Suara.com - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menandatangani Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu atau Tim PPHAM. Komite Aksi Solidaritas untuk Munir atau KASUM beserta keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu meyakini kalau keppres itu hanya menjadi sarana cuci dosa pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu.
KASUM berpendapat kalau Keppres 17/2022 itu bermasalah lantaran secara konseptual yang melanggar hak korban atas kebenaran dan keadilan dan membuktikan bahwa Negara melakukan pembiaran (by omission) terhadap pelaku kasus pelanggaran HAM berat.
"KASUM bersepakat dengan pernyataan korban dan keluarga korban Pelanggaran HAM Berat masa lalu, yakni Keppres 17 Tahun 2022 merupakan sarana cuci dosa Pelaku Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu," kata Kasum melaluiu pernyataan persnya yang dikutip Suara.com, Jumat (23/9/2022).
Selain itu, Kasum melihat komposisi tim pelaksana Tim PPHAM diisi oleh orang yang diduga memiliki rekam jejak pelanggaran HAM. Nama yang dimaksud ialah As'ad Said Ali sebagai anggota tim
Baca Juga: Komnas HAM Akan Luaskan Layanan Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM, Ini Tujuannya
"Padahal, nama As'ad muncul dalam Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Pembunuhan Aktivis HAM Munir Said Thalib sebagai orang yang diduga kuat terlibat dalam pembunuhan Munir," ujarnya.
Dalam persidangan, Indra Setiawan selaku Direktur PT Garuda Indonesia saat kasus pembunuhan Munir menjelaskan kalau dirinya membuatkan surat penugasan karena Pollycarpus mendatanginya di Restoran Bengawan Solo, Hotel Sahid, Jakarta pada Juni atau Juli 2004.
Menurut Indra, Pollycarpus menunjukkan surat perintah dari BIN yang diteken oleh Wakil Kepala BIN saat itu As'ad Said Ali.
"Isi surat itu menyatakan meminta Pollycarpus ditugaskan sebagai petugas keamanan dengan alasan PT Garuda Indonesia adalah perusahaan vital dan strategis sehingga keamanannya perlu ditingkatkan," tuturnya.
Menurut Kasum, penunjukkan orang yang diduga melakukan pelanggaran HAM sebagai anggota Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM (PPHAM) oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak hanya bertententangan dengan standar dan mekanisme HAM juga menyerang akal dan menyakiti serta mempermainkan perasaan seluruh korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat di Indonesia.
Baca Juga: Komnas HAM Sebut Keppres PPHAM Non Yudisial Tak Bisa Gantikan Mekanisme Yudisial
Langkah Jokowi dengan membuat Keppres 17/2022 itu hanya menguatkan posisi bahwa pemerintah memang tidak memiliki kemauan politik untuk mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan kepada korban.
Pada sisi lain, KASUM juga mempertanyakan sikap Komnas HAM yang hanya diam terhadap keputusan Jokowi ini.
"Diamnya Komnas HAM dapat diartikan publik bahwa Komnas HAM membiarkan atau mengamini impunitas berlangsung serta menyetujui tindakan pemerintah yang keliru," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, KASUM menyampaikan empat poin desakan kepada Jokowi. Desakan yang dimaksud yakni:
- Membatalkan Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu demi kepentingan pemenuhan hak atas kebenaran dan keadilan bagi korban;
- Presiden RI memerintahkan Jaksa Agung sebagai Penyidik untuk segera menindaklanjuti hasil penyelidikan kasus pelanggaran HAM masa lalu dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) dengan melakukan penyidikan secara transparan, objektif, jujur, adil dan bertanggung jawab terhadap peristiwa Pelanggaran HAM Berat masa lalu;
- Presiden RI memastikan dan memberikan jaminan perlindungan kepada Tim Adhoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Pembunuhan Munir serta memastikan Tim Adhoc dapat mengakses semua hal yang berhubungan dengan kasus tersebut;
- Mendesak Komnas HAM bersikap tegas atas langkah presiden yang keliru dengan meminta Presiden membatalkan Kepres dan kembali menempuh jalur judicial yang selama ini sudah dilakukan oleh Komnas HAM itu sendiri.