belum mendapatkan informasi yang sahih soal kondisi kesehatan Gubernur Lukas Enembe setelah beberapa kali mangkir pemanggilan dengan alasan sakit.

Gubernur Papua Lukas Enembe [www.lukasenembe.com]
Gubernur Papua Lukas Enembe jadi tersangka KPK. [www.lukasenembe.com]

"Sampai dengan hari ini, KPK belum mendapatkan informasi yang sahih dari pihak dokter ataupun tenaga medis yang menerangkan kondisi saudara LE (Lukas Enembe) dimaksud," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya pada Senin (26/9/2022).

Lukas Enemebe Mangkir

Sebelumnya Lukas Enembe tidak memenuhi panggilan KPK dengan alasan masih sakit. Dari agenda pemanggilan itu, Lukas bakal diperiksa KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua.

Panggilan tersebut merupakan yang kedua untuk Lukas Enembe setelah sebelumnya dia tidak menghadiri panggilan dalam kapasitas sebagai saksi pada Senin (12/9) lalu.

"Kami tentu menyayangkan sikap saudara LE yang memilih untuk tidak memenuhi panggilan tim penyidik KPK. Meski sebelumnya pihak kuasa hukum telah menyampaikan rencana ketidakhadiran tersebut karena alasan kondisi kesehatan saudara LE," kata Ali, Senin (26/9) kemarin.

Oleh karena itu, lanjut dia, KPK mengharapkan peran kuasa hukum seharusnya bisa menjadi perantara yang baik agar proses penanganan perkara berjalan efektif dan efisien.

"Bukan justru menyampaikan pernyataan yang tidak didukung fakta sehingga bisa masuk dalam kriteria menghambat atau merintangi proses penyidikan yang KPK tengah lakukan," ujarnya.

KPK pun mengingatkan berbagai modus para pihak yang berperkara di KPK berupaya menghindari pemeriksaan KPK dengan dalih kondisi kesehatan. Hal tersebut justru difasilitasi oleh kuasa hukum maupun tim medis para pihak tersebut.

"KPK pun tidak segan untuk mengenakan Pasal 221 KUHP ataupun Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 kepada para pihak yang diduga menghalang-halangi suatu proses hukum (obstruction of justice)," ucap Ali.

Sebelumnya, Stefanus Roy Rening selaku kuasa hukum Lukas Enembe mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin untuk menginformasikan ketidakhadiran kliennya tersebut.

"Benar, hari ini saya ke sini mewakili Pak Gubernur Lukas Enembe karena beliau berhalangan hadir karena sakit," kata Roy Rening.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI