Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menduga tindakan mutilasi yang dilakukan enam anggota TNI dan empat pelaku dari warga sipil bukan kali pertama. Hal itu diungkap Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam berdasarkan pemantaun dan pemeriksaan awal yang dilakukan lembaganya di Papua pada 12-16 September 2022.
"Berdasarkan pola kekerasan, penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat serta keterangan saksi, diduga bahwa tindakan yang dilakukan para pelaku bukan yang pertama," kata Anam saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (20/9/2022).
Anam menjelaskan tindakan mutilasi dengan korban lebih satu orang pada waktu bersamaan menunjukkan karakter pelaku memiliki pengalaman melakukan tindakan yang serupa.
"Itu biasanya menunjukan karakter pelaku yang sudah punya pengalaman terhadap tindakan mutilasi sebelumnya,"ungkapnya
Baca Juga: Setelah Bupati Mimika Eltinus, KPK Tahan PPK Marthen Sawy Korupsi Gereja Kingmi Mile 32
Karenanya guna membuktikan hal tersebut, kata Anam, kepolisian didorong segera mengungkap komunikasi para pelaku di telepon genggamnya masing-masing.
"Yang kedua memang didalami apakah memang ada potensi bahwa pelaku ini pernah melakukan tindakan yang sama di peristiwa yang berbeda," ujar Anam.
Di samping itu, saat awal diperiksa para pelaku tidak menunjukkan mimik wajah bersalah dan menyesal. Kata penyesalah dari mulut para pelaku baru keluar ketika ditanyakan.
"Saat kami memeriksa pelakunya mimik mukanya itu datar begitu. Dua-duanya itu TNI maupun sipil mimiknya datar," kata Anam
"Harus ditanya berkali-kali baru ngomong menyesal. Itu yang paling menakutkan,"ujarnya
Lebih lanjut, kata Anam, untuk memutilasi korban para pelaku menggunakan parang, kemudian dimasukkan ke dalam enam karung. Kemudian dibuang ke Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka, Timika. Agar jasad para korban tenggelam, para pelaku mengikat karung dengan batu.
Komnas HAM menyebut kasus ini sebagai pembunuhan berencana. Dari hasil pemeriksaan terhadap 9 tersangka ditemukan mereka sempat menunda pembunuhan dan mutilasi.
"Perencanaan sudah dilakukan beberapa kali oleh para pelaku, sempat terjadi penundaan waktu pertemuan dengan korban," jelas Anam.
Kasus ini pun, kata Anam, merupakan perilaku yang merendahkan harkat dan martabat manusia, sebab ditemukan kekerasan hingga penyiksaan.
"Memunculkan dugaan adanya tindakan kekerasan, penyiksaan dan perlakuan lainnya yang merendahkan harkat dan martabat manusia yang menjadi isu serius dalam Hak Asasi Manusia," kata Anam.
Atas temuan itu Komnas HAM mengecam keras peristiwa yang terjadi. Para pelaku harus mendapatkan hukuman berat. Terhadap enam pelaku anggota TNI diminta dipecat dari kesatuannya.
"Para pelaku harus dihukum seberat-beratnya termasuk pemecatan dari keanggotaan TNI," tegas Anam.
Kepada kepolisian yang menangani kasus ini diminta untuk melakukan penyelidikan dengan pendekatan scientific crime investigation khususnya terkait jejak digital.
Kemudian, Komnas HAM mendorong, adanya evaluasi dan pengawasan terhadap Brigif R 20/IJK/3, hal ini terkait bisnis anggota, kepemilikan senjata rakitan dan catatan beberapa kasus sebelumnya terkait jual beli amunisi dan senjata.
Diketahui, empat korban dibunuh Senin 22 Agustus 2022 sekitar pukul 21.50 WIT di kawasan SP 1, Distrik Mimika Baru.
Jasat keempat korban dimutilasi terlebih dahulu sebelum dibuang di sekitar Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka, Timika. Sebanyak 6 anggota TNI dan 4 warga sipil ditetapkan sebagai tersangka. Namun salah satu tersangka dari masyarakat sipil masih buron.