Suara.com - Hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi 2022 sebentar lagi akan tiba. Semakin banyak orang yang merasa bingung dan bertanya-tanya mengenai hukum merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Biasanya umat Muslim menyambut hari Maulid Nabi dengan menggelar perayaan meriah. Sebab, hari tersebut merupakan hari berbahagia kelahiran Rasulullah.
Penjelasan Hukum Merayakan Maulid Nabi
Bolehkah merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW? Mengutip dari MUI, hukum merayakan Maulid Nabi Muhammad diperbolehkan dan tidak termasuk sebagai bid'ah dhalalah atau mengada-ada yang buruk, melainkan bid'ah hasanah atau sesuatu yang baik.
Baca Juga: Hari Ini Masuk Rabiul Awal, 5 Alasan Penting Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW
Hukum ini dijatuhkan sebab tidak ada dalil yang mengharamkan memperingati Maulid Nabi. Sebaliknya, jika diteliti justru terdapat dalil-dalil yang mengizinkan merayakan hari kelahiran Rasulullah.
Rasulullah SAW semasa hidupnya juga selalu merayakan kelahiran dan penerimaan wahyu dengan cara melakukan puasa di hari lahirnya. Rasulullah berpuasa setiap hari Senin, tepat di hari kelahirannya, sebagai bentuk rasa syukur.
"Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku". (HR Muslim).
Dalam firman Allah SWT di surat Yunus ayat 58, tertulis bahwa umat Muslim dianjurkan untuk bergembira atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan Allah kepada kita, termasuk bergembira atas kelahiran Rasulullah yang membawa rahmat untuk alam semesta.
Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (QS.Yunus:58).
Baca Juga: Bacaan Sholawat untuk Dibaca Ketika Maulid Nabi 2022
Fenomena perayaan Maulid Nabi tidak hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan hampir di seluruh negara Islam di dunia. Mereka meyakini merayakan kelahiran Raulullah bukan bid'ah yang sesat karena tidak berkaitan dengan ibadah dalam syariat.
Hal ini dibuktikan dengan bentuk acara perayaan Maulid Nabi yang fleksibel dan tidak ada aturan baku. Semangat merayakan Maulid Nabi justru menjadi momentum menyatukan semangat dan gairah keislaman.
Orang-orang yang melarang merayakan Maulid Nabi justru dinilai sebagai orang-orang yang sulit membedakan antara ibadah dengan syiar Islam.
Imam al Suyuthi memberikan tanggapan terkait hukum merayakan Mauli Nabi Muhammad SAW.
"Menurut saya asal perayaan maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu tergolong bid’ah hasanah(sesuatu yang baik). Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhamad saw yang mulia”. (Al- Hawi Li al-Fatawa, juz I, h. 222)
Etika Merayakan Maulid Nabi
Meskipun merayakan Maulid Nabi diperbolehkan, umat Muslim tidak boleh merayakannya secara berlebihan agar tidak melenceng dari ajaran Islam. Berikut etika dalam merayakan Maulid Nabi.
- Memperbanyak sholawat nabi
- Meningkatkan ibadah kepada Allah SWT dan berdzikir
- Membaca kembali sejarah Rasulullah kemudian menceritakan kebaikan dan keutamaan Rasulullah
- Memperbanyak bersedekah
- Menjalin silaturahmi
- Menunjukkan rasa gembira dengan kehadiran Rasulullah di tengah kita
- Menggelar pengajian untuk mengingat kebaikan dan segala keutamaan Rasulullah.
Demikian penjelasan lengkap mengenai hukum merayakan Maulid Nabi. Wallahu alam. Semoga dapat menambah wawasan Anda.