Suara.com - Sampai dengan tahun 2020, 76 persen negara di dunia sudah memiliki respon yang positif terhadap pendekatan kewarganegaraan ganda (double citizenship) dan mengizinkan warga negaranya untuk memiliki kewarganegaraan dari negara lain tanpa menghilangkan kewarganegaraan dari negara asalnya.
Pada saat ini, lebih dari 130 negara menerima atau mentolerir kewarganegaraan ganda dalam berbagai macam bentuk. Peningkatan tersebut telah terjadi sebagai akibat dari migrasi serta peningkatan transformasi kewarganegaraan secara gender-neutral (karena makin banyak negara telah mencabut undang-undang yang hanya memperbolehkan perolehan kewarganegaraan melalui patrilineal descent). Dengan demikian, anak hasil perkawinan campuran semakin banyak dan anak-anak ini secara otomatis memiliki kewarganegaraan dari orang tuanya.
Namun demikian, tidak semua negara memiliki peraturan perundang-undangan atau pola kewarganegaraan yang memadai untuk mengakomodasi kebutuhan terhadap kewarganegaraan ganda. Padahal pada saat yang bersamaan, makin banyak diantaranya mulai mengakui potensi diasporanya untuk berkontribusi kepada negara secara ekonomi, budaya dan politik. Dengan mengakui dan mendukung kewarganegaraan ganda, negara tidak hanya memenuhi hak individu warga negara, namun juga ikut mendukung perkembangan negara agar semakin mengglobal dan membuka kesempatan untuk membangun hubungan dengan negara lain yang dapat meningkatkan kerjasama antar negara baik dari segi ekonomi, sosial, budaya dan politik.
Indonesia menjadi salah satu negara yang menghadapi tantangan ini. Cukup banyak WNI di Indonesia baik laki-laki maupun perempuan yang menikah dengan pasangan berbeda kewarganegaraan. Cukup banyak juga diantaranya yang kemudian memiliki keturunan, kemudian bersama pasangan Non WNI nya memilih tinggal menetap di Indonesia. Kenyataan ini menjadi tantangan tersendiri, mengingat sampai kini perundang-undangan di Indonesia belum akomodatif untuk pemohon kewarganegaraan ganda, terkecuali untuk anak-anak yang berusia sampai dengan 18 tahun, dengan masa toleransi sampai usia 21 tahun.
Baca Juga: Pernikahan Beda Agama di Jakarta Selatan Dikabulkan, Netizen Beri Beragam Komentar
Ketua Aliansi Pelangi Antar Bangsa (APAB), Nia Schumacher menilai politik hukum kewarganegaraan tunggal yang dianut oleh Indonesia saat ini belum memberikan perlindungan bagi keluarga perkawinan campuran, seperti halnya keluarga Indonesia pada umumnya.
“Seperti mayoritas negara di dunia saat ini telah memberlakukan Kewarganegaraan ganda bagi Keluarga Perkawinan Campuran, maka selayaknya Indonesia memberi perlindungan bagi keluarga perkawinan campuran dengan penerapan azas kewarganegaraan ganda. “ ungkapnya dalam siaran pers yang diterima Suara.com, Senin (19/9/2022).
Lebih lanjut Nia mengatakan Politik hukum kewarganegaraan tunggal mungkin relevan pada masanya. Namun seiring perkembangan jaman dan globalisasi, maka sekarang sudah saatnya Indonesia menganut kewarganegaraan ganda.
Berdasarkan Laporan Kajian Akademis Perubahan Undang-undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006 (LPPSP FISIP UI, 2020) isu politik dan hukum kewarganegaraan tunggal dikaitkan dengan tren global dalam memberikan perlindungan warga negara menjadi sangat menarik didiskusikan dan diangkat oleh para pembicara ahli di bidangnya melalui Webinar Kewarganegaraan Ganda Seri 4, “Politik Hukum Kewarganegaraan Tunggal Dikaitkan dengan Tren Global: Cukupkah Memberikan Perlindungan untuk Warganya?”, Kamis (15/9/2022).
Webinar ini adalah kerjasama antara Puska Kessos LPPSP FISIP UI dan APAB, masih dalam upaya mendorong perubahan UU RI Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Tentu harapannya dapat menjadi langkah awal perencanaan jangka panjang dalam optimalisasi perlindungan keluarga perkawinan campuran.
Baca Juga: Bikin Melongo! Kakek-Kakek di Lombok Nikahi Remaja Berusia 17 Tahun, Beda Usianya Sampai 35 Tahun
Webinar menghadirkan 3 Nara sumber yaitu Dirjen AHU Kemenkumham RI Bapak Cahyo Rahadian Muzhar, S.H. LL.M, kemudian Dosen Hukum Perdata Internasional FHUI Ibu Dr. Tiurma Mangihut Pitta Allagan, S.H. M.H., serta Bapak H. Fahri Hamzah, S.E. yang pernah menjadi anggota DPR RI 3 periode dan pernah menjabat sebagai pimpinan DPR, saat ini adalah Wakil Ketua Umum Partai Gelora.