Suara.com - Perang dingin antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan Partai Demokrat akhirnya berubah menjadi konfrontasi. Elite kedua puak saling bongkar skandal.
Konfrontasi bermula dari pidato Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di hadapan ribuan kadernya dalam rapat pimpinan nasional, Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Kamis pekan lalu.
Dalam pidatonya yang potongannya kemudian viral di media-media sosial, SBY mengungkapkan rencananya untuk 'turun gunung' ke gelanggang politik nasional menjelang Pemilu dan Pilpres 2024.
"Mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilu 2024?" kata SBY lebih dulu beretorika.
Baca Juga: Yakin SBY Tak Main-main soal Indikasi Curang Pemilu 2024, PKB Minta Aktor Utama Diungkap
"Saya mendengar, mengetahui, ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil."
Memakai diksi konon, SBY lantas mengungkapkan sinyalemen pilres nanti sudah diatur seperti permainan yang sesuai keinginan lawan-lawan politik Demokrat.
"Dua pasangan capres dan cawapres saja yang dikehendaki oleh mereka," tuding SBY.
Bahkan, SBY mengklaim, Demokrat yang kini menjadi oposisi akan dijegal kalau ingin mengajukan calon presiden serta calon wakil presiden bersama koalisi.
"Jahat bukan? Menginjak-injak hak rakyat bukan?" kata SBY mengagitasi ribuan kadernya.
Baca Juga: Dugaan SBY Soal Pilpres 2024 Dipaksakan Hanya Dua Paslon Disebut Bisa Terjadi, Tapi...
PDIP: Pemilu 2009 curang
Selang dua hari, Sabtu 17 September akhir pekan lalu, Sekretaris PDIP Hasto Kristiyanto langsung menyambut pernyataan SBY.
"Mohon maaf, Pak SBY tidak bijak," tegas Hasto.
Hasto langsung membuka serangan pertama terhadap Demokrat dengan menyebut Pemilu 2009 yang digelar pada masa kepemimpinan SBY sebagai presiden, sebagai kontestasi paling curang sepanjang sejarah demokrasi Indonesia.
"Dalam catatan kualitas pemilu, tahun 2009 justru menjadi puncak kecurangan dalam sejarah demokrasi, dan hal tersebut Pak SBY yang bertanggung jawab."
Menurut Hasto, manipulasi daftar pemilih tetap baru pertama kali terjadi dalam sejarah pemilu di Indonesia adalah tahun 2009.
Dia memisalkan adanya manipulasi DPT di Pacitan, Jawa Timur. Pacitan adalah kampung halaman SBY.
Tak hanya itu, Hasto menyebut Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati yang menjadi anggota KPU saat itu, setelah pemilu selesai justru menjadi kader Demokrat.
"Di luar itu, data hasil pemilu dimusnahkan. berbagai bentuk tim senyap dibentuk," kata Hasto.
Hasto juga menyerang SBY yang juga pernah menaikkan harga bahan bakar minyak pada era kepemimpinannya.
Menurut Hasto, SBY menggunakan dana hasil kenaikan harga BBM untuk kepentingan politik elektoral. Pada saat bersamaan, kata dia, terjadi politisasi hukum terhadap lawan politik SBY.
Secara ideologis, Hasto menuding rezim SBY yang menjadi motor pendorong liberalisasi polisik melalui sistem pemilu daftar terbuka.
"Puncak liberalisasi politik dan sektor pertanian, juga terjadi zaman SBY," tutur Hasto.
Hasilnya, menurut Hasto, jumlah suara pemilih Partai Demokrat pada Pemilu 2009 naik hingga 300 persen.
"Setelah Pak SBY tak berkuasa, terbukti hal-hal yang sifatnya 'bubble' mengempes atau pecah sendiri, karena cara menggelembungkannya bersifat instan."
Hasto: jangan ganggu Jokowi
Pernyataan SBY yang berencana 'turun gunung' pun tak luput disindir oleh Hasto.
Menurut Hasto, SBY tak pernah naik gunung atau meninggalkan gelanggang politik, sehingga aneh kalau lawannya itu berkata demikian.
"Setahu saya, beliau tidak pernah lagi naik gunung. Jadi turun gunungnya Pak SBY sudah lama dan berulang kali," cibirnya.
Hasto menilai sah-sah saja SBY memakai istilah 'turun gunung' tapi di mewanti-wanti hal itu bukan berarti ingin mengganggu pemerintahan Jokowi yang disokong penuh PDIP.
"Kalau turun gunungnya itu mau menyebarkan fitnah ke Pak Jokowi, maka PDIP akan naik gunung, agar bisa melihat jelas apa yang dilakukan Pak SBY."
Hasto kemudian menutup serangannya dengan meminta SBY dan Partai Demokrat berhati-hati kalau ingin berkonfrontasi.
"Sebab informasi yang diterima Pak SBY sangat tidak tepat. Jadi hati-hati kalau mau ganggu Pak Jokowi!"
Serangan Balik Demokrat: Harun Masiku
Dua hari kemudian, Senin (19/9/2022), Koordinator Juru Bicara DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra, membalas pernyataan Hasto.
Herzaky membantah pernyataan Hasto yang menyebut Pemilu 2009 pada era SBY adalah puncak kecurangan politik elektoral.
"Bang Hasto, Demokrat tahun 2009 suaranya bisa meningkat tiga kali lipat karena prestasi pemerintahan SBY yang dirasakan manfaatnya oleh rakyat," kata Herzaky.
Ia mengklaim, jumlah rakyat miskin serta pengangguran pada 13 tahun silam semakin sedikit. Gaji PNS termasuk guru serta TNI-Polri hampir setiap tahun naik pada era SBY. Daya beli masyarakat juga diklaim tinggi.
Situasi sosial politik pada era SBY juga diklaim baik oleh Herzaky. Dia memisalkan, hubungan antarumat beragama dan antarsuku bangsa juga sangat baik dan rukun.
“Tidak ada polarisasi antaranak bangsa, kata Herzaki, “Oposisi, masyarakat sipil, dan mahasiswa bebas mengkritik tanpa takut diintimidasi, apalagi dikriminalisasi. Ya makanya wajar saja, suara Demokrat tahun 2009 meningkat drastis.”
Herzaky juga membantah ada manipulasi DPT pada Pemilu 2009, ”Bang Hasto jangan mengada-ada.”
Dia lantas menyindir balik Hasto dengan kasus yang dialami politikus PDIP Harun Masiku, yang hingga kekinian masih buron setelah terjerat kasus menyuap anggota KPU.
"Publik kan tahu di pemilu 2019 lalu, ada komisioner KPU yang ditangkap karena kasus suap. Kan, salah satu pelakunya kader partainya Bang Hasto, Harun Masiku, yang sudah buron 1000 hari lebih. Tidak ada cerita seperti itu di Pemilu 2009," tuturnya.
Menurut Herzaky, narasi-narasi politik yang dibangun SBY saat rapimnas hanya diposisikan sebagai pengingat.
“Pak SBY kan bapak bangsa. Rakyat menginginkan lebih dari dua pasangan calon berlaga di Pilpres 2024. Namanya bapak bangsa, wajar saja kalau beliau mengingatkan agar para elite politik tidak berupaya mengamputasi harapan rakyat. Apalagi, dengan cara-cara yang tidak demokratis dan menyalahgunakan kekuasaan.”
PDIP: SBY Menggelikan
Terbaru, politikus senior PDIP dalam acara Kompas Siang yang disiarkan stasiun televisi Kompas TV, Senin hari ini, menilai pernyataan-pernyataan SBY sebenarnya ekspresi takut kalah sebelum bertanding.
“Kalau turun gunung, saya kira silakan. Mau naik gunung, turun gunung silakan, kan banyak waktu,” kata Bima menyindir.
Persoalannya, terus Aria Bima, dari gunung mana SBY akan turun? “Ini yang membuat statemen prediksi Pemilu 20024 ada gejala tidak adil dan tak jujur.”
Menurut Bima, isi pidato SBY sebenarnya mengartikulasikan adanya kekhawatiran Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono tidak mendapat tiket sebagai capres atau cawapres pada Pilpres 2024.
“Saya melihat, ini kekhawatiran, tidak ingin terjadi lagi peristiwa AHY tak mendapatkan partai untuk mencalonkan sebagai capres atau cawapres,” kata Bima.
Ia menjelaskan, pidato SBY tampak seperti khawatir Demokrat tak bisa menggalang dukungan partai politik lain agar AHY bisa dijadikan jago dalam pilpres nanti.
“Kalau tidak dapat, jangan kemudian dikatakan dijegal. Ini penting digarisbawahi. Apak yang disampaikan SBY ini kekhawatirkan kalau sampai hanya 2 calon di pilpres, kemudian AHY tak bisa masuk, itu dikatakan penjegalan. Ini perlu diluruskan.“
Menurut Aria Bima, cara berpikir SBY yang harus diluruskan. “Itu pernyataan menggelikan, perasaan kalah sebelum bertanding.”
Anies - AHY menguat
Beberapa waktu ke belakang, Partai Demokrat tengah gencar melakukan gerilya politik ke sejumlah parpol, serta menawarkan AHY sebagai jago dalam Pilpres 2024.
Terbaru, AHY bersamuh dengan Anies Baswedan, elite PKS Ahmad Syaikhu, Surya Paloh, dan Jusuf Kalla.
Herzaky mengakui, pertemuan itu terjadi saat para tokoh menghadiri resepsi pernikahan anak politikus Partai NasDem, Minggu (18/9) kemarin.
"Sangat akrab dan dekat. Memang sering komunikasi dan berinteraksi. Sekarang semakin intensif," kata Herzaky.
Herzaky mengakui, komunikasi intensif Demokrat - PKS - NasDem itu untuk membicarakan koalisi menghadapi Pilpres 2024.
"Apakah ini pertanda atau sinyal koalisi 2024, doakan saja."
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai duet Anies Baswedan dengan AHY mempunyai potensi keturusungan yang cukup besar untuk Pilpres 2024.
Duet itu sangat mungkin terwujud, jika tiga partai politik sudah bersepakat berkoalisi yakni NasDem, PKS dan Demokrat.
"Peluang terusung cukup besar karena hanya tinggal memastikan Nasdem. Sejauh ini hampir pasti Demokrat miliki hubungan erat dengan PKS, sehingga dengan adanya Nasdem, Anies - AHY potensial terusung," kata Dedi, Senin.
Belum lagi, kata dia, duet Anies - AHY ini akan semakin kuat bila disokong oleh tiga king maker di baliknya: Surya Paloh, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla.
Dedi menilai, tiga tokoh yang disebut sebagai king maker itu dianggap sudah kenyang pengalaman di dunia politik.
"Terlebih tiga tokoh itu tidak saja politisi yang ulung, tapi punya daya dukung logistik yang memadai," tuturnya.
Dedi menyampaikan, jika duet Anies - AHY berhasil diajukan, akan sangat kompetitif dihadapkan dengan siapa pun, entah itu Puan Maharani, Prabowo Subianto, atau tokoh lainnya.
"Meskipun, skema yang mungkin terjadi adalah kepastian melawan PDIP dan Gerindra, ini tentu sama beratnya, Prabowo punya ketokohan yang solid, sementara PDIP jika usung Puan juga punya klaster pemilih yang jelas, PDIP sendiri semakin menguat," pungkasnya.
Nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan semakin santer disebut masuk radar pertimbangan Majelis Tinggi Partai (MTP) DPP Demokrat untuk diusung dan didukung maju di Pilpres 2024.
Anies disebut punya kecocokan dengan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY.
"Memang sudah sebagian beredar (nama Anies di MTP). Beliau punya wawasan bagus dan punya kecocokan dengan AHY," kata anggota MTP DPP Demokrat, Syarief Hasan, Jumat (16/9) sore.