Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berharap mantan Kadiv Propam Porli, Irjen Ferdy Sambo mendapatkan hukuman berat atas perbuatannya melakukan pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir J.
"Majelis hakim bisa memberikan hukuman yang seberat-beratnya atau setimpal kepada apa yang dilakukan sebagai satu tindak pidana, itu kesimpulan kami," kata Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik kepada wartawan di Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (12/9/2022).
Dalam dua kesimpulan penting Komnas HAM, Ferdy Sambo disebut melakukan extrajudicial killing terhadap Brigadir J. Kemudian melakukan obstraction of justice atau upaya menghalangi proses hukum melibatkan sejumlah anggota polisi lainnya dengan memanfaatkan jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri.
"Dari dua kesimpulan pokok itu, maka kami percaya pengenaan pasal 340 yang dilakukan oleh penyidik itu dikunci oleh dua kesimpulannya. Artinya terduga yang sebentar lagi mungkin akan maju ke pengadilan kami berharap melalui prinsip-prinsip fair trial," ujar Taufan.
Baca Juga: Kuat Maruf, Supir Kepercayaan Ferdy Sambo, Pengaruhnya Lebih Kuat Dibanding Ajudan
Untuk diketahui, dua kesimpulan itu telah diserahkan Komnas HAM kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Kemanan (Menko Polhukam), Mahfud MD untuk selanjutnya diserahkan kepada Presiden Joko Widodo. Selain itu lembaga hak asasis manusia itu juga memberikan rekomendasinya kepada pemerintah.
Pertama, pemerintah diminta melakukan pengawasan atau audit kinerja dan kultur kerja Polri, dengan memastikan tidak terjadi penyiksaan atau pelanggaran HAM.
"Kami sebutkan ini tidak semata-mata berangkat dari kasus Brigadir Yosua tapi juga dari data-data pengaduan atau kasus-kasus yang kami tangani selama ini terutama dalam lima tahun periode di bawah pimpinan kami," tutur dia.
Kedua, Presiden Jokowi diminta memerintahkan Kapolri menyusun mekanisme pencegahan dan pengawasa berkala terkait penanganan kasus kekerasan penyiksaan atau pelanggaran HAM di internal Polri.
"Seperti yang sekarang kita alami, anggota Polri atau bahkan pejabat tingginya yang melakukan kekerasan atau penyiksaan itu, maka diperlukan penyusun suatu mekanisme pencegahan dan pengawasan berkala," jelasnya.
Baca Juga: Pukulan Telak Istri Bripka RR, Siap-Siap Ferdy Sambo Dapat Serangan Balik
Kemudian, ketiga melakukan pengawasan bersama dengan Komnas terhadap berbagai kasus-kasus kekerasan penyiksaan atau pelanggaranHAM lainnya yang dilakukan oleh anggota Polri.
"Jadi perlu ada mekanisme yang bersama antara polisi dengan Komnas HAM," kata dia.
Keempat, mempercepat proses pembentukan Direktorat Pelayanan Perempuan dan Anak di Polri. Terakhir, kelima memastikan infrastruktur untuk pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana Kkekerasan Seksual (UU TPKS), termasuk kesiapan-kesiapan kelembagaan dan ketersediaan peraturan pelaksanaan.
"Kita tahu ini undang-undang baru yang diputuskan pada tahun ini masih membutuhkan kelengkapan infrastrukturnya," kata Taufan.
"Karena itu kami berharap pemerintah Republik Indonesia memastikan penyiapan infrastruktur dan peraturan pelaksanaan dari undang-undang TPKS yang merupakan hasil perjuangan dari begitu banyak aktivis manusia terutama aktivis perempuan," sambungnya.