Suara.com - Peretasan data Optus, salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Australia, oleh 'hacker' berpotensi disalahgunakan tanpa sepengetahuan pemiliknya bahkan untuk tindakan kriminal.
John Theodosis seorang pensiunan yang tinggal di Toowoomba di Queensland merupakan salah seorang yang datanya diretas dan kini berisiko disalahgunakan.
John sudah mendapat pemberitahuan resmi dari Optus, jika nama, tanggal kelahiran, email, nomor telepon, alamat dan nomor surat izin mengemudi (SIM) termasuk yang dicuri.
Sejak mendapat informasi tersebut, John sudah berusaha mendapatkan SIM baru.
Baca Juga: Marak Data Pribadi Bocor, Pakar: Pengelola Cuma Malu, Pemilik Data Babak Belur
"Ini untuk melindungi agar informasi pribadi itu tidak dicuri, mencegah agar tidak digunakan untuk mencari pinjaman dari bank, atau pencurian identitas, dan bahkan untuk denda pelanggaran lalu lintas," katanya.
Apa saja risiko penyalahgunaannya?
Brendan Walker-Munro, seorang pakar hukum dari University of Queensland, mengatakan data-data pribadi yang bocor bisa digunakan untuk pencurian identitas dalam berbagai macam bentuk.
"Seseorang yang mengaku Anda bisa menghubungi berbagai lembaga dan meminta agar surat-surat diganti ke alamat baru, bahkan juga penggantian alamat email," katanya.
"Setelah semua pengalihan terjadi, mereka akan bisa mengambil berbagai langkah untuk mendapatkan keuntungan finansial."
Dr Walker-Munro mengatakan kadang korban tidak mengetahui hal tersebut dan dengan tambahan data seperti nomor SIM atau paspor, pelaku kriminal bisa membuka akun bank, mengajukan pinjaman, atau mendapatkan kartu kredit.
Baca Juga: Jangan Sampai Data Pribadi Bocor, Ini 4 Cara Jaga Keamanan saat Internetan
Selasa kemarin, akun yang mengaku sebagai peretas data Optus tersebut meminta maaf dan mengatakan tidak lagi akan meminta uang tebusan, setelah sempat mengaku membocorkan data milik sekitar 10 ribu orang warga Australia.
Dr Walker-Munro mengatakan informasi yang sudah beredar di internet tersebut bisa digunakan untuk berpura-pura menjadi orang lain.
"Pada mereka bisa melakukan tindakan kriminal dan membuat orang yang identitasnya digunakan dan tidak bersalah, tapi malah mereka yang harus bertanggung jawab," katanya.
"Insiden ini sudah membuat khawatir salah satu badan intelijen utama di Australia."
"Karena beredarnya data tersebut memiliki dampak bagi keamanan nasional."
Mereka yang menjadi korban kebocoran data telah diminta untuk waspada dan mengecek adanya email, SMS, telepon, atau pesan di sosial media yang mencurigakan.
Lembaga yang memonitor penipuan online di Australia, 'Scamwatch' juga mendesak warga untuk mengganti 'password' mereka dan mengaktifkan fitur 'multi-factor authentication' untuk kegiatan perbankan online.
Antrian panjang untuk mengganti SIM
Di Australia tidak ada sistem seperti KTP yang berlaku di Indonesia, sehingga Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah salah satu dokumen utama untuk membuktikan identitas.
Dengan adanya risiko data-data pribadi dibocorkan, warga di negara bagian New South Wales mulai berusaha mengganti SIM mereka.
Hari Rabu (28/09), antrean panjang warga yang ingin mengganti SIM sudah terlihat di sejumlah kantor Service NSW, lembaga yang mengurus urusan dokumen lalu lintas.
Bridget Kennedy, salah satunya, mengaku sudah mengantre di kantor Service NSW cabang Chatswood Sydney sejak pagi.
"Saya mendapat keterangan yang berbeda-beda. Saya merasa kasihan dengan petugas sebenarnya yang harus mengurusi ini," katanya.
Menteri Urusan Digital NSW, Victor Dominello, mengatakan warga yang mengganti SIM tidak harus membayar biaya penggantian dan Optus akan menanggung biayanya.
"Biaya penggantian adalah $29 [hampir Rp290 ribu] dan Optus yang akan membayar," katanya.
Sementara itu di Perth, ibu kota Australia Barat, Menteri utama Mark Gowan mengatakan warga yang menjadi korban peretasan data Optus dapat mengganti SIM mereka dengan yang baru.
Sebelumnya, Australia Barat menjadi satu-satunya negara bagian di Australia yang memberlakukan SIM seumur hidup karena keterbatasan teknologi. Namun kini sistem diperbaiki agar warga yang datanya diretas bisa membuat SIM baru.
Optus sudah menyetujui untuk menanggung biaya pembuatan SIM baru bagi warga di sejumlah negara bagian, jika mereka membutuhkannya.
Optus diminta tanggung biaya pergantian paspor
Pemerintah Federal Australia juga telah meminta Optus untuk membayar biaya pembuatan paspor baru bagi warga Australia yang terkena dampaknya.
Menteri Luar Negeri Penny Wong sudah mengirimkan surat permohonan ini kepada Chief Executive Optus, Kelly Bayer Rosmarin.
Penny mengatakan "insiden serius" ini berisiko data paspor warga akan jadi sasaran eksploitasi oleh pelaku kriminal.
"Tidak ada pembenaran bagi warga Australia, atau pembayar pajak, untuk menanggung biaya mendapatkan paspor baru," ujarnya.
Biaya penggantian paspor di Australia adalah sebesar AU$193, atau lebih dari Rp1,8 juta, dan biaya pembuatan paspor baru adalah AU$308, atau sekitar Rp3 juta.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News