Suara.com - Sekelompok perempuan Rusia yang turun ke jalan menentang perang di Ukraina ditangkap dan dibawa ke kantor polisi. Di sini mereka mengaku mengalami perlakuan buruk dan penyiksaan.
Terduga pelakunya seorang anggota polisi yang di antara para perempuan demonstran hanya dikenal dengan sebutan "laki-laki berpakaian hitam".
Mereka ingin kasus yang menimpa mereka diproses secara hukum. Tetapi bagaimana mengetahui identitas pelaku?
Para perempuan sudah berupaya, namun jalan untuk mengungkap nama polisi pelaku sepertinya gelap gulita.
Baca Juga: Moskow Minta Penjelasan Dubes Kanada Terkait Serangan Kedubes Rusia di Ottawa
Sampai kemudian ada kebocoran data aplikasi pesan makanan yang dipakai sebagai titik awal untuk melacak nama polisi tersebut.
Baca juga:
- Bos tentara bayaran Rusia: "Mau napi yang berperang atau anak-anakmu?"
- Wagner, tentara bayaran asal Rusia dikerahkan ke Ukraina, mengapa terkenal kejam?
- Mengungkap keterlibatan tentara bayaran paling rahasia di Rusia, Wagner, dalam perang Libya
Kasus ini berawal pada Maret 2022 ketika sekelompok perempuan, berusia antara 19 dan 25 tahun, menggelar unjuk rasa di Moskow, menentang invasi Rusia di Ukraina.
Aksi protes berakhir dengan penangkapan dan para perempuan ini dibawa ke kantor polisi Brateyevo, di Moskow tenggara.
Mereka tidak kenal satu sama lain namun penangkapan ini seakan menyatukan mereka. Suasana bersemangat sangat terasa dan bahkan mereka membentuk grup di aplikasi Telegram.
Baca Juga: Viral Pengeroyokan Bule Rusia di Kuta, Ternyata Karena Ini
Yang terjadi kemudian sama sekali di luar perkiraan mereka.
Selama enam jam, mereka mengaku mengalami pelecehan verbal dan fisik dan bahkan mengarah ke penyiksaan. Seorang perempuan mengatakan ia tak bisa bernapas saat kepalanya dibungkus plastik.
Kekerasan ini diduga dilakukan oleh seorang anggota polisi, yang berpostur atletis dan mengenakan kaus hitam. Di grup Telegram, para perempuan ini menyebut polisi tersebut "laki-laki berpakaian hitam".
Dua perempuan, Marina dan Alexandra, secara diam-diam merekam aksi polisi ini. Dalam satu kesempatan, polisi itu berteriak bahwa "dirinya kebal hukum".
Setelah dibebaskan, para perempuan ini membahas bagaimana caranya mengungkap identitas polisi tersebut.
"Jika kita menganggap bahwa kejadian itu seperti tidak ada, jika kita hanya mengunggah rekaman dan kemudian bersembunyi ... maka mereka akan berpandangan, mereka bisa melakukan lagi perbuatan mereka. Mereka akan menganggap mereka memang kebal hukum," kata Marina, seorang mahasiswi.
Wajah polisi ini samar-samar ada dalam ingatan mereka, namun tak bisa melacak siapa dia. Tak ada wajahnya di situs resmi polisi.
Pencarian di media sosial juga menemui jalan buntu karena para perempuan ini tak tahu nama polisi tersebut.
Setelah dua pekan berupaya dan tak ada hasil yang menggembirakan, mereka hampir saja menyerah.
Tiba-tiba saja ada titik terang.
Pada akhir Maret ada kebocoran data besar-besaran di aplikasi pemesanan makanan yang sangat populer di Rusia, Yandex Food.
Berbekal data ini, para perempuan tersebut memutuskan untuk menelusuri apakah pernah ada pemesanan makanan oleh para polisi yang bertugas di kantor Brateyevo selama satu tahun terakhir.
Mereka menemukan sembilan nama. Apakah "laki-laki berpakian hitam" salah satunya?
Sebagian besar data Yandex hanya memuat nama pertama dan nomor telepon. Para perempuan ini menggabungkan data Yandex Food dengan profil di media sosial, namun tak ada yang mirip dengan polisi yang tengah mereka cari.
Sampai akhirnya mereka menemukan nama terakhir di dalam daftar: Ivan.
Persoalannya, Ivan adalah nama pertama yang sangat populer di Rusia. Tetapi nomor telepon Ivan mengarah ke beberapa aktivitas online, yang jejaknya bisa ditelusuri.
Ada enam iklan online yang menggunakan nomor telepon tersebut. Lagi-lagi, pada iklan-iklan ini hanya dicantumkan nama pertama. Tidak ada nama keluarga atau nama lengkap.
Hanya satu yang mencantumkan nama lengkap, yaitu iklan penjualan mobil Skoda Rapid pada 2018.
Disebutkan bahwa lokasinya hanya 10 menit dengan mobil dari kantor polisi Bratayevo. Nama penjualnya: Ivan Ryabov.
Berbekal nama keluarga, para perempuan ini mencoba mencari fotonya. Dan langsung saja, Anastasia, anggota kelompok perempuan yang berusia 19 tahun, langsung mengenalinya.
"Saya menangis, saya hampir tak percaya ... bahwa akhirnya saya menemukannya," kata Anastasia.
Ia mengirim foto Ivan Ryabov ke Marina, Alexandra, dan anggota di lain di grupnya di Telegram.
Mereka berkesimpulan "laki-laki berpakaian hitam" telah ditemukan.
Mereka berharap kasus mereka akan diselidiki secara resmi oleh aparat penegak hukum di Rusia.
Rekaman membuka perlakuan buruk yang dialami oleh para perempuan ini.
Dalam satu kesempatan, Ryabov dengan suara keras mengatakan kepada Marina, "Saya akan lepas sepatu saya dan menghantamkannya ke kepalamu."
Selama 14 menit, kata Marina, ia diteriaki dan ditendang. Ia juga diancam dengan pistol.
Anastasia, yang menunggu di luar, bisa mendengar suara teriakan dan suara pukulan.
Saat Anastasia menolak menjawab pertanyaan interogasi, Ryabov memukul kepalanya dengan botol air. Polisi ini juga menyiram kepalanya dengan air dan membungkus kepalanya dengan plastik selama 30-40 detik, yang membuat Anastasia sulit bernapas.
"Dalam situasi ini, saya bertanya ke diri saya sendiri, seberapa lama lagi saya bisa bertahan," kata Anastasia.
Alexandra, 26 tahun, juga sempat merekam interogasi Ryabov terhadap dirinya.
Ryabov terekam sesumbar, "Putin memerintahkan kami untuk membunuh orang-orang seperti kamu. Paham kan? Putin di pihak kami."
Setidaknya 11 orang yang ditahan mengaku mengalami perlakuan buruk secara fisik dari "laki-laki berpakaian hitam".
Selain "laki-laki berpakaian hitam" ada pula "laki-laki berpakaian krem" yang diyakini punya kewenangan lebih besar. Ada video laki-laki ini, namun kualitasnya tak begitu bagus, sehingga upaya mencari identitasnya lebih sulit dilakukan.
BBC menemukan fakta bahwa penahanan pada 6 Maret ditandatangani oleh komandan sementara kantor polisi Bratayevo, Letnan Kolonel AG Fedorinov.
Di koran lokal ada berita tahun 2012 yang memuat informasi tentang Alexander Georgievich Fedorinov. Foto di koran ini mirip dengan "laki-laki berpakaian krem".
Karena foto di koran ini telah berusia 10 tahun, BBC memakai perangkat lunak pengenalan wajah dan hasilnya: kedua foto itu berasal dari orang yang sama.
BBC sudah mengirim kesaksian para perempuan yang ditawan ini, yang mengarah ke penyiksaan ke Komite Investigasi Rusia, namun sejauh tidak ada respons.
Meski begitu, Marina, Anastasia dan Alexandra masih berharap suatu saat nanti ada proses hukum terhadap Ryabov dan Fedorinov.
Marina mengatakan siapa pun yang melakukan penyiksaan harus berhadapan dengan hukum, meskipun dia adalah pejabat pemerintah.