Raup Pajak Tinggi, Tapi Industri Rokok Elektrik Masih Minim Kajian

Senin, 19 September 2022 | 21:36 WIB
Raup Pajak Tinggi, Tapi Industri Rokok Elektrik Masih Minim Kajian
Produk tembakau alternatif. (ANTARA/HO)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) seperti rokok elektrik, rokok tembakau yang dipanaskan atau kantung nikotin memerlukan kajian ilmiah yang menyeluruh. Meski demikian, penerimaan negara dari tarif cukai yang ditetapkan cukup tinggi.

Peneliti dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (SF-ITB) Emran Kartasmita menjelaskan, riset terhadap produk tembakau alternatif masih belum banyak dilakukan di Indonesia.

Sebagai produk yang menerapkan konsep pengurangan bahaya (harm reduction), seharusnya para pemangku kepentingan mendorong lebih banyak lagi kajian ilmiah yang meneliti tentang produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan maupun kantong nikotin.

Riset tersebut bukan untuk mendorong nonperokok menjadi konsumen produk tembakau alternatif.

Baca Juga: Tanpa Regulasi Pemerintah, Industri Produk Tembakau Alternatif Bakal Sia-sia

"Melainkan menyediakan alternatif produk yang lebih rendah risiko bagi perokok yang kesulitan untuk berhenti dan mendorong mereka beralih ke produk tersebut," kata Emran, Senin (19/9/2022).

Menurut Emran, pemerintah, para akademisi, lembaga riset, serta pelaku usaha di industri bisa berkolaborasi untuk melakukan kajian ilmiah dengan topik-topik yang relevan terhadap produk tembakau alternatif.

Kolaborasi tersebut nantinya akan menghasilkan riset yang komprehensif dan perlu dipastikan bahwa fakta mengenai produk tembakau alternatif dapat diakses oleh publik.

Emran berpendapat, riset-riset kolaboratif juga dapat mengurangi persepsi negatif yang bertentangan dengan fakta hasil kajian ilmiah.

"Cara terbaik untuk mengatasi hal tersebut (persepsi negatif) adalah dengan menyediakan data dan bukti ilmiah yang komprehensif. Khususnya yang terkait dengan aspek keamanan dan dampaknya terhadap kesehatan," tegasnya.

Baca Juga: Tembakau Alternatif Perlu Aturan Terpisah dari Rokok, Ini Alasannya

Hasil kajian tersebut selanjutnya perlu dipublikasikan di jurnal ilmiah yang bereputasi baik. Hal ini bertujuan agar memiliki bobot dan objektivitas ilmiah.

"Selanjutnya, agar mudah dipahami oleh masyarakat luas, bisa disampaikan secara lebih masif melalui berbagai kegiatan edukasi maupun media massa," katanya.

Industri rokok elektrik atau vape diharapkan mampu menyumbang pendapatan untuk negara sebesar Rp648,84 miliar pada tahun ini, terutama karena perkembangan rokok elektrik yang terus berkembang pesat dan mengalami lonjakan pada periode 2018 ke 2020.

Kenaikan cukai dan harga jual eceran (HJE) bagi rokok elektrik cair dan lainnya dilakukan karena konsumsi rokok elektrik terus meningkat layaknya rokok konvensional berupa tembakau bakar.

Hal ini tercermin dari kenaikan penerimaan cukai dari hasil pengolahan tembakau dan lainnya (HPTL) yang naik 588 persen dari Rp98,87 miliar pada 2018 menjadi Rp680,36 miliar pada 2020.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kontribusi cukai HPTL terbesar adalah jenis ekstrak dan esens tembakau (rokok elektrik) cair.

Untuk diketahui, nilai cukai rokok elektrik cair mencapai Rp564,36 miliar pada 2020. Sementara per September 2021, penerimaan cukai dari EET cair sebesar Rp285,97 miliar.

Melihat perkembangan ini, pemerintah ingin penerimaan cukai dari kelompok tembakau ini ikut meningkat pada tahun 2022. Estimasinya mencapai Rp 648,84 miliar atau naik 7,5 persen dari estimasi penerimaan pada tahun ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI