Suara.com - Jaksa penuntut umum di Amerika Serikat (AS) menyebut 47 orang terlibat dalam kasus penyelewengan dana bantuan sosial yang ditujukan untuk anak-anak yang terdampak pandemi COVID-19.
Para tersangka disebut mencuri 250 juta dolar AS dari program bantuan pemerintah yang berfokus untuk menyediakan makanan untuk anak-anak membutuhkan di negara itu selama masa pandemi.
Seperti dilaporkan oleh BBC, mereka disebut menggunakan dana tersebut untuk membeli properti, mobil, serta barang mewah lainnya.
Lembaga non-profit asal Minnesota, Feeding Our Future, disebut menyusun plot kejahatan ini, tetapi sang pendiri, Aimee Bock, membantah tuduhan tersebut.
“Kami telah menegaskan sejak hari pertama bahwa kami tidak bersalah,” ujar pengacara Bock. Ia menambahkan bahwa sangkaan itu "hanyalah awal dari proses hukum" dan mewakili "tuduhan belaka".
Direktur FBI, Christopher Wray, mengatakan "plot mengerikan" ini merupakan kasus terbesar dari jenisnya yang sudah pernah terkuak sejauh ini.
Para tersangka diduga membuat bill untuk makanan yang sebenarnya tidak mereka sajikan kepada anak-anak yang sebenarnya tidak ada, kata Departemen Kehakiman (DoJ) dalam sebuah pernyataan.
Mereka diduga melakukannya dengan memanfaatkan program pemerintah di mana restoran dapat mengklaim dana untuk mendistribusikan makanan di bawah dukungan organisasi nirlaba.
Terdakwa disebut menyuap karyawan Feeding Our Future untuk mensponsori banyak situs distribusi palsu.
Situs-situs ini mengklaim menyajikan makanan untuk ribuan anak setiap hari dalam beberapa hari atau minggu setelah dibentuk, kata DoJ.
Namun, mereka malah menyerahkan dokumen palsu dengan menggunakan nama anak-anak palsu, yang beberapa di antaranya diambil dari laman www.listofrandomnames.com.
Kelompok tersebut menggunakan hasil kejahatannya untuk membeli mobil mewah dan properti di AS, Kenya, dan Turki, serta untuk mendanai perjalanan internasional, DoJ mengungkapkan.
Para tersangka menghadapi tuduhan wire fraud, pencucian uang, dan penyuapan.
Jaksa Agung AS Merrick Garland mengatakan DoJ akan terus menindak mereka yang "mengeksploitasi pandemi untuk keuntungan pribadi".
Pada bulan Maret, DoJ mengatakan telah memproses lebih dari 1.000 kasus kriminal dengan total kerugian hingga 1,1 miliar dolar AS, serta terlibat dalam litigasi perdata terkait penipuan dalam pinjaman senilai lebih dari 6 miliar dolar AS.