Suara.com - Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengaku bahwa pihaknya sempat kesulitan menjalin komunikasi dengan kadernya yakni Gubernur Papua Lukas Enembe pasca terbelit kasus suap gratifikasi.
AHY mengungkap salah satu yang jadi kendala juga yakni karena Lukas alami sakit stroke sejak 4 tahun lalu.
"Sejak KPK menetapkan status tersangka kepada bapak Lukas Enembe, kami telah melakukan berbagai upaya untuk berkomunikasi dengan beliau, guna mengumpulkan informasi, meminta klarifikasi, serta mencari solusi terbaik," kata AHY dalam konferensi persnya di Kantor DPP Demokrat, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).
Baca Juga: Terseret Kasus Korupsi, AHY Resmi Copot Sementara Lukas Enembe dari Jabatan Ketua Demokrat Papua
"Memang ada kesulitan komunikasi dengan bapak Lukas karena kondisi beliau yang sedang sakit dalam 4 tahun terakhir ini, pak Lukas sudah 4 kali terkena serangan stroke," sambungnya.
AHY menyampaikan, akibat penyakit yang dialami tersebut, Lukas ada keterbatasan dalam berjalan maupun berbicara. Namun, menurutnya, komunikasi akhirnya bisa terlaksana.
"Alhamdulillah meski dalam kesulitan, kami akhirnya bisa berkomunikasi dengan beliau tadi malam, dan setelah mendengarkan penjelasan beliau tersebut serta membaca pengalaman empiric pada 5 tahun terakhir ini, kami melakukan penelaahan secara cermat, apakah dugaan kasus pak Lukas ini murni soal hukum atau ada pula muatan politiknya."
KPK sebelumnya mengaku hingga kini belum mendapatkan informasi yang sahih soal kondisi kesehatan Gubernur Lukas Enembe setelah beberapa kali mangkir pemanggilan dengan alasan sakit.
"Sampai dengan hari ini, KPK belum mendapatkan informasi yang sahih dari pihak dokter ataupun tenaga medis yang menerangkan kondisi saudara LE (Lukas Enembe) dimaksud," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya pada Senin (26/9/2022).
Baca Juga: Jadi Kandidat Pilpres 2024, AHY Dinilai Tidak Dewasa Saat Berkomunikasi Politik
Sebelumnya Lukas Enembe tidak memenuhi panggilan KPK dengan alasan masih sakit. Dari agenda pemanggilan itu, Lukas bakal diperiksa KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua.
Panggilan tersebut merupakan yang kedua untuk Lukas Enembe setelah sebelumnya dia tidak menghadiri panggilan dalam kapasitas sebagai saksi pada Senin (12/9) lalu.
"Kami tentu menyayangkan sikap saudara LE yang memilih untuk tidak memenuhi panggilan tim penyidik KPK. Meski sebelumnya pihak kuasa hukum telah menyampaikan rencana ketidakhadiran tersebut karena alasan kondisi kesehatan saudara LE," kata Ali, Senin (26/9) kemarin.
Oleh karena itu, lanjut dia, KPK mengharapkan peran kuasa hukum seharusnya bisa menjadi perantara yang baik agar proses penanganan perkara berjalan efektif dan efisien.
"Bukan justru menyampaikan pernyataan yang tidak didukung fakta sehingga bisa masuk dalam kriteria menghambat atau merintangi proses penyidikan yang KPK tengah lakukan," ujarnya.
KPK pun mengingatkan berbagai modus para pihak yang berperkara di KPK berupaya menghindari pemeriksaan KPK dengan dalih kondisi kesehatan. Hal tersebut justru difasilitasi oleh kuasa hukum maupun tim medis para pihak tersebut.
"KPK pun tidak segan untuk mengenakan Pasal 221 KUHP ataupun Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 kepada para pihak yang diduga menghalang-halangi suatu proses hukum (obstruction of justice)," ucap Ali.
Sebelumnya, Stefanus Roy Rening selaku kuasa hukum Lukas Enembe mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin untuk menginformasikan ketidakhadiran kliennya tersebut.
"Benar, hari ini saya ke sini mewakili Pak Gubernur Lukas Enembe karena beliau berhalangan hadir karena sakit," kata Roy Rening.