Suara.com - Organisasi kemanusiaan menyebut setidaknya 76 orang telah meninggal dunia dalam aksi protes yang masih berlanjut di Iran usai kematian Mahsa Amini, yang ditangkap oleh polisi moral karena tidak menggunakan hijab sesuai dengan aturan.
Iran Human Rights (IHR), sebuah organisasi yang berbasis di Norwegia, mengatakan 76 pengunjuk rasa telah terbunuh oleh pasukan keamanan Iran selama demonstrasi yang sudah berlangsung selama 11 hari.
BBC melaporkan bahwa IHR juga menuduh pihak berwenang menggunakan kekuatan yang tidak proporsional dan peluru tajam untuk menahan massa.
Sejauh ini, media pemerintah menyebutkan jumlah korban tewas sebanyak 41 orang, termasuk beberapa personel keamanan, serta menyalahkan "perusuh".
Ratusan orang juga telah ditangkap, dan 20 di antaranya adalah wartawan.
"Risiko penyiksaan dan perlakuan buruk terhadap pengunjuk rasa merupakan masalah serius, dan penggunaan peluru tajam terhadap pengunjuk rasa adalah kejahatan internasional," kata direktur IHR, Mahmood Amiry-Moghaddam. "Dunia harus membela tuntutan rakyat Iran atas hak-hak dasar mereka."
Kantor hak asasi manusia PBB juga mengatakan prihatin dengan respon keras pihak berwenang dan mendesak mereka untuk menghormati hak untuk melakukan protes secara damai.
IHR mengatakan telah mencatat kematian 76 pengunjuk rasa di 14 provinsi pada Senin (26/9), termasuk enam wanita dan empat anak-anak.
Sebanyak 35 kematian dilaporkan di provinsi Mazandaran dan Gilan, dan 24 lainnya dilaporkan di Azerbaijan Barat, Kermanshah, Kurdistan, dan Ilam.
IHR juga menjelaskan bahwa video dan sertifikat kematian yang mereka peroleh mengkonfirmasi bahwa pasukan keamanan menembakkan langsung peluru tajam ke para pengunjuk rasa. Meski demikian, hal ini telah dibantah oleh otoritas Iran.
Selain itu, para pejabat Iran juga telah mengumumkan penangkapan atas lebih dari 1.200 orang.