Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai ada salah dalam pengelolaan dan perlindungan data pribadi warga oleh pemerintah. Hal itu merespons maraknya peretasan data pribadi—yang bahkan menyasar sejumlah pejabat publik.
"Soal kebocoran data akhir-akhir ini menunjukan bahwa ada yang salah dalam pengelolaan dan perlindungan data pribadi oleh pemerintah," kata Kepala Divisi Hukum KontraS Andi Rezaldi saat dihubungi Suara.com, Senin (12/9/2022).
KontraS menilai, sudah seharusnya pemerintah merespons peristiwa peretasan data pribadi tersebut. Salah satunya dengan segera memperbaiki sistem dan tata kelolanya.
"Bayangkan, pejabat publik saja sangat mudah diretas data pribadinya, apalagi kita masyarakat biasa yang rentan mengalami berbagai tindakan peretasan," sambung Andi.
Berkaca dari kasus tersebut, Andi berpendapat jika pemerintah telah gagal melindungi data pribadi masyarakat luas.
Dalam hal ini, KontraS menyebut abainya pemerintah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.
"Sebab negara tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya, konstitusi dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia telah memberikan penegasan bahwa data pribadi merupakan bagian dari HAM dan negara dengan segala fasilitasnya harus melindunginya," pungkas dia.
Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengklaim tengah menyiapkan legislasi yang memadai.
Menkominfo Johnny G Plate pun menyampaikan terima kasih kepada DPR yang menyetujui Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) ke Paripurna.
Baca Juga: Kepala BSSN Soal Serangan Hacker dan Kebocoran Data: Masyarakat Kita Harapkan Tenang Saja
"Kami terus menyiapkan legislai yang memadai. saya berterima kasih kepada dpr yang kemarin beberapa hari sudah menyetujui untuk salah satu untuk hilir, digital RUU PDP di tingkat 1 sudah kita sepakati sama-sama," ujar Johnny sambutan peluncuran Grand Launching Indosat HiFi di Auditorium KPPTI, Jakarta, Jumat (9/9/2022) lalu.