Suara.com - Sebanyak 17 orang saksi terkait kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum calon pendeta berinisial SAS di Alor diperiksa oleh tim penyidik Kepolisian Resor Alor, Nusa Tenggara Timur. Korban kekerasan seksual tersebut mencapai 14 orang.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah NTT Kombes Pol Ariasandy mengatakan bahwa saksi yang diperiksa kemungkinan jumlahnya akan terus bertambah.
"Saat ini jumlah saksi yang sudah diperiksa sebanyak 17 orang dan dimungkinkan akan terus bertambah jumlahnya," katanya pada Selasa (20/9/2022).
Informasi itu disampaikannya berkaitan dengan perkembangan kasus kekerasan seksual oleh oknum calon pendeta terhadap 10 anak di bawah umur dan empat orang dewasa.
Tindakan keji itu dilakukan oleh SAS sejak Mei 2021 hingga Maret 2022. Perbuatan itu dilakukannya di sekitar lingkungan gereja tempat tersangka ditugaskan.
Sejumlah saksi nantinya juga akan dihadirkan dalam waktu dekat, salah satunya Ibu Ketua Majelis Sinode GMIT.
"Salah satunya adalah Ibu Ketua Majelis Sinode GMIT Merry Kolimon yang proses pemeriksaannya dilakukan di Polres Alor," tambahnya.
Hingga saat ini, proses penyelidikan kasus kekerasan seksual itu masih berlanjut. Jumlah korban saat ini sudah 14 orang. Akibat perbuatannya, SAS terancam hukuman mati.
Hal ini karena tersangka SAS dijerat dengan pasal 81 ayat 5 jo pasal 76 huruf d Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Selain itu, tersangka juga dikenakan pasal pemberatan karena korban lebih dari satu orang.
Baca Juga: Oknum Pendeta Bikin Video 10 Anak Korban Kekerasan Seksual di Nusa Tenggara Timur Terancam UU ITE
Selain terancam hukuman mati atau seumur hidup, tersangka SAS juga terancam pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lambat 20 tahun.
Ariasandy juga mengatakan bahwa tersangka SAS juga terancam dijerat dengan pasal 27 ayat 3 di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena dalam melaksanakan aksinya tersangka merekam atau membuat video serta memotret para korbannya sebelum bahkan sesudah melaksanakan aksinya tersebut. [ANTARA]