Suara.com - Laporan baru dari University of Queensland Business School mengungkap adanya masalah struktural dalam industri pelayanan restoran dan perhotelan, sehingga banyak pekerja merasa tidak dihargai dan diremehkan dalam
Dua belas persen dari hampir 400 pekerja yang disurvei di seluruh Australia mengatakan mereka dibayar di bawah upah minimum per jam.
Sementara 40 persen responden mengatakan mereka tidak menerima hak untuk beristirahat saat sedang bekerja.
Meski lebih dari separuh responden mengatakan mereka menerima tunjangan selain gaji, banyak yang mengatakan tunjangan ini diberikan dalam bentuk makanan dan minuman gratis atau cuti, dan bukan tunjangan dalam bentuk bantuan pengasuhan anak-anak pekerja dan perawatan kesehatan.
Baca Juga: Bikin Overdosis dan Picu Kematian, Penjualan Paracetamol di Australia Bakal Dibatasi!
Tetapi mungkin yang paling mengkhawatirkan adalah lebih dari 70 persen pekerja mengatakan mereka pernah mengalami pelecehan verbal atau psikologis di tempat kerja, termasuk intimidasi, pelecehan seksual, dan rasisme.
Penulis laporan tersebut, Richard Robinson, mengatakan laporan ini "menyadarkan" tetapi "tidak mengejutkan".
"Saya pikir apa yang kita lihat saat ini adalah hal negatif dari bekerja di sektor hospitality benar-benar jauh lebih besar daripada positifnya."
Dr Robinson, yang bekerja sebagai 'chef' sebelum memasuki dunia akademis, mengatakan ada sejumlah "masalah struktural" dalam industri yang saat ini sedang kekurangan pekerja akibat pandemi COVID-19.
Termasuk di antaranya dari pembayaran di bawah tangan dalam bentuk tunai dan tidak tercatat, bekerja lewat batas, serta normalisasi perilaku kasar dari "pelanggan atau manajemen."
Baca Juga: Kerja di Child Care Bisa Bantu Jadi Penduduk Tetap di Australia
'Terus-menerus dilecehkan'
Dr Robinson mengatakan tempat kerja dan pemilik bisnis "bertanggung jawab" untuk menyediakan tempat kerja yang aman, tetapi sering kali tidak ada protokol.
"Saya sedang melakukan wawancara dengan seorang perempuan, seorang mahasiswi yang baru saja berhenti bekerja di bidang hospitality setelah tiga tahun."
"Dia jelas bersemangat dan menyukainya, tapi terus-menerus dilecehkan, termasuk secara seksual, oleh manajernya dan dianiaya dan bahkan diserang di belakang bar," katanya.
"Dia bekerja di perusahaan yang besar ... Saya bertanya kepadanya: 'Apakah ada protokol di tempat kerjanya atau ada pelatihan bagaimana menangani pelecehan, baik dari pelanggan atau manajer di tempat kerja?'
"Dia bilang tidak ada, dan dia telah bekerja dengan grup perusahaan ini di beberapa lokasi selama dua atau tiga tahun."
"Ini mengherankan saya."
Faktor lain yang dikhawatirkan oleh Dr Robinson adalah meningkatnya kehadiran "pengganggu" di industri ini.
Menurutnya para "pengganggu" ini adalah mereka mengambil pekerjaan dari restoran atau hotel yang sudah mapan, tapi kemudian membubarkan dan memecahnya.
"Mereka menjadikan kerja tanpa kontrak dan kesepakatan kerja sebagai norma dalam perhotelan ... ini merusak pekerjaan yang aman."
Tidak diperlakukan terhormat
Pemilik restoran di Sunshine Coast, Jeremy Khoo, mengatakan sebelum membuka bisnisnya sendiri, dia mengalami "ketidakadilan" di tempat kerja.
"Di awal karir saya di salah satu perusahaan, ada budaya di mana kami diharapkan untuk bekerja lebih lama meski tidak dibayar untuk waktu kerja tambahan itu," katanya.
"Saya senang menyelesaikan apa yang dibutuhkan dan membantu semua orang di tempat itu, ... hanya saja ada juga harapan dibayar untuk pekerjaan Anda."
Tapi Jeremy mengatakan ia sudah lama tidak bekerja lagi, tapi ia merasa industrii pelayanan restoran dan hotel di Australia sudah semakin peduli dengan karyawannya.
"Kalau saya bilang, ya, kondisinya sudah berubah, dan saya telah melihat lebih banyak perubahan positif, tapi apakah itu terjadi dalam waktu yang cepat atau tidak, itu masalah yang lain lagi," katanya.
"Saya melihat budaya telah meningkat sejak saya bekerja mungkin satu dekade yang lalu, jadi saya telah melihat perubahan positif, pada dasarnya lebih menghormati."
Namun diperlakukan secara hormat tidak dirasakan di semua tempat, hanya 48 persen pekerja yang disurvei merasa mereka diperlakukan dengan terhormat di tempat kerja mereka saat ini atau di masa lalu.
Demikian pula, hanya 43 persen pekerja yang merasa diberi dukungan di tempat kerja dengan diberikan "feedback".
Dr Robinson mengatakan dengan industri restoran dan perhotelan yang terpengaruh oleh pandemi, sekarang adalah waktu yang tepat untuk menjadikan sektor ini lebih baik bagi para pekerjanya.
"Saya pikir industri ini mulai menyadari pasar tenaga kerja internasional bisa membantu saat musim sibuk atau kebutuhan jangka pendek ... tetapi itu benar-benar tidak dapat diandalkan dalam jangka panjang, karena pasokan pekerja [terbatas], saya pikir mereka mulai mengakui itu," katanya.
"Dengan kata lain, benar-benar harus ada investasi besar untuk tenaga kerja lokal yang kita miliki."
Direktur eksekutif Serikat Pekerja, Godfrey Moase, mengatakan laporan itu bisa merugikan sejumlah pekerja perhotelan yang pernah dibayar rendah atau mengalami pelecehan, namun sekarang sudah keluar.
"Banyak pekerja hanya pilih keluar, daripada mencoba dan memperbaikinya, daripada melaporkannya, atau meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam survei seputar sektor ini."
"Mereka akan pergi karena mereka tidak dibayar dengan layak, ketika mereka mendapat pemotongan upah, baik legal atau ilegal, atau mereka hanya menjadi sasaran pelecehan dari pelanggan.
"Mereka akan pergi begitu saja dan kemudian masalahnya tidak akan pernah terselesaikan dengan satu atau lain cara."
Godfrey mengatakan temuan itu mencerminkan kurangnya "rasa hormat" terhadap pekerja di industri pelayanan restoran dan perhotelan.
"Masalah utama yang kita miliki dalam adalah pekerja tidak cukup dihormati, mereka juga tidak cukup dihormati dalam hal gaji," katanya.
Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa dari ABC News