Suara.com - Ayah dari Mahsa Amini, perempuan berusia 22 tahun yang kematiannya telah menyebabkan gelombang protes besar di seluruh Iran, menuduh pihak berwenang berbohong.
Dalam sebuah wawancara dengan BBC Persia, Amjad Amini mengatakan bahwa dia tidak diizinkan untuk melihat laporan otopsi putrinya.
Amjad juga menyangkal tudingan yang menyebut anaknya memiliki masalah kesehatan yang buruk.
Dia mengatakan beberapa saksi telah memberi tahu keluarga bahwa anaknya dipukuli dalam tahanan polisi.
Baca Juga: Iran Batasi Jaringan Whatsapp dan Instagram usai Melebarnya Aksi Protes Kematian Mahsa Amini
Pihak berwenang Iran telah membantah tudingan itu.
Mahsa Amini ditahan karena diduga melanggar aturan berhijab.
Perempuan Kurdi dari kota barat laut Saqez itu meninggal di Rumah Sakit Teheran pada hari Jumat, setelah berada selama tiga hari dalam keadaan koma.
Penangkapan Mahsa
Pihak berwenang Iran mengatakan Amini tidak dianiaya, tetapi menderita "gagal jantung mendadak" setelah dia ditahan di Teheran oleh polisi moral negara itu.
Tetapi Amjad mengatakan, saudara laki-laki korban berusia 17 tahun, Kiarash, yang ada di sana ketika penahanan, diberitahu bahwa Amini telah dipukuli.
Baca Juga: Polisi Moral Iran dalam Sorotan Setelah Mahsa Amini Tewas
"Anak saya bersamanya. Beberapa saksi mengatakan kepada anak saya bahwa dia [Amini] dipukuli di dalam mobil van dan di kantor polisi," katanya.
"Anak lelaki saya memohon mereka untuk tidak membawanya, tetapi dia dipukuli juga, pakaiannya dirobek.
"Saya meminta mereka untuk menunjukkan kamera di tubuh petugas keamanan, tapi mereka bilang kamera kehabisan baterai."
Pihak berwenang Iran menyebut, Amini telah mengenakan pakaian tidak sopan pada saat penangkapannya.
Namun ayah Amini, bagaimanapun, mengatakan bahwa ankanya selalu mengenakan mantel panjang.
Dicegah petugas kesehatan
Selain itu, Amjad juga mengatakan bahwa dia berulang kali dilarang oleh staf medis untuk melihat tubuh putrinya setelah kematian.
"Saya ingin melihat putri saya, tetapi mereka tidak mengizinkan saya masuk," katanya.
Bahkan, Amjad mengatakan, ketika dia meminta untuk melihat laporan autopsi anaknya, dokter malah menjawab: "Saya akan menulis apa pun yang saya inginkan, dan itu tidak ada hubungannya dengan Anda."
Hingga kini, kata Amja, tidak ada informasi apapun terkait otopsi yang telah dirilis kepada pihak keluarga.
Bahkan, dia mengatakan, baru melihat jenazah putrinya setelah dibungkus untuk dimakamkan, hanya kaki dan wajahnya yang terlihat.
"Ada memar di kakinya," katanya. "Saya meminta dokter untuk memeriksa kakinya."
Amini mengatakan, pihak berwenang berjanji untuk menyelidiki penyebab cedera. Tapi, hingga kini, dia tidak mendengar kabar dari mereka.
"Mereka mengabaikan saya. Mereka sekarang berbohong."
Dalam pernyataan sebelumnya, Mehdi Faruzesh, Direktur Jenderal Kedokteran Forensik Provinsi Teheran, mengatakan: "Tidak ada tanda-tanda cedera di kepala dan wajah, tidak ada memar di sekitar mata, atau patah tulang di dasar tengkorak Mehsa Amini yang diamati."
Pihak berwenang juga mengatakan tidak ada tanda-tanda cedera internal.
Tuduhan kesehatan
Amjad juga membantah tudingan yang menyebut putrinya memiliki masalah kesehatan yang menjadi penyebab kematiannya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kedokteran Forensik Provinsi Teheran mengatakan, Amini telah menjalani operasi otak pada usia delapan tahun.
"Mereka berbohong," kata Amjad.
"Dia tidak pernah ke rumah sakit sama sekali dalam 22 tahun terakhir, selain beberapa penyakit yang berhubungan dengan flu.
"Dia tidak pernah menderita kondisi medis apa pun, dia tidak pernah menjalani operasi."
BBC telah mewawancarai dua teman sekelas Amini.
Mereka juga mengaku tidak pernah melihat ataupun mendengar bahwa Amini menjalani pengobatan di rumah sakit sebelumnya.
Amjad juga membantah klaim lain tentang kesehatan putrinya - yang menyebut Amini telah berulang kali jatuh dan pingsan baru-baru ini saat bekerja di sebuah toko - menggambarkannya sebagai "palsu".
Mimpi kuliah yang pupus
Menurut keluarganya, Amini seharusnya mulai belajar di universitas minggu depan.
Perjalanan mereka ke Teheran akan menjadi liburan terakhirnya sebelum kursusnya dimulai.
"Dia ingin belajar mikrobiologi," kata Pak Amini. "Dia ingin menjadi dokter - itu adalah mimpi yang tidak pernah menjadi kenyataan.
"Ibunya sangat sakit, kami semua merindukannya.
"Seharusnya kemarin dia berulang tahun yang ke-23."