Warga Australia Berusaha Ganti Dokumen Bukti Identitas Setelah Data Pribadi Bocor

SiswantoABC Suara.Com
Kamis, 29 September 2022 | 10:08 WIB
Warga Australia Berusaha Ganti Dokumen Bukti Identitas Setelah Data Pribadi Bocor
Ilustrasi hacker (Pixabay)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Peretasan data Optus, salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Australia, oleh 'hacker' berpotensi disalahgunakan tanpa sepengetahuan pemiliknya bahkan untuk tindakan kriminal.

John Theodosis seorang pensiunan yang tinggal di Toowoomba di Queensland merupakan salah seorang yang datanya diretas dan kini berisiko disalahgunakan.

John sudah mendapat pemberitahuan resmi dari Optus, jika nama, tanggal kelahiran, email, nomor telepon, alamat dan nomor surat izin mengemudi (SIM) termasuk yang dicuri.

Sejak mendapat informasi tersebut, John sudah berusaha mendapatkan SIM baru.

"Ini untuk melindungi agar informasi pribadi itu tidak dicuri, mencegah agar tidak digunakan untuk mencari pinjaman dari bank, atau pencurian identitas, dan bahkan untuk denda pelanggaran lalu lintas," katanya.

Apa saja risiko penyalahgunaannya?

Brendan Walker-Munro, seorang pakar hukum dari University of Queensland, mengatakan data-data pribadi yang bocor bisa digunakan untuk pencurian identitas dalam berbagai macam bentuk.

"Seseorang yang mengaku Anda bisa menghubungi berbagai lembaga dan meminta agar surat-surat diganti ke alamat baru, bahkan juga penggantian alamat email," katanya.

"Setelah semua pengalihan terjadi, mereka akan bisa mengambil berbagai langkah untuk mendapatkan keuntungan finansial."

Dr Walker-Munro mengatakan kadang korban tidak mengetahui hal tersebut dan dengan tambahan data seperti nomor SIM atau paspor, pelaku kriminal bisa membuka akun bank, mengajukan pinjaman, atau mendapatkan kartu kredit.

Baca Juga: Marak Data Pribadi Bocor, Pakar: Pengelola Cuma Malu, Pemilik Data Babak Belur

Selasa kemarin, akun yang mengaku sebagai peretas data Optus tersebut meminta maaf dan mengatakan tidak lagi akan meminta uang tebusan, setelah sempat mengaku membocorkan data milik sekitar 10 ribu orang warga Australia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI