Suara.com - Pesawat luar angkasa milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) bernama DART telah menabrak asteroid sekaligus menghancurkan dirinya sendiri.
Tabrakan itu disengaja dan dirancang untuk menguji apakah batuan luar angkasa yang mungkin mengancam Bumi bisa disingkirkan dengan aman.
Tangkapan kamera dari pesawat luar angkasa DART mengirim rangkaian foto ke Bumi yang memperlihatkan detik-detik tumbukan pesawat dan asteroid selebar 160 meter yang disebut Dimorphos.
Rangkaian gambar tersebut awalnya stabil tiba-tiba terpotong saat pesawat itu menabrak asteroid.
Baca Juga: Misi Penyelamatan Bumi, NASA Siap Tabrakkan Pesawat Lawan Asteroid Hari Ini
Baca juga:
- Bak film Hollywood, AS luncurkan pesawat antariksa untuk hantam asteroid
- Menikmati cincin Planet Neptunus melalui teleskop James Webb
Suasana ruang pengendali yang berbasis di Laboratorium Fisika Terapan Universitas Johns Hopkins (JHU-APL), gegap gempita ketika Dimorphos memenuhi bidang pandang kamera DART sesaat sebelum akhirnya menjadi kosong.
Perhitungan awal menunjukkan tabrakan itu terjadi hanya sejauh 17 meter dari pusat Dimorphos.
Perlu beberapa minggu sebelum para ilmuwan pimpinan NASA mengetahui dengan pasti apakah eksperimen mereka berhasil, tapi Dr Lori Glaze yang merupakan direktur ilmu planet di badan antariksa itu yakin sesuatu yang luar biasa telah tercapai.
"Kami memulai era baru umat manusia, era di mana kami berpotensi memiliki kemampuan untuk melindungi diri dari hal seperti dampak asteroid yang berbahaya. Benar-benar menakjubkan; kami belum pernah punya kemampuan itu sebelumnya," katanya kepada wartawan.
Baca Juga: Hari Ini, Pesawat NASA akan Bertumbukan dengan Asteroid
Dr Elena Adams, seorang insinyur sistem untuk misi pertahanan planet di Laboratorium Fisika Terapan Universitas Johns Hopkins, mengatakan "penduduk bumi harus tidur lebih nyenyak" saat mengetahui bahwa mereka memiliki solusi pertahanan planet.
Baca juga:
- Melihat Planet Jupiter terbaru melalui teleskop James Webb, ada aurora hingga badai besar 'yang bisa melalap Bumi'
- Teleskop James Webb memotret gambar galaksi terjauh yang penuh warna
Para peneliti akan menentukan keberhasilan atau kegagalan misi tersebut dengan mempelajari perubahan orbit Dimorphos di sekitar asteroid lain yang dikenal sebagai Didymos.
Teleskop di Bumi akan membuat pengukuran yang tepat dari sistem biner.
Sebelum tabrakan, Dimorphos membutuhkan waktu sekitar 11 jam dan 55 menit untuk mengelilingi pasangannya itu yang memiliki lebar sekitar 780 meter.
Kurun waktu itu seharusnya berkurang beberapa menit menyusul terjadinya tabrakan.
Berdasarkan bukti gambar yang diperoleh dari jarak 11 juta kilometer dari Bumi, semuanya tampak berjalan sesuai rencana.
Pesawat ruang angkasa DART bergerak dengan kecepatan rata-rata 22.000 kilometer per jam dan harus terlebih dahulu membedakan batu yang lebih kecil dari yang terbesar. Perangkat lunak navigasi kemudian menyesuaikan lintasan dengan tembakan pendorong untuk memastikan tabrakan menyasar target.
DART adalah akronim dari Double Asteroid Redirection Test (Tes Pengalihan Asteroid Ganda).
Para ilmuwan terpesona untuk melihat --meskipun sebentar-- bentuk yang berbeda dari kedua asteroid tersebut.
Didymos, seperti yang diharapkan, memiliki bentuk seperti berlian. Ada batu-batu besar di permukaannya tapi juga ada beberapa area dengan batu yang sangat halus.
Dr Carolyn Ernst, ilmuwan instrumen pada sistem kamera DART, sangat senang melihat Dimorphos.
"Ini nampak menarik; ini bulan kecil; sangat mungil," katanya.
"Dalam banyak hal, terlihat seperti beberapa asteroid kecil lainnya yang pernah kita lihat, dan mereka juga tertutup batu besar. Jadi kamu menduga itu mungkin tumpukan puing."
Pesawat ruang angkasa ini dirancang untuk melakukan "persis seperti yang tertulis di logam itu," kata pemimpin misi di Laboratorium Fisika Terapan Universitas Johns Hopkins, Dr Andy Rivkin kepada BBC News.
"Teknik ini yang disebut 'teknik penabrak kinetik' bisa digunakan jika ada asteroid yang datang di masa depan. Ini adalah ide yang sangat sederhana: Anda menabrakkan pesawat ruang angkasa ke objek yang Anda khawatirkan, dan Anda menggunakan massa serta kecepatan pesawat ruang angkasa Anda untuk sedikit mengubah orbit objek itu sehingga tidak menabrak Bumi."
Dimorphos dan Didymos dipilih dengan cermat. Keduanya tidak berada di jalur yang bersinggungan dengan Bumi, dan perubahan kecil dalam interaksi kedua orbit itu tidak akan meningkatkan risiko.
Akan tetapi ada batu di luar sana yang berpotensi menimbulkan bahaya bagi umat manusia.
Meskipun pengamatan di angkasa mengindentifikasikan lebih dari 95% asteroid 'monster' bisa memicu kepunahan global jika mereka bertabrakan dengan bumi (mereka tidak akan; jalur mereka telah dihitung dan mereka tidak akan mendekati planet kita), masih tersisa banyak objek kecil yang sejauh ini tidak terdeteksi yang dapat menciptakan malapetaka, dengan skala regional atau kota.
Sebuah objek dengan skala Dimorphos akan menggali kawah yang mungkin berdiameter satu kilometer dan kedalaman beberapa ratus meter. Kerusakan di sekitar dampak tabrakan akan sangat kuat.
Oleh karena itu, muncul keinginan untuk melihat apakah asteroid bisa didorong menjadi sedikit lebih lambat atau lebih cepat. Perubahan kecepatan tidak harus besar, terutama jika dilakukan bertahun-tahun sebelum bersinggungan dengan bumi.
"Analoginya adalah jika Anda mengenakan jam tangan dan Anda merusaknya. Jam itu akan bergerak lebih cepat, sedikit demi sedikit," ujar ilmuwan misi DART, Dr Nancy Chabot yang juga dari Laboratorium Fisika Terapan Universitas Johns Hopkins.
"Anda mungkin tidak melihat kesalahan pada satu atau dua hari pertama, tapi setelah beberapa minggu Anda akan mulai memperhatikan kalau jam tangan itu tidak lagi menunjukkan waktu yang tepat. Jam tersebut berjalan cepat; lebih cepat dari yang seharusnya."
Rangkaian gambar dari pesawar ruang angkasa DART mungkin berakhir dengan tiba-tiba saat terjadi benturan, namun publik bisa mendapatkan gambar tambahan dari pesawat luar angkasa yang diluncurkan untuk menyaksikan kejadian itu.
Sebuah satelit kecil bernama Cubesat milik Italia mengikuti tiga menit di belakang pesawat ruang angasa utama, melesat pada jarak aman 50 kilometer.
Data dari LiciaCube akan dipancarkan kembali ke Bumi selama beberapa hari ke depan.
Kamera perekam LiciaCube itu semestinya bisa melihat gumpalan puing yang digali oleh DART.
Empat tahun dari sekarang, Badan Antariksa Eropa (Esa) akan memiliki tiga pesawat ruang angkasa --secara kolektif dikenal sebagai misi Hera-- di Didymos dan Dimorphos untuk melakukan studi lanjutan.