Suara.com - Demam berdarah menjadi ancaman serius di Pakistan di tengah upaya negara itu mengatasi bencana banjir berkepanjangan.
Berdasarkan laporan BBC, sekitar 3.830 kasus demam berdarah telah dilaporkan di provinsi Sindh, dan sembilang orang dinyatakan meninggal dunia. Otoritas kesehatan setempat pun memperingatkan adanya potensi krisis kesehatan di negara itu.
Sejak awal Juni, Pakistan dilanda banjir yang, hingga kini, telah menewaskan hampir 1.500 orang. Selain itu, 30 juta warga diperkirakan terdampak oleh bencana ini.
Ahli kesehatan mengatakan terdapat peningkatan kasus demam berdarah, malaria, dan infeksi lambung akibat banyaknya pengungi yang tinggal di dekat genangan air.
“Secara umum, situasi di Sindh sangat buruk, [dan] kami mendirikan tenda-tenda medis di seluruh wilayah provinsi ini. Kebanyakan kasus yang kami lihat kini adalah pasien demam berdarah, diikuti malaria,” ujar Abdul Ghafoor Shoro, sekretaris jenderal Asosiasi Media Pakistan, seperti dilaporkan oleh BBC pada Kamis (15/9).
“Beban demam berdarah sama [besarnya] di seluruh wilayah provinsi dan meningkat setiap harinya. Ketika kami mengecek laboratorium, kasus suspect sebesar 80 persen dari total tes yang dilakukan.”
Sang dokter juga mengingatkan bahwa kondisi kemungkinan akan memburuk dalam beberapa minggu mendatang.
Hingga kini, ribuan desa di Pakistan masih terendam banjir dan jutaan keluarga terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka.
Layanan kesehatan juga terpaksa disediakan di dalam mobil-mobil van.
Khalid Khosa, salah satu dokter yang bertugas melayani para pengungsi, mengatakan tim medis tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk mengobati semua pengungsi akibat keterbatasaan yang ada.
“Ada begitu banyak orang. Kami berusaha sebaik mungkin untuk melayani semua pasien, tetapi kami tidak memiliki kapasitas untuk membantu semuanya,” ujarnya.
Ia juga mengkhawatirkan tingginya angka infeksi penyakit dalam beberapa waktu terakhir.
“Kami berusaha semampu kami, tapi ketakutan terbesar saya adalah akan terjadinya bencana yang besar. Begitu banyak orang yang sakit, termasuk kasus demam berdarah, malaria, dan masalah lambung. Namun, kami tidak bisa menolong semua orang,” ujar Khosa.
Pejabat setempat memperkirakan banjir di Sindh baru akan benar-benar surut dalam beberapa bulan ke depan.
Sementara itu, Sekretaris Jendral PBB Antonio Guterres juga meminta negara-negara maju untuk turut membantu Pakistan keluar dari tragedi ini.
“Pakistan tidak bertanggung jawab atas krisis ini [karena] ini adalah produk perubahan iklim. Bencana ini disebabkan oleh mereka yang mengotori atmosfer dengan gas rumah kaca. Negara-negara G20 dengan ekonomi terbesar di dunialah yang menghasilkan 80 persen emisi sedangkan Pakistan menghasilkan kurang dari satu persen,” kata Guterres.