Suara.com - Presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi perbincangan setelah mengaku siap turun gunung karena adanya dugaan kecurangan di Pemilu 2024.
"Para kader, mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilu 2024 mendatang? Saya mendengar, mengetahui, bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil," ucap SBY.
Pernyataan ini memicu panasnya hubungan antara Partai Demokrat dan PDI Perjuangan, sampai kedua pihak saling menyerang di ranah publik.
Kegaduhan ini pun membuat isu mengenai dugaan kecurangan Pemilu kembali mencuat, termasuk ungkapan Rocky Gerung soal cara licik PDIP untuk menjegal SBY masuk ke pemerintahan pada 2003 lalu.
Baca Juga: Turun Gunung Cuma Simbolik, Andi Mallarangeng: SBY Tak Lagi jadi King Maker, Panglimanya Kini AHY
Hal ini disampaikan Rocky ketika hadir sebagai narasumber di sebuah diskusi yang diunggah kanal YouTube Total Politik pada 30 Juni 2022. Kala itu Rocky hadir untuk membahas perihal Presidensial Threshold.
Presidensial Threshold ini pula yang rupanya menjadi jalan untuk PDIP menjegal SBY masuk ke Istana di Pemilu 2004.
"Kan orang bilang SBY pasang Threshold itu, berarti SBY bodoh dong? Partainya cuma 7 persen kok dia pasang Threshold 20 persen. Kan ngaco kan," ujar Rocky yang kemudian diralat menjadi 15 persen, seperti dikutip Suara.com pada Senin (19/9/2022).
Menurutnya, saat itu PDIP lah yang telah menetapkan Presidensial Threshold sampai belasan persen. "Threshold itu dipasang PDIP untuk menghambat SBY," tegas Rocky.
"Kan SBY belum masuk kabinet, belum jadi presiden, tapi potensi jadi. Maka PDIP pasang Threshold itu untuk mencegah SBY, ternyata SBY melampaui Threshold itu," imbuhnya.
Pernyataan ini kemudian dibenarkan oleh Rizal Ramli yang juga hadir di forum yang sama. Bahkan ia mengklaim saat itu dipanggil oleh tokoh terkemuka di PDIP untuk membicarakan perkara Presidensial Threshold.
"Saya dipanggil sama Bang Taufik ke Teuku Umar, ini tahun 2003. (Lalu dia bilang) 'Rizal, kita mesti naikin Threshold. Ya (alasannya) satu, supaya SBY nggak bisa maju'," kata Rizal yang menirukan pembicaraannya kala itu.
Bahkan saat itu sempat berkembang wacana untuk menaikkan Presidensial Threshold ke angka 35 persen, yang akhirnya dianulir kembali ke 15 persen dengan harapan tidak mampu dicapai oleh SBY dan Partai Demokrat yang saat itu cenderung masih baru.
Namun perkiraan PDIP keliru lantaran Demokrat yang pada akhirnya menjadi pemenang Pemilu 2004, bahkan SBY bisa menjabat sebagai presiden sampai selama 10 tahun.
Pernyataan Rocky dan Rizal inilah yang kembali disorot publik setelah heboh SBY siap turun gunung dan memicu PDIP membalas dengan mengembuskan isu kecurangan Pemilu di era Demokrat berkuasa.
Sekjen PDIP Embuskan Isu Kecurangan Pemilu 2009
Pernyataan SBY yang mengaku siap turun gunung karena mencium adanya dugaan kecurangan Pemilu 2024 membuat PDIP ikut bereaksi.
Disampaikan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, ia mengingatkan bahwa ada dugaan kecurangan yang sama ketika Pemilu 2009 diselenggarakan. Saat itu Pemilu kembali dimenangkan oleh SBY yang menjabat di periode kedua.
"Saya didampingi oleh Pak Eko Suwanto, yang menjadi saksi terhadap berbagai kecurangan-kecurangan Pemilu 2009," terang Hasto.
Beragam dugaan kecurangan Hasto sampaikan. Mulai dari dugaan adanya penggunaan berbagai instrumen negara untuk memenangkan pemilu sampai keterlibatan kasus Bank Century dalam kemenangan pemilu di era SBY.
"Sumber dana diduga dari Century, kita masih ingat bagaimana pembobolan bank tersebut," tutur Hasto.
"Dari rancangan pemenangan, gambaran tim kampanye dan model operasi khusus yang dijalankan serta fakta-fakta yang bermunculan akhir ini mengasakan bahwa kenaikan Partai Demokrat sebesar 300 persen merupakan bentuk kerja kecurangan pemilu," lanjutnya. "Jadi mohon maaf pak SBY kecurangan itu justru terjadi pada periode bapak bukan Jokowi."