Surga Tersembunyi di Lembah Pegunungan Himalaya

SiswantoBBC Suara.Com
Minggu, 25 September 2022 | 13:39 WIB
Surga Tersembunyi di Lembah Pegunungan Himalaya
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Stuart Butler

BBC Travel

Umat Buddha di Pegunungan Himalaya, Tibet, meyakini bahwa lokasi keberadaan mereka hanya akan diketahui ketika dunia berada dalam tekanan besar dan bahaya yang menghancurkan.

Sambil memandangi bebatuan dan puncak es yang menjulang setinggi 7.000 meter ke langit dari pintu biara, seorang biksu Buddha berkata, “saya ada di rumah. Di surga saya.”

Baca Juga: Bertaruh Nyawa Bersihkan Sampah di Pegunungan Himalaya

Perhatiannya kemudian kembali ke kelas di mana dia mengajar biksu-biksu muda pemula.

Saya berterima kasih kepadanya, lalu menutup pintu biara dan perlahan pergi meninggalkannya.

Menjauh dari desa kecil bernama Thame dengan rumah-rumah batu yang kokoh, ladang gandum dan kentang. Menjauh dari puncak Himalaya.

Dan, menjauh dari beyul.

Menurut keyakinan di sekolah Nyingma, sekolah Buddha Tibet tertua yang didirikan pada abad ke-8, beyul adalah sebuah tempat di mana dunia fisik dan spiritual bersinggungan.

Baca Juga: Gletser di Himalaya Longsor, 8 Orang Tewas

Secara lebih spesifik, beyul digambarkan sebagai lembah surgawi yang tersembunyi dan lokasinya hanya akan terungkap ketika dunia menghadapi tekanan besar dan bahaya kehancuran akibat perang, kelaparan, atau wabah.

Baca juga:

Di tengah situasi seperti itu, beyul diyakini akan menjadi tempat perlindungan dari dunia yang gonjang-ganjing, di mana semuanya hidup dalam harmoni.

“Beyul adalah tempat sakral dan suci di mana para lama (guru Buddhisme Tibet) dapat memimpin umat di tengah perselisihan dan kesulitan,“ jelas Frances Klatzel, penulis sejumlah buku mengenai budaya Himalaya dan Buddha, termasuk Gaiety of Spirit – the Sherpas of Everest.

Konon, beyul tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang.

Hanya seorang Buddhis sejati berhati murni yang telah menghadapi cobaan besar yang dapat memasukinya.

Bagi umat Buddha Nyingmya, apabila seseorang memaksa memasuki Beyul tanpa memenuhi syarat itu akan berujung pada kematian.

Sebagai penulis sejumlah buku panduan ke wilayah itu, juga sebagai pengunjung langganan Himalaya dan Tibet, sangat menarik mengetahui bahwa ada tempat-tempat tersembunyi di antara lembah-lembah Himalaya.

Tempat yang hanya diungkap kepada segelintir orang yang pantas mengetahuinya di tengah bencana.

Sebelum berangkat menuju pegunungan itu, untuk mencari tahunya, saya bertanya kepada Klatzel mengenai bagaimana beyul terbentuk.

Klatzel menjelaskan, beyul diciptakan oleh Padmasambhava, seorang guru tantra Vajra Buddha yang berperan menyebarkan ajaran Buddha di seantero Tibet dan Himalaya sekitar abad ke-8 atau ke-9.

“Selama perjalanannya di Himalaya, Padmasambhava menyadari bahwa era perselisihan akan datang, jadi dia menggunakan kekuatan spiritualnya untuk mensucikan dan ‘menyembunyikan‘ lembah tertentu dan menulis ayat yang menjelaskan lokasi serta syarat untuk memasukinya,“ kata Klatzel.

Ayat-ayat itu tersembunyi di gua-gua, di dalam biara-biara, hingga di balik air terjun di seluruh Himalaya.

Ayat-ayat itu hanya dapat ditemukan oleh para lama pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya oleh Padmasambhava.

Tidak ada yang mengetahui secara persis berapa jumlah beyul yang ada, namun banyak yang meyakini bahwa ada 108 beyul, meskipun sebagian besar lokasinya belum terungkap.

Mayoritas beyul yang keberadaannya telah diketahui berlokasi di sisi selatan Himalaya yang lebih hijau, lebih basah, lebih subur, dan lebih “surgawi“ apabila dibandingkan dengan dataran tinggi Tibet yang tandus.

Beberapa di antara beyul-beyul itu, seperti Sikklim di timur laut India, lembah Helambu, Rolwaling, dan Tsum di Nepal, telah dikenal oleh para biksu selama berabad-abad dan kini dihubungkan oleh desa-desa dan kota-kota.

Ada pula yang lokasinya diketahui, tetapi tidak bisa diakses oleh sebagian besar orang.

Itu karena beyul bisa dimaknai sebagai tempat fisik maupun spiritual.

Seseorang bisa saja menginjakkan kaki di lokasi beyul, namun ternyata tidak berada di dalamnya.

Gagasan tentang tempat tersembunyi ini kerap dianggap sebagai sesuatu yang berasal dari dongeng, namun nyatanya naskah-naskah kuno yang mendeskripsikan tentang beyul telah ditemukan.

Salah satu contohnya adalah Beyul Pemako.

Beyul ini berlokasi di negara bagian Arunachal Pradesh yang terpencil di timur laut India.

Gerbang menuju beyul itu dideskripsikan tersembunyi di tebing di balik air terjun yang tidak dapat diakses dari Ngarai Yarlung Tsangpo, ngarai terdalam di dunia, yang bahkan tidak muncul di peta sampai saat ini.

Bahkan tidak ada yang tahu bahwa ada air terjun di sana.

Pada awal 1990-an, sebuah kelompok biksu yang dipimpin oleh sarjana Buddha, Ian Baker, akhirnya mencapai area itu.

Mereka menemukan air terjun tinggi yang tersembunyi di dalam ngarai, dan pengalaman itu dia tulis dalam bukunya berjudul The Heart of the World.

Seperti keberadaan beyul yang tampaknya bukan sekadar legenda, ada pula kisah-kisah dengan akhir tragis apabila Anda memasukinya pada waktu yang tidak tepat dan dengan hati tidak semurni yang Anda kira.

Pada 1962, seorang lama Tibet yang disegani bernama Tulshuk Lingpa mengaku menemukan peta yang mengarah ke Beyul Demoshong, yang gerbangnya dikabarkan berada di suatu tempat di lereng gunung tertinggi ketiga di dunia, Gunung Kanchenjunga.

Dia pergi ke gunung itu bersama sekitar 300 pengikutnya.

Seperti yang diceritakan dalam buku A Step Away from Paradise karya Thomas K Shor, beberapa saksi yang selamat bercerita, Lingpa - bersama sejumlah orang lainnya yang pergi lebih dulu untuk mengecek rute - melihat serangkaian cahaya terang yang memanggil mereka menuju sebuah gerbang.

Alih-alih langsung memasuki beyul, Lingpa kembali untuk mengumpulkan seluruh pengikutnya.

Namun sebelum melintasi batas magis menuju lembah surga itu, sebagian besar orang termasuk lama tewas akibat longsoran salju.

Ada pula orang-orang lainnya yang lebih berhasil dalam upaya menemukan beyul.

Salah satunya adalah suku Sherpa.

Saat ini, suku Sherpa dikenal sebagai pendaki, porter, dan pemandu trekking terkenal di Himalaya, khususnya Gunung Everest.

Tetapi suku ini ternyata tidak terus hidup di wilayah selatan Everest.

Dalam sebagian besar riwayat suku mereka, Sherpa pernah menetap di wilayah Kham di Tibet timur yang saat ini menjadi bagian dari provinsi Sichuan di China.

Konflik yang meluas di Tibet pada abad ke-15 pun mengubah kehidupan suku Sherpa.

Pada saat itu lah, Lama Sangya Dorje yang merupakan seorang guru Buddha Tibet memutuskan bahwa itu adalah waktu yang tepat untuk “membuka” Beyul Khumbu.

Dia memimpin suku Sherpa melewati jalan Nangpa La yang menakutkan sepanjang 5.716 meter menuju tanah yang subur, di mana mereka bisa bercocok tanam dan menggembala dengan tenang.

Suku Sherpa kemudian sampai di Khumbu, nama yang diberikan untuk daerah di sekitar sisi Gunung Everest bagian Nepal.

Dibandingkan dengan tempat mereka berasal, Khumbu bagaikan surga di dataran tinggi.

Saat ini, wilayah Khumbu kedatangan ribuan pengunjung dari seluruh dunia setiap tahun untuk mendaki ke base camp Gunung Everest yang termahsyur.

Namun hanya sedikit orang yang saya temui ketika berkunjung menyadari bahwa mereka berada di beyul.

Ada beberapa titik di Khumbu yang kental dengan semangat beyul.

Lawudo Gompa, yang berlokasi di lereng hutan yang curam dianggap sebagai salah satu tempat paling suci lembah Bhote Koshi Nadi, Nepal.

Lawudo Gompa berjarak dua lembah di sebelah barat base camp Everest.

“Kebanyakan orang mengira hanya ada empat lembah di wilayah Khumbu, tapi itu tidak benar,” kata Dawa Sangye Sherpa, seorang biarawati berusia 82 tahun yang telah tinggal di gompa (biara kecil Tibet) selama lebih dari 50 tahun.

Dia menyuguhkan saya teh dan biskuit begitu saya tiba.

Dengan senang hati, Sherpa menceritakan banyak hal mengenai hubungan Lawudo dengan Beyul Khumbu.

"Di belakang Gompa ada tebing besar yang disebut Dragkarma dan di tebing itu ada pintu gerbang yang menuju ke lembah rahasia kelima," katanya.

“Itu lah jantung dari beyul.”

Ketika saya bertanya apakah saya bisa melihat tebing itu, Dawa Sangye tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

“Tapi, mari saya tunjukkan sesuatu yang lain,” lanjutnya.

Dia menuntun saya ke belakang ruang doa utama, lalu membuka pintu kecil menuju ruangan yang dibangun di bawah batu yang menggantung.

Di dalam ruangan itu, langit-langit batu dicat dengan warna biru langit di kala musim panas, lalu di ujung ruangan terdapat sebuah kuil kecil dengan patung Padmasambhava.

Di kaki patung itu terdapat persembahan yang ditinggalkan oleh para pengunjung, antara lain sekotak kecil biskuit Royal Britannia, sebungkus mie dan sejumlah bunga kering.

"Di sinilah Padmasambhava bermeditasi dan memberkati Khumbu hingga mengubahnya menjadi beyul," kata Dawa Sangye.

Meskipun saya bukan seorang penganut Buddha, saya menggerakkan tangan saya di atas dinding gua sambil dipenuhi rasa takjub.

Melihat senyuman saya, biarawati itu menyarankan agar saya pergi ke Desa Thame yang lokasinya lebih jauh di atas lembah.

Lokasinya tepat di titik di mana lahan pertanian berubah menjadi padang rumput yak.

Dia memberi tahu saya bahwa Biara Thame dianggap sebagai salah satu biara tertua di Khumbu sekaligus tempat yang sangat penting secara spiritual.

Sebagian orang bahkan meyakini bahwa biara Thame adalah jantung spiritualitas di Khumbu.

Jalan setapak dari Lawudo menuju Thame berputar mengitari tebing di pinggir ngarai yang dibentuk oleh puncak-puncak gunung.

Lalu tiba-tiba jalan setapak itu mengarah ke lembah yang luas dan desa Thame pun tampak di ujungnya.

Saya membuka pintu menuju ruang doa utama di biara Thame, lalu menemui tiga biksu tua yang tengah melafalkan ayat-ayat di perkamen berwarna kuning.

Salah satunya kemudian menghentikan lafalannya, lalu melambaikan tangan agar saya duduk di bangku sebelahnya.

"Kadang-kadang, ketika kami sedang melafalkan doa-doa kami di sini, Padmasambhava muncul di hadapan kami," katanya sambil berbisik kepada saya.

Dia juga mengatakan bahwa roh Padmasambhava akan memberi tahu mereka bahwa apa yang mereka lakukan, juga doa-doa yang mereka panjatkan, membawa kebaikan bagi dunia.

Sesaat kemudian, saya melewati pintu kelas di mana biksu Buddha mengatakan, “Saya ada di rumah. Di surga saya.”

Apakah lembah tersembunyi di Himalaya benar-benar ada atau tidak, jelas terlihat bahwa para biksu ini telah menemukan tempat kedamaian mereka.

Saat saya pergi, saya pun teringat dengan sesuatu yang dikatakan Klatzel sebelum berangkat: “Beyul lebih dari sekadar tempat, beyul adalah sebuah alam pikiran,“ katanya.

"Beyul adalah pengingat agar kita mempersiapkan diri menghadapi tantangan ke depan dengan membangun pikiran yang tenang dan stabil yang menjadi beyul bagi batin kita, tempat perlindungan bagi batin kita."

Versi bahasa Inggris dari artikel ini berjudul The Himalaya's hidden 'paradise valleys' dapat anda baca di BBC Travel.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI