Mitos Rabu Wekasan Sebagai Hari Paling Sial, Padahal dalam Islam Tidak Ada Malapetaka di Bulan Safar

Farah Nabilla Suara.Com
Selasa, 20 September 2022 | 12:04 WIB
Mitos Rabu Wekasan Sebagai Hari Paling Sial, Padahal dalam Islam Tidak Ada Malapetaka di Bulan Safar
Ilustrasi bulan safar, mitos Rabu wekasan. (pexels)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pernahkah mendengar istilah Rabu Wekasan atau Rebo Wekasan? Menurut beberapa sumber, hari itu menjadi yang paling sial. Sebab ada mitos di dalamnya hingga perlu dilakukan tradisi untuk menghalaunya. 

Kapan Rabu Wekasan di Tahun 2022?

Rabu Wekasan merupakan hari Rabu terakhir di bulan Safar. Adapun di tahun 2022, Rabu Wekasan jatuh pada Rabu, 21 September yang nantinya akan dilakukan tradisi turun temurun.

Mitos Rabu Wekasan

Baca Juga: Bagaimana Rebo Wekasan Menurut Islam? Hari Rabu Terakhir Bulan Safar dan Ribuan Malapetaka

Menurut berbagai sumber, ada sejumlah mitos terkait larangan yang perlu dihindari saat Rabu Wekasan. Pertama untuk melangsungkan pernikahan. Mengapa?

Sebagian masyarakat percaya bahwa menikah di waktu Rebo Wekasan bisa mendatangkan petaka. Diantaranya, muncul konflik dalam rumah tangga, susah memperoleh rezeki, serta terkena penyakit.

Selain itu, ada larangan untuk keluar rumah. Sejumlah masyarakat meyakini bahwa berpergian saat Rebo Wekasan akan membuat siapapun yang melakukannya mengalami kecelakaan.

Kaum Jahiliyah bahkan percaya bahwa di akhir bulan Safar akan berhembus angin yang membawa penyakit di perut seseorang yang keluar rumah. Safar sendiri diyakini sebagai bulan penuh musibah.

Namun, sejak kedatangan Nabi Muhammad SAW mitos tentang Rabu Wekasan yang mendatangkan musibah mulai memudar seiring dengan masuknya agama Islam.

Baca Juga: Rabu Wekasan 2022 Jatuh Pada Tanggal Berapa? Ini Jadwal dan Mitosnya

Tradisi Rabu Wekasan

Tradisi Rabu Wekasan dilakukan di akhir bulan Safar sebagai salah satu cara melawan sial. Ini berawal dari kepercayaan Islam di masa lalu yang menganggap bulan Safar adalah bulan pembawa sial dan petaka.

Di mana ada kepercayaan jika hari Rabu terakhir di bulan Safar menjadi sumber datangnya penyakit, marabahaya, serta menjadi hari tersial di sepanjang tahun.

Adapun rangkaian tradisi dan amalan yang dilakukan secara umum bersifat tolak bala. Diantaranya, silaturahmi, zikir bersama, meninum air jimat, saling berbagi makanan, berbuat baik, hingga salat sunah tolak bala.

Tradisi Rabu Wekasan dipercaya sudah muncul di Indonesia sejak abad ke-17, khususnya di kalangan masyarakat Sumatera, Sunda, Madura, dan Jawa yang rata-rata tinggal di kawasan pesisir.

Cara memperingati Rabu Wekasan di tiap-tiap daerah juga berbeda. Di sisi lain, ada opini yang mengemukakan jika tradisi tolak bala tersebut dimulai pada masa Wali Songo. 

Saat itu, tidak sedikit ulama yang percaya bahwa Allah SWT menurunkan ratusan penyakit di bulan Safar. Nah, tirakat menjadi cara mereka untuk menolak bala.

Hukum Menurut Islam

Ada beberapa pandangan terkait Rabu Wekasam menurut hukum Islam. Misalnya saja, hadist Ibn Abbas ra yang meyakini Rabu akhir di bulan Safar menjadi yang paling nahas.

Dari Ibn Abbas ra, Nabi Saw bersabda: “Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya naas yang terus-menerus.” HR. Waki’ dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam at-Tafsir, dan al-Khathib al-Baghdadi. (dikutip dari Al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, juz 1, hal. 4, dan al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari, al-Mudawi li-‘Ilal al-Jami’ al-Shaghir wa Syarhai al-Munawi, juz 1, hal. 23).

Lalu, hukum meyakini datangnya malapetaka di akhir bulan Safar, sudah dijelaskan oleh hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim:

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Kontributor : Xandra Junia Indriasti

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI