Suara.com - Cukup sebulan bagi Presiden Joko Widodo berubah pikiran soal strategi keuangan negara dengan memotong subsidi BBM.
Jelang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 2022 lalu, Presiden Jokowi seolah membawa kado indah bagi masyarakat saat menyampaikan kabar baik kondisi keuangan negara.
Dalam Sidang Tahunan MPR RI di Kompleks DPR-MPR RI, Jakarta, Selasa (16/8/2022), Presiden Jokowi dengan percaya diri menyampaikan jumlah APBN tahun 2022 yang diklaim surplus hingga mampu menambal subsidi agar harga BBM tidak naik.
"Sampai pertengahan tahun 2022 ini, APBN juga surplus sampai Rp 106 triliun. Oleh karena itu, pemerintah mampu memberikan subsidi BBM, subsidi LPG, dan subsidi listrik sebesar Rp 502 triliun di tahun 2022 ini agar harga BBM di masyarakat tidak melambung tinggi," kata Jokowi dalam pidato kenegaraannya (17/8/2022).
Baca Juga: Kamaruddin Simanjuntak Sindir Keras Sikap Presiden Jokowi: Kasus Pembunuhan Brigadir J Jadi Balilut
Namun, pernyataan itu hanya bertahan sebulan -lebih tepatnya dua minggu lebih tiga hari. Pada 3 September 2022, pemerintah secara resmi menaikkan harga BBM jenis Pertalite, Solar, dan Pertamax.
Sejak Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30 WIB, para petugas SPBU berbondong-bondong mengganti plang harga BBM jenis tersebut.
Rinciannya, harga Pertalite naik dari Rp 5.650 menjadi Rp 10.000 per liter, Solar subsidi dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax yang naik lagi dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liternya.
Dampaknya sudah bisa ditebak, gejolak penolakan terjadi dengan digelarnya demonstrasi di mana-mana. Bagaimana tidak, kenaikan harga BBM ini begitu terasa. Misalnya untuk para pemotor matic standar dengan kapasitas sampai 5,5 liter yang biasanya mengisi tangki bensinnya Rp 50 ribu bisa full bahkan mendapat kembalian, kini harus merelakan selembar uang biru itu semuanya.
Itu belum termasuk uang yang dikeluarkan masyarakat untuk membeli barang kebutuhan pokok yang tentu saja ikutan melambung naik.
Baca Juga: Kasus Brigadir J Tersendat, Irma Hutabarat: Presiden Jokowi Jangan Diem Aja Dong
Sementara itu, efek timbal baliknya bagi pemerintah adalah soal kepercayaan publik.
Masyarakat mulai tidak puas terhadap kinerja Presiden Joko Widodo. Terlebih, setelah Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menaikkan harga BBM.
Direktur Eksekutif Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi, mengungkapkan berdasarkan hasik survei, tingkat kepuasan terhadap kinerja presiden sebesar 62,6 persen.
Padahal, kata dia, pada bulan Agustus tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja Presiden Jokowi masih di kisaran 70 persen.
"Jadi, kita survei yang mengatakan sangat puas atau cukup puas 62,6 persen, yang mengatakan kurang puas atau tidak puas sama sekali itu 35,3 persen," ujar Burhanuddin dalam konferensi per yang disiarkan Youtube Indikator, Minggu (18/9/2022).
"Memang efeknya terhadap tren approval rating presiden cukup lumayan kurang lebih 10% dibanding survei bulan Agustus sebelum kenaikan harga BBM," tambah dia.
Soal Listrik dan Elpiji
Jika menilik dari pidato Presiden Jokowi, ia juga menyinggung soal subsidi listrik dan LPG yang selama ini begitu dibutuhkan masyarakat.
Kenyataannya, subsidi dua sumber energi ini juga sedang goyah. Tersiar isu bahwa pelanggan listrik dengan daya 450 VA akan dihapus dan digantikan ke golongan 900 VA.
PT PLN (Persero) menyatakan bahwa isu tersebut tidak benar. Tidak ada perubahan daya katanya.
General Manager PLN UIW Sulselrabar Moch Andy Adchaminoerdin di Makassar, mengatakan sebanyak 476.688 pelanggan dengan daya 450 VA dì Sulawesi Selatan tidak akan dialihkan ke daya 900 VA, sesuai dengan keputusan pemerintah.
"Tidak ada perubahan daya ke 900 VA dan PLN siap menjalankan keputusan dari pemerintah serta akan terus memastikan pelayanan kelistrikan secara andal dan optimal di kalangan masyarakat," katanya, Sabtu 17 September 2022.
Sebelumnya, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan bahwa selama ini, Pemerintah dan PLN sebagai pelaksana mandat ketenagalistrikan tidak pernah melakukan pembicaraan ataupun diskusi mengenai perubahan daya listrik masyarakat.
“Keputusan Pemerintah sudah sangat jelas. Tidak ada perubahan daya dari 450 VA ke 900 VA dan PLN siap menjalankan keputusan tersebut," kata dia.
Sementara itu terkait dengan elpiji, pemerintah mulai menjalankan program mengganti kompor gas ke kompor listrik.
PLN mengklaim konversi kompor elpiji ke kompor induksi bisa menghemat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena harga keekonomian listrik lebih murah ketimbang harga keekonomian elpiji.
Disampaikan oleh Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, pihaknya telah melakukan uji klinis terhadap 2.000 proyek percontohan di Solo dan Bali.
"Program konversi kompor induksi ternyata terbukti memberikan penghematan APBN walaupun ini masih dalam skala uji klinis, yaitu 2.000 sampel saja. Dari sampel 23 keluarga penerima manfaat ada saving APBN sekitar Rp20 juta per tahun," kata Darmawan, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu (14/9/2022).
Berdasarkan hitungan PLN, konversi kompor elpiji ke kompor induksi dalam skala yang lebih besar mampu menghemat APBN menghemat Rp330 miliar per tahun untuk 300 ribu keluarga penerima manfaat pada tahun 2022.