Suara.com - Pernyataan mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengenai adanya dugaan kecurangan dalam Pemilu 2019 telah memicu kontroversi. Bahkan, dugaan itu dinilai justru bisa menjadi blunder luar biasa bagi SBY dan Partai Demokrat.
Melansir Wartaekonomi.co.id -- jaringan Suara.com, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno mengatakan bahwa tudingan mengenai adanya kecurangan dalam pemilu bisa menjadi bumerang.
Pasalnya, baik SBY maupun Partai Demokrat belum bisa membuktikan tuduhan itu. Adi menjelaskan bahwa dalam politik, mengkritik merupakan hal yang wajar. Namun jika tidak diperkuat dengan hal wajar, maka itu bisa menjadi blunder yang luar biasa.
"Sebenarnya kritik yang semacam ini adalah perkara alamiah dalam politik kita, tapi kalau tidak kuat data dan argumen, maka akan menjadi blunder yang cukup luar biasa," kata Adi dalam keterangan pers, Minggu (25/9/2022).
Baca Juga: Momen AHY dan Peserta Jambore Otomotif Indonesia Bersihkan Sampah di Pinggir Danau Toba
Dalam kesempatan ini, Adi turut menyinggung adanya kecurangan pemilu pada 2009 di pemerintahan SBY. Hal tersebut bahkan bisa dibuktikan pada permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Kala itu, lanjut Adi, banyak masyarakat yang tidak terdaftar sebagai pemilih saat kontestasi pilpres. Bukti ini juga diperkuat dari pernyataan sikap dan petisi yang ditandatangani partai-partai oposisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan aktivis-aktivis demokrasi soal kecurangan tersebut.
"Ada 45 juta penduduk yang tidak menggunakan bahkan gagal menggunakan hak suaranya karena persoalan DPT," ungkap Adi.
"Pemilu 2009 dianggap gagal, lantaran disinyalir ada permainan dalam jumlah DPT yang kemudian menghilangkan begitu banyak hak suara," lanjutnya.
Pernyataan kontroversial SBY itu juga ditanggapi oleh mantan kader Partai Demokrat, Gede Pasek Suardika. Menurutnya, tuduhan ada kecurangan dalam Pemilu 2024 yang diucapkan SBY memiliki motif politis.
Baca Juga: Hanya Ingin Menjadi Ulama, Ma'aruf Amin: Saya Disuruh Belok Sama Pak Jokowi
Sebab, SBY menilai dalam parameter, jika anaknya (Agus Harimurti Yudhoyono/SBY) tidak menjadi capres atau cawapres, maka ada kecurangan dalam Pilpres 2024 mendatang.
"Parameter yang terukur itu harus dibuktikan secara yuridis. Konteks yang disampaikan itu soal kemungkinan gagal anaknya (AHY) jadi pasangan capres-cawapres. Terlebih publik membaca soal itu," tegas Gede Pasek.
Gede Pasek bahkan menyebut figur AHYkurang kuat sebagai tokoh di Pilpres 2024. Ia menilai bahwa AHY tidak mempunyai jam terbang yang cukup dalam memimpin sebuah negara.
Hal ini dibuktikan dari elektabilitas AHY masih sangat rendah saat ini. Ini juga sejalan dengan kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta pada 2017 lalu di mana perolehan suara AHY masih menempati urutan ketiga saat itu.
"Karena Mas AHY kan belum pernah terjun, terlebih kemampuan elektoral Mas AHY di DKI nomor 3. Jadi kan tidak bisa dijual itu, sehingga harus orang lain yang dijual," tandas Gede Pasek.