Suara.com - Kasus pembunuhan Brigadir J masih terus bergulir. Pasangan suami istri Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang menewaskan ajudan mereka.
Selama proses penyelidikan berlangsung, masalah kejiwaan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi juga beberapa kali disinggung. Bahkan, Ferdy Sambo juga disebut sempat terguncang setelah mengetahui kejadian di Magelang.
Adapun masalah kejiwaan Ferdy Sambo juga diakui oleh Ketua Komisi Hak Asasi Manusia, Ahmad Taufan Damanik. Ia menduga perihal tersebutlah yang mendorong Ferdy Sambo melakukan pembunuhan kepada Brigadir J.
Masalah kejiwaan tersebut adalah sifat superpower karena jabatan Sambo sebagai Kadiv Propam Polri dan Ketua Satgasus Merah Putih.
Baca Juga: Nestapa Bripka RR, Ikut Skenario Sambo Demi Sekolah Perwira, Malah Terancam Mati
“Bisa jadi psikopat, tapi ini bisa karena superpower itu. Dia bisa meyakinkan dirinya, siapa yang bisa bongkar kejahatan saya, saya bisa suruh-suruh ini semua,” kata Taufan di Gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (13/9/2022).
Menurut Taufik, sifat superpower itu bisa mendorong pelaku untuk membunuh langsung korban. Apalagi dengan kedudukan Ferdy Sambo, Taufik menilai mestinya mudah membunuh orang.
Jabatan Ferdy Sambo membuat dirinya mudah untuk memerintahkan anak buah membunuh Brigadir J, tanpa repot-repot mengotori tangannya.
Sosok Sambo juga dinilai memiliki masalah kejiwaan melebihi abuse of power. Ini karena aksi mantan Kadiv Propam itu yang bisa mengerahkan puluhan anggota kepolisian untuk memuluskan rencananya, sehingga mereka terlibat perkara obstruction of justice.
"Abuse of power, artinya seseorang menggunakan kekuasaan diatas otoritasnya, untuk kepentingan apa yang dia mau. Artinya kekuasaan di lingkaran dia," kata Taufan saat dihubungi Suara.com, Rabu (14/9/2022).
"Dia (Sambo) merasa, dia bisa gerakkkan semua. Kan memang dia lakukakan kan obstruction of justice itu. Dia kan melakukan itu semua," lanjutnya.
Walau begitu, Taufik tetap mempertanyakan aksi Ferdy Sambo yang tidak menggunakan cara mudah, dan justru membunuh Brigadir J di rumah dinasnya.
"Kenapa saya bilang nggak disuruh naik motor ke Depok terus ditabrak, misalnya gitu. Ini kan nggak, ini dia lakukan di rumah dinas sendiri," ujarnya.
"Jadi psikologi orang bekuasa yang sangat besar itu, yang menyebabkan dia (Ferdy Sambo) nggak khawatir melakukan eksekusi itu di rumah dinasnya," sambung Taufan.
Sebelum bunuh Brigadir J, Ferdy Sambo terguncang dan menangis
Saat Putri Candrawathi menyampaikan pengakuan tentang peristiwa yang terjadi di Magelang, Ferdy Sambo sempat terguncang dan menangis. Ferdy Sambo pun marah dan berencana menghabisi nyawa Brigadir J.
Kondisi kejiwaan Ferdy Sambo yang terguncang juga disaksikan oleh Bripka RR, di mana sang ajudan mengamati kemarahan Ferdy Sambo. Ia melihat Ferdy Sambo yang mendadak berubah tidak seperti biasanya, menangis dan terguncang.
Dalam pengaruh emosi, Ferdy Sambo memerintahkan Bripka RR menembak mati Brigadir J. Bripka RR pun menolak karena tak sanggup dan disuruh memanggil Bharada E.
Sementara itu mengenai kondisi kejiwaan Putri Candrawathi sempat disinggung Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebulan yang lalu. Ini berdasarkan hasil pemeriksaan medis berupa tes psikiatri dan psikologis pada Selasa (9/8/2022)
Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menjelaskan bahwa dalam hasil itu, Putri Candrawathi mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
PTSD adalah gangguan kejiwaan yang berupa stress karena suatu peristiwa dan menyebabkan trauma mendalam. Meski demikian, Susi tidak menemukan bukti trauma akibat pelecehan seksual.
Atas gangguan kejiwaan tersebut LPSK tidak dapat memberikan perlindungan karena permohonannya tidak sesuai laporan dari Putri Candrawathi.
Kontributor : Annisa Fianni Sisma