Suara.com - Koalisi Pemantau Paniai 2014 menemukan adanya beberapa kejanggalan dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri Kelas I Khusus Makassar, Sulawesi Selatan terhadap Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu. Isak diketahui didakwa melanggar HAM berat di kasus Paniai.
Ada beberapa kejanggalan yang ditemukan Koalisi. Pertama, Jaksa Agung terlihat jelas menetapkan pelaku tunggal dalam dalam konstruksi dakwaan kasus Paniai 2014 sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi melalui “serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil”.
"Serangan tersebut pastinya melibatkan lebih dari satu pelaku. Hukum dan standar internasional yang berlaku untuk kejahatan terhadap kemanusiaan dengan jelas menyatakan bahwa baik mereka yang memiliki tanggung jawab komando maupun mereka yang secara langsung melakukan kejahatan harus dimintai tanggung jawab pidana," kata Koalisi dalam keterangan tertulis yang diterbitkan KontraS, dikutip Kamis (22/9/2022).
Penyelidikan Komnas HAM membagi para terduga pelaku dalam beberapa kategori, yaitu pelaku lapangan, komando pembuat kebijakan, komando efektif di lapangan, dan pelaku pembiaran. Secara logika, penanggung jawab komando bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh bawahannya.
Koalisi mengingatkan bahwa konteks pertanggungjawaban komando tidak berhenti kepada orang yang memberikan perintah saja, akan tetapi juga termasuk pertanggungjawaban atasan yang tidak mencegah atau menghentikan tindakan pelanggaran HAM yang berat atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sebagaimana Pasal 42 UU Pengadilan HAM.
"Oleh karena itu sudah sepatutnya dakwaan tidak hanya menyasar IS sebagai perwira penghubung. Tetapi juga menyasar pada atasan yang dalam hal ini telah diduga tidak mencegah atau menghentikan dan menyerahkan pelaku kepada pihak berwajib," tulis Koalisi.
Koalisi mengatakan bahwa jaksa tidak boleh terkesan melindungi pelaku dengan tidak menuntut pelaku yang jelas sangat potensial melanggar HAM. Sudah sepatutnya, jaksa turut menuntut pimpinan TNI yang bertanggung jawab dan kepala Operasi Aman Matoa V sebagaimana juga terang dijelaskan dalam laporan penyelidikan Komnas HAM.
Menurut Koalisi penuntut seharusnya memulai dengan membuktikan pelaku lapangan telah melakukan kejahatan kemanusiaan.
"Apabila penuntut memulai dari penanggung jawab komando, maka seandainya penanggung jawab komando diputus bebas oleh pengadilan, mengakibatkan pelaku lapangan kemudian tidak lanjut didakwa oleh penuntut," tulis Koalisi.
Baca Juga: Sidang Kasus Paniai: Korban Anggap Penghinaan, Pegiat Sebut Sandiwara Hukum
Hal kedua, Koalisi mengingatkan kembali pernyataan Komnas HAM yang pernah mengangkat adanya obstruction of justice untuk dapat menjerat pertanggung jawaban pidana yang melibatkan pejabat TNI di atas terdakwa Isak.