Bagaimana Rebo Wekasan Menurut Islam? Hari Rabu Terakhir Bulan Safar dan Ribuan Malapetaka

Rifan Aditya Suara.Com
Selasa, 20 September 2022 | 10:11 WIB
Bagaimana Rebo Wekasan Menurut Islam? Hari Rabu Terakhir Bulan Safar dan Ribuan Malapetaka
Rebo Wekasan menurut Islam - Ilustrasi Islam, muslim, pria memeluk Alquran (Unsplash)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebagian masyarakat, khususnya di Jawa, melakukan ritual khusus pada hari Rebo Wekasan untuk menolak bala atau musibah yang dipercaya turun di hari itu. Tahun ini Rabu Wekasan atau Rebo Wekasan jatuh besok Rabu, 21 September 2022.

Lalu bagaimana Rebo Wekasan menurut Islam? Sebab dalam peringatan tersebut juga dilakukan beberapa amalan dalam ajaran agama Islam seperti sholat hingga dzikir. 

Apa itu Rebo Wekasan, dan Bagaimana Rebo Wekasan menurut Islam? 

Di kalangan masyarakat Jawa, Bulan Safar kerap dihubungkan dengan mitos bulan sial, malapetaka dan banyak bencana. Pada masa Arab Jahiliyah, bulan Safar ini ternyata juga disebut bulan sial.

Baca Juga: Asal-usul Rebo Wekasan Mulai Awal Abad ke-17, Masa Penyebaran Dakwah Wali

Shafar atau Safar satu suku kata dengan kata Shifr yang berarti kosong. Bulan ini dinamakan safar atau shifr, karena pada bulan ini bangsa Arab mengosongkan rumah mereka yang beralih ke medan perang.

Dilansir dari Jurnal Theologia IAIN Kudus, sejatinya bulan Safar tidaklah berbeda dengan bulan-bulan lainnya, hanya saja Rasulullah SAW pernah menyinggung tentang bulan Safar ini dalam haditsnya yang berbunyi:

“Tidak ada penyakit menular, tidak ada mitos, tidak ada prasangka buruk, tidak ada (keramat) bulan Safar".

Rebo Wekasan memang telah menjadi fenomena di masyarakat karena faktor akulturasi budaya Jawa dengan Islam secara intensif. Diketahui, Islam di wilayah Jawa memiliki karakter tersendiri karena banyak prosesi ritual keagamaan yang merupakan perpaduan dari nilai-nilai Islam dengan animisme dan dinamisme.

Meskipun ada banyak kalangan yang menganggap ritual Rebo Wekasan hanya sebagai mitos, namun juga tidak sedikit yang masih terus melestarikannya hingga sekarang.

Baca Juga: Kapan Rebo Wekasan 2022? Simak Jadwal, Tradisi, Ritual dan Amalannya

Rebo Wekasan Menurut Islam

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra disebutkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: "Tidak ada wabah (yang menyebar secara sendirinya), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga Safar. Menghindarlah dari penyakit kusta sebagaimana engkau menghindari singa".

Menurut Ibnu Utsaimin rahimahullah, kata Safar di dalam hadits tersebut memiliki makna yang bervariasi. Namun, makna yang paling kuat menurut umat Jahiliah adalah sebagai bulan kesialan, sehingga sebagian orang jika selesai melakukan pekerjaan tertentu pada hari ke-25 dari bulan Safar merasa lega, dan berkata, “Selesai sudah hari kedua puluh lima dari bulan Safar dengan baik".

Dilansir dari laman Pondok Pesantren Tambakberas, asal-usul tradisi Rebo Wekasan bermula dari anjuran Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi dalam kitab “Fathul Malik Al-Majid Al-Mu-Allaf Li Naf’il ‘Abid Wa Qam’i Kulli Jabbar ‘Anid. Anjuran serupa juga terdapat di dalam kitab ”Al-Jawahir Al-Khams” karya Syeikh Muhammad bin Khathiruddin Al-‘Atthar, Hasyiyah As-Sittin, dan sebagainya.

Dalam kitab-kitab tersebut disebutkan bahwa salah seorang Waliyullah yang telah mencapai maqam kasyaf (kedudukan tinggi dan sulit dimengerti orang lain) mengatakan bahwa dalam setiap tahun pada hari Rabu terakhir bulan Shafar, Allah SWT menurunkan 320.000 (tiga ratus dua puluh ribu) macam bala dalam satu malam.

Bermuhasabah sesungguhnya tidak memiliki waktu tertentu, tidak harus dilakukan pada bulan Safar atau Rabu terakhir di dalamnya. Sesungguhnya tidak ada istilah “hari sial” dalam pandangan syari’at, dan semua hari adalah sama.

Muslim juga tidak boleh berprasangka buruk (tasya’um) pada hari tertentu, sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Jahiliah dahulu yang memiliki mitos bahwa bulan Safar adalah hari buruk dan sial.

Sementara itu Buya Yahya, pengasuh Pondok Pesantren Al-Bahjah juga memiliki pendapat tentang Rebo Wekasan. Menurutnya, jika amalan yang dikerjakan tidak bertentangan dengan Islam maka boleh saja dilakukan saat Rebo Wekasan. Misalnya seperti sholat, dzikir, sholawat dan semacamnya.

"Dari Nabi memang tidak ada, cuman kalau katanya ulama selagi tidak bertentangan dengan ajaran Nabi tidak bisa kita langsung mengatakan murni Bid'ah," ujar Buya Yahya dalam video di kanal youtube Al-Bahjah TV.

Memang banyak umat Islam di tanah air yang kemudian memperingati Rebo Wekasan dengan sholat khusus dan berdoa. Namun penting untuk diketahui bahwa jika niat sholatnya adalah khusus untuk Rebo Wekasan maka itu keliru.

Hukumnya tidak boleh karena sholat seperti itu tidak terdapat dalam Syariat Islam. Akan tetapi jika niatnya adalah sholat sunnah mutlaq atau sholat hajat meskipun dilakukan saat waktu rebo wekasan, maka hukumnya diperbolehkan.

Seperti itulah hukum dan pandangan terkait Rebo Wekasan menurut Islam. Mari kita peringati hari tersebut dengan amalan-amalan yang baik.

Kontributor : Rishna Maulina Pratama

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI